Tiga tahun kemudian.
Ryu sudah masuk ke Sekolah Menengah Umum. Ia masuk ke sekolah elit dan bergengsi karena beasiswa. Dan lagi, ia jadi satu dengan Jason dan Bella."Ingat ya, itu sekolah elit. Baik-baik lu di sana, jangan bikin masalah. Bersyukur dapat beasiswa selama tiga tahun. Pertahankan prestasi lu," ujar Simon tersenyum bangga.
"Pasti, Bang. Gue ga akan ngecewain Abang," sahutnya.
"Bang, ada yang nyari." Dipa anak buah Simon masuk dalam rumah.
"Siapa?"
"Seorang pemuda. Ga tahu juga gue, baru lihat sekarang," timpal Dipa.
"Ya udah suruh masuk."
Dipa keluar dan tidak lama kemudian, ia muncul lagi dengan seorang pemuda tampan.
"Hallo, Bang." Pemuda itu tersenyum hangat. Netranya tajam dan dingin. Bibirnya tipis dan ada seringai setiap ia tertawa.
Simon mengamati dan mencoba mengingat pemuda di depannya.
"Deri?" serunya ragu.
"Iya, Bang. Ini Deri, adik Devira." Kemudian Simon mendekatinya dan memeluk pemuda itu.
"Kamu dah besar. Dulu terakhir kita ketemu, kamu masih sebesar bocah ini," ujar Simon haru dengan menunjuk Ryu.
"Duduklah. Apa kabarmu? Bagaimana Devira? Baik-baik sajakan?" tanya Simon antusias.
"Ryu ... ambilkan minuman buat kami," perintah Simon dengan riang karena kedatangan Deri.
Pemuda itu hanya tersenyum tipis. Ia menatap Simon dengan pandangan datar.
"Hei, bagaimana kabar kakakmu?" ulang lelaki itu.
Deri menghela napas pendek. Ia masih terdiam tidak menjawab, hingga Ryu datang mengantar beberapa botol bir untuk mereka.
"Maaf, aku hanya punya ini." Simon menuang dalam dua gelas.
Deri langsung meneguknya hinga habis. Simon tertawa melihatnya.
"Gue datang ke sini untuk ngajak kerjasama lu, Bang." Deri menatap dalam mata Simon.
"Kerjasama apa? Punya bisnis baru lu?"
"Ada dua hal yang ingin gue sampaikan. Satu, gue ingin abang bergabung dengan gue untuk menghancurkan Wicaksono.
Dua, gue ingin memulai bisnis legal di negara ini.""Tunggu. Yang pertama maksudnya apa menghancurkan Wicaksono?" Simon menatap Deri meminta penjelasan lebih.
Simon tahu, Wicaksono adalah suami Devira, kakak Deri. Dan kini, Deri ingin menghancurkan kakak iparnya sendiri?
"Lu pasti ga akan keberatan gabung sama gue," ujar Deri yakin.
"Tapi kenapa dengan Radit Wicaksono? Dia kakak ipar lu sendiri."
"Karena dia dah bunuh Devira!" seru Deri dengan tangan mengepal dan netra berkilat marah.
Simon terhenyak. Netranya berkabut menatap Deri. "De-devira, tewas?" gumam Simon tak percaya.
"Enam bulan yang lalu. Kakak gue ditabrak orang suruhan Rinta, istri Radit," jelas Deri dengan netra berkabut.
"Devira ...." Simon menyandarkan punggungnya di bangku. Ia masih tampak tak percaya dan sangat terpukul mendengar kabar itu. Deri membiarkannya, karena ia tahu, preman satu ini sangat mencintai kakaknya.
Masih teringat jelas saat terkahir bertemu dengan Devira, lima belas tahun yang lalu.
Wanita itu menggendong bayi mungil dan dengan napas tersengal, ia menemui Simon."Bang ... aku sudah difitnah berselingkuh dengan kamu. Radit mengusirku. Aku tidak bisa hidup di sini lagi, nyawa anakku terancam oleh Rinta," isak Vira dengan mendekap erat bayi mungil itu.
"Pergilah bersama Abang. Kita keluar pulau, Abang janji akan melindungi kalian berdua."
"Kalau kita pergi bersama, Rinta akan memanfaatkan kesempatan untuk membuktikan fitnahnya. Nyawa Abang juga terancam, Vira ga bisa," isaknya tersedu.
"Vira ga usah pikirkan Abang. Yang penting kamu dan putramu. Tunggu di sini, Abang hanya akan mengambil uang dan kita pergi jauh dari Jakarta."
Vira masih tergugu dengan mendekap bayinya.
"Kamu jangan kemana-mana, tunggu Abang di sini," ujar Simon meyakinkan wanita itu. Vira mengangguk pelan.
Simon segera berlari untuk mempersiapkan segalanya. Dua puluh menit kemudian, ia kembali dan tidak menemukan Vira. Wanita itu telah pergi bersama bayinya dengan meninggalkan sepucuk surat permintaan maaf. Simon merasa menjadi gila setelahnya. Ia berusaha mencari Devira bertahun-tahun. Namun, wanita itu seperti hilang ditelan bumi.
Dan kini, Adik kandung Devira datang membawa kabar kematian wanita yang dicintainya. Wanita yang tidak dapat ia raih selama ini. Mereka berbeda dalam segala hal.Devira terlahir sebagai putri bangsawan yang kaya raya, sedang ia hanya seorang preman jalanan tanpa mengetahui siapa orang tuanya. Pertemuan mereka, melewati sebuah perkenalan manis hingga membuat Simon yang dingin dan kejam, luluh oleh pesona Devira yang lembut dan penyayang. Lelaki itu mencintainya dalam diam.
Devira seorang mahasiswi hukum saat ia menjadi sukarelawan untuk anak-anak jalanan. Ia bersama anggota teamnya masuk ke dalam perkampungan kumuh tempat di mana Simon tinggal. Gadis itu tidak pernah merasa risih dan jijik berbaur bersama mereka.
Dan setelah itu, Vira sering datang sendiri dengan membawa makanan ataupun jajanan untuk anak-anak di tempat itu. Senyum dan tawa Devira, lama-lama menjadi candu bagi Simon. Lambat laun mereka menjadi dekat, dan Vira menganggap lelaki itu seperti Abangnya sendiri. Simon hanya diam dan tahu diri, karena mereka sangat berbeda kasta. Dengan sering bersama gadis itu dan menemaninya selama di lingkungannya yang kumuh, Simon sudah merasa sangat bahagia. Itu sudah cukup baginya.
"Gue akan hancurkan keluarga Wicaksono," ujar Simon dengan netra merah dan basah.
Deri tersenyum dan menyeringai. Pembalasan dendamnya akan segera dimulai. Rinta sang dalang utama, akan menyesal telah menghancurkan keluarganya.
Mentari tersenyum ceria menyambut pagi. Ryu berlari tergesa karena waktu telah menunjukkan pukul 06.50. Ia memasuki gerbang SMU Pelita Jaya, sebuah sekolah elit dan bergengsi.Sepuluh menit lagi, gerbang akan ditutup. Ia tidak boleh terkena sanksi keterlambatan lagi karena sebentar lagi akan naik ke kelas dua. Tinggal satu minggu lagi untuk menghadapi ujian semester akhir.Ryu masuk kelas dengan napas memburu, tepat bel tanda masuk sekolah berbunyi."Olahraga pagi lagi?" sindir Bella sinis. Ryu hanya mengedipkan mata kirinya pada gadis cantik itu.Bella menatapnya malas dan kembali fokus pada buku di depannya."Nih, buat lu," ujar Bella menyerahkan sebuah undangan bersampul ungu muda pada Ryu setelah bel istirahat berbunyi."Apa ini?""Undangan pernikahan gue," ketus Bella.Ryu tertawa, gadis jutek di depannya ini tidak berubah sama sekali sejak mereka pertama bertemu saat kelas satu Sekolah Menengah Pertama d
Keadaan semakin memanas karena Dean berteriak dan terus memaki Ryu. Pria itu seperti tidak bisa mengendalikan diri. Ayah Bella yang sedari tadi diam akhirnya turun tangan mencoba menenangkan sahabatnya itu.Kemudian Ryu dan Jason dibawa ke dalam salah satu ruangan hotel untuk dimintai penjelasan."Saya akan bertanya pada setiap salah satu dari mereka. Dan untuk yang tidak ditanya, saya tidak ingin mendengarkan apapun darinya." Ayah Bella mencoba bersikap sebijaksana mungkin.Beberapa orang yang hadir di ruangan itu diam dan mencoba menyimak. Hanya Dean yang terlihat tidak sabar dengan wajah memerah murka."Jason. Apa yang terjadi dengan kalian?" tanya Ayah Bella lembut."Dia sengaja menabrakku, Om. Saat ku tanya baik-baik, dia ga terima lalu memukuliku," jawab Jason dengan melirik sinis pada Ryu.Ayah Bella menghela napas panjang dan akan mulai beralih pada Ryu, ketika Dean tiba-tiba berteriak. "Sudah jelas anak itu yang
Pagi yang sedikit kelabu dengan mentari yang bersinar malu-malu.Bella berjalan sepanjang koridor sekolah dengan mendendangkan sebuah lagu. Bel tanda masuk berbunyi, tepat saat Ryu berhasil masuk ke dalam gerbang yang sudah mulai ditutup."Bella!" teriak Ryu saat melihat Bella yang berjalan dengan santai.Gadis itu menoleh ke arahnya."Tumben bisa ngelewatin gerbang dengan mulus," sindirnya.Pemuda itu menggaruk kepalanya yang tak gatal."Bell ... m-m yang kemarin, aku beneran minta maaf ya.""Apa sih, ga penting juga," jawab gadis itu jutek."Ya ga enak aja, Bell. Sama Bokap lu, terutama.""Udahlah. Papa juga tahu kok gimana sikap Jason. Dah, masuk yuk."Bella menggandeng tangan Ryu berjalan menuju kelas. Ryu agak sedikit terhenyak dengan sikap gadis itu. Namun sedetik kemudian, pemuda berwajah oriental itu tersenyum..Rintik hujan membasahi bumi pada siang harinya
Perseteruan antara Ryu dan Jason semakin memanas. Jason selalu mencari gara-gara dan kesalahan pada Ryu. Pemuda itu seperti tidak terima telah dipermalukan saat berada di pesta Bella. Namun Ryu selalu menghindar darinya. Bukan karena dia takut pada Jason, tapi karena dia menghormati Agatha, Mami Jason yang telah begitu baik padanya.Saat makan siang di restoran itu, Agatha berulang kali meminta maaf padanya atas sikap buruk suami dan putranya. Wanita berkelas itu, bahkan tidak menyinggung sama sekali tentang tuntutan yang akan dilakukan oleh suaminya. Dia begitu lembut dan hangat pada Ryu.Bahkan Ryu mulai menyayangi wanita ituKelas dua di semester satu.Ryu mengambil jurusan Ilmu Pengetahuan Alam, karena dia menyukai sains. Sedangkan Bella ambil kelas bahasa Inggris. Jason juga mengikuti Bella. Anak itu seperti tidak ingin jauh dari gadis berlesung pipit di pipi kiri itu. Dan sikap Jason itu semakin membuat Bella muak. Dia
Simon semakin gencar mengumpulkan pengikut. Dia merekrut banyak preman pasar dan jalanan dan di bagi menjadi tiga kelompok.Satu kelompok, berisi orang-orang terpilih, setia dan tidak takut mati. Kelompok yang lain, terdiri dari para preman yang berani dengan badan kekar dan pandai beladiri. Dan kelompok satu lagi terdiri dari para preman biasa yang sok jago dan tukang palak.Dipa, Hamdan dan Bono membawa mereka menggunakan sebuah Bus, entah kemana.Ryu hanya melihat mereka tanpa berani bertanya sedikitpun pada Simon."Lu beli makan, sono," perintah Simon sambil memberikan selembar uang merah pada Ryu.Gegas, pemuda itu pergi ke warung makan terdekat.Saat kembali ke rumah, Simon sudah pergi menggunakan sebuah mobil. Ryu memakan sendiri nasi yang tadi dibelinya.Ketika dia makan dengan lahap, seorang anak kecil lewat di depannya dengan menatap sendu ke arahnya. Anak itu menelan ludah melihat Ryu yang makan deng
Aroma obat khas rumah sakit menyengat masuk indra penciuman. Ryu duduk termenung di sebuah bangku luar ruangan Unit Gawat Darurat.Terdengar derap langkah kaki mendekat padanya."Hei, kamu!" teriak seorang pria padanya.Ryu mendongak dan terlihat, Ayah Jason memasang wajah murka padanya."Apa yang kamu lakukan pada anakku?" Bentaknya menbuat beberapa orang menoleh padanya."Dean, ini rumah sakit, kendalikan dirimu." Agatha mencoba menenangkan suaminya."Lebih baik kita masuk dan tanyakan pada Jason." Wanita itu menarik lengan suaminya.Ryu hanya menatap mereka dengan gamang. Seorang pria paruh baya mendekatinya."Kamu ...."Pria itu menatap Ryu tak yakin."Ya, Pak. Ada apa?" sapa Ryu sopan."Kamu bukanya bocah yang dulu jadi kuli panggul di pasar?" Pria itu semakin mendekat dan mengamati dengan seksama wajah pemuda di hadapannya."Iya. Oh, mungkin bapak dulu pernah jadi langganan saya, ya
Malam yang cerah dengan kerlip bintang bertaburan di angkasa.Sebuah mobil sedan warna hitam berhenti di tepat di depan rumah bedeng. Terlihat dua orang laki-laki turun dari mobil itu."Kenapa gelap sekali? Ryu! Di mana kamu," teriak Simon sambil menggedor pintu dari seng."Berisik banget sih lu." Seorang wanita paruh baya keluar dari rumah bedeng sebelah."Dimana Ryu, Nek?" tanya Simon pada si wanita tua."Emang gue neneknya. Ya kagak tahulah. Anak tengik itu dah dua hari kagak pulang.""Dua hari kagak pulang?" Simon tertegun."Kemarin terakhir gua ke sini, dia baik-baik aja, Bang," jawab Dipa cemas."Dua hari ini ada wanita kaya, cantik, berdiri di sini kek orang bingung. Waktu gue tanya, dia bilang cari pemilik rumah. Nah pemilik rumah kan, elu, Mon.""Wanita cantik sapa, Nek? Dia bilang apa ama lu, Nek?" Simon mengernyitkan keningnya."Ya gue kagak tahu, dodol. Dia bilang cari pemilik
"Apa lagi yang kamu minta? Uang?" Pria paruh baya itu menatap laki-laki di depannya dengan gusar."Kenapa setiap aku mengunjungimu, selalu uang yang ada dipikiranmu?" jawab lelaki itu tersenyum sinis."Lalu apa lagi jika bukan karena uang? Kamu selalu beralasan tentang uang untuk melindungi Faris. Melindungi yang bagaimana?" Pria itu menatap dalam padanya."Ayolah, Radit. Aku datang ke sini bukan karena uang lagi. Tapi aku butuh bantuanmu."Tuan Radit mengernyit heran. "Kau butuh bantuanku, Deri?""Iya. Tapi lebih tepatnya, temanku yang meminta bantuanmu," ujar Deri dengan menghisap rokoknya."Temanmu siapa?""Kamu masih ingat Simon?" Deri menatap dalam Tuan Radit.Wajah Tuan Radit berubah kaku. "Simon ... preman jalanan itu? Pria yang dekat dengan Devira, istriku?" Dia terlihat tidak suka."Come on, Radit. Kita berdua juga tahu, Simon bukan selingkuhan Devira, kakakku. Bukankah istrimu-