แชร์

TANGGALKAN SELURUH PAKAIANMU

ผู้เขียน: Kak Upe
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-07-04 19:13:27

Gilea selesai mengenakan pakaiannya di dalam kamar mandi. Sudah menjadi kebiasaan baru sejak malam kelam itu—malam ketika paksa menggantikan sentuhan. Ia tidak pernah lagi berpakaian di kamar, terutama jika Bumi ada di dalamnya.

Trauma tidak datang sebagai teriakan. Ia datang sebagai kebiasaan yang diubah tanpa sadar.

Seperti kata orang, kita tidak pernah tahu kapan jam makan siang para buaya. Sungai bisa terlihat tenang di permukaan—tapi Gilea belajar untuk tidak turun ke dalamnya. Tidak lagi.

Keluar dari kamar mandi, mata Gilea langsung menyapu seluruh sudut kamar. Dan Kosong.

Tidak ada Bumi. Padahal tadi, saat ia masuk, jelas- jelas pria itu masih terbaring di atas ranjang dengan mata terpejam.

Kenapa dia bisa tiba-tiba menghilang? Bagaimana ini?! Mata Gilea terpaku pada jam dinding. Jarum panjang seolah bergerak lebih cepat dari biasanya. Waktu semakin menyempit, dan siang ini adalah batas akhir penyerahan dana itu.

Dengan langkah gusar, Gilea membuka pintu kamar. Mungkin Bumi tur
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทล่าสุด

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   (21+) SEBUT NAMAKU, SAYANG

    Udara di dalam ruangan tiba-tara terasa lebih berat, seolah terisap oleh intensitas tatapan Bumi yang tak berkedip. Gilea berdiri di tengah ruangan, jari-jarinya gemetar di sisi tubuhnya. Perintah itu menggantung di antara mereka—mendominasi, tegas, tak terbantahkan.Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan detak jantung yang berdegup kencang. Ini harga yang harus dibayar, bisiknya dalam hati.Dengan gerakan lambat, jemarinya meraih kancing blazer-nya satu per satu. Suara gesekan kain terdengar nyaris memekakkan telinga di keheningan yang mencekam. Blazer itu jatuh ke lantai dengan suara lembut, diikuti oleh hem yang ia kendurkan dari pinggangnya.Bumi tak bergerak. Dia hanya duduk di sana, menyandarkan tubuh ke sofa dengan sikap seorang raja yang sedang menikmati persembahan. Matanya—gelap, dalam, penuh nafsu yang tertahan—mengikuti setiap gerakan Gilea dengan ketelitian yang membuat kulitnya merinding."Sekalian," bisiknya, suaranya serak. "Jangan buang waktuku."Gilea men

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   TANGGALKAN SELURUH PAKAIANMU

    Gilea selesai mengenakan pakaiannya di dalam kamar mandi. Sudah menjadi kebiasaan baru sejak malam kelam itu—malam ketika paksa menggantikan sentuhan. Ia tidak pernah lagi berpakaian di kamar, terutama jika Bumi ada di dalamnya.Trauma tidak datang sebagai teriakan. Ia datang sebagai kebiasaan yang diubah tanpa sadar.Seperti kata orang, kita tidak pernah tahu kapan jam makan siang para buaya. Sungai bisa terlihat tenang di permukaan—tapi Gilea belajar untuk tidak turun ke dalamnya. Tidak lagi.Keluar dari kamar mandi, mata Gilea langsung menyapu seluruh sudut kamar. Dan Kosong.Tidak ada Bumi. Padahal tadi, saat ia masuk, jelas- jelas pria itu masih terbaring di atas ranjang dengan mata terpejam.Kenapa dia bisa tiba-tiba menghilang? Bagaimana ini?! Mata Gilea terpaku pada jam dinding. Jarum panjang seolah bergerak lebih cepat dari biasanya. Waktu semakin menyempit, dan siang ini adalah batas akhir penyerahan dana itu.Dengan langkah gusar, Gilea membuka pintu kamar. Mungkin Bumi tur

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   TERTUNDA

    Malam sudah larut. Udara mulai dingin, dan langit gelap pekat tanpa bintang. Mobil keluarga Wijaya berhenti perlahan di halaman rumah Bumi, lampunya menyala redup sebelum akhirnya dimatikan. Gilea membuka pintu mobil dengan gerakan pelan. Di tengah kekusutan hatinya, ia masih sempat menoleh ke arah kursi pengemudi dan berkata, “Terima kasih, Pak Larno. Lea masuk dulu. Hati-hati, ya... ini sudah malam. Jangan ngebut.” Kalimat itu terucap lembut, tapi jelas. Perhatian kecil yang tercipta bahkan saat pikirannya sedang penuh. Ya, begitulah Gilea. Sesulit apa pun hidup yang ia jalani, ia tetap menyisakan ruang untuk peduli. Bahkan dalam situasi tak menentu seperti sekarang, empatinya tak pernah hilang. Pak Larno menatapnya melalui kaca spion, ragu. “Baik, Non Lea. Tapi… apa tidak Bapak tunggu Non masuk dulu, baru Bapak pergi?” ucapnya sambil memutar tubuh sedikit, khawatir meninggalkan Gilea sendirian. Gilea menggeleng pelan dan tersenyum tipis. “Tidak apa-apa. Saya tahu kode akses ma

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   BEBAN YANG TIBA-TIBA

    "Kau yakin tak mau kuantar pulang, my little Lili?" tanya Daniel sekali lagi, suaranya lembut tapi masih memuat desakan manis yang tak sepenuhnya bisa diabaikan.Gilea hanya mengangguk pelan dan tersenyum sopan, enggan memperpanjang momen itu."Baiklah kalau begitu. Aku akan menghubungimu lagi. Nomor ponselmu sudah aku simpan." Daniel memperlihatkan layarnya, seolah sedang memamerkan tiket keberuntungan yang baru saja dimenangkan.Lalu ia menoleh ke arah Bumi. Senyumnya masih lebar. "Baiklah, Tuan Bumi. Aku menunggu keputusanmu. Aku sangat yakin kerja sama ini akan menarik perhatian. Ini bukan proyek biasa. Bahkan Tuan Zee dari Hardata Cooperation bisa saja tertarik berinvestasi. Aku percaya ini akan besar."Dengan penuh percaya diri, Daniel mengulurkan tangan ke arah Bumi."Wakilku, Damian, akan menghubungimu nanti," jawab Bumi datar. Tangannya menyambut jabatan itu, tapi matanya tetap dingin.Dia memang tak pandai menyembunyikan perasaannya—dan pada Daniel, rasa tidak suka itu muncu

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   SEMAKIN DEKAT

    Bumi menyandarkan kepala ke jok kulit yang lembut, napasnya baru saja kembali teratur setelah percakapan dengan Max. Kabar itu—kabar yang bahkan bisa membuat darahnya yang mendidih tadi mendingin seketika—telah mengusir awan gelap di kepalanya.“Sebentar lagi...” bibirnya berbisik hampir tak terdengar, sementara jari-jarinya mengetuk-ngetuk setir dengan ritme kemenangan.Dia melirik ke kaca spion. Di sana, Gilea duduk bagai patung yang diukir dari es, wajahnya tak berubah meski mobil mewah itu meluncur di jalanan yang panas.Rolls-Royce Phantom hitam mereka—si pembisik jalanan yang selalu membuat kepala orang menoleh—kini berhenti dengan anggun di depan lobi Grand Hyatt.“Kita sampai,” ucap Bumi, sengaja menggunakan kata kita kali ini. Matanya menatap Gilea lewat kaca spion, menunggu—apakah wanita itu akan tetap diam.“Baik, Tuan Bee.”Suara Gilea datar seperti air mengalir, tanpa getaran emosi sedikit pun. Dia melangkah keluar dengan gerakan sempurna—tidak terlalu cepat hingga terkes

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   TERBAKAR API CEMBURU

    “Mau sampai kapan kau di sini, Maria?” suara Anita terdengar datar, namun tak bisa menyembunyikan nada kesal yang menebal. “Kenapa kau tidak pulang ke keluargamu saja? Atau… kembali ke Bee? Aku rasa dia akan menerimamu. Dia masih mencintaimu, bukan?""Lagi pula, tidak ada salahnya mengatakan kau menyesal atas tindakan cerobohmu." tambahnya sambil membersihkan tangan di celemeknya.Maria tidak segera menjawab. Asap cerutunya membentuk lingkaran sempurna di udara sebelum akhirnya dihancurkan oleh hembusan nafas Anita yang kesal."Aku akan menunggu Daniel sampai langit ini runtuh," akhirnya Maria bersuara, jari-jarinya yang berpernis merah mengetuk-ngetuk lengan kursi seperti detak jam waktu. "Dia tidak bisa meninggalkan ku begitu saja setelah semua aku korbankan demi bisa bersamanya. Tidak! Aku tidak akan menyerah begitu saja!" Tolak Maria, sambil menyilangkan kaki dan menghisap kembali cerutu kesukaannya.Anita menyeringai. Rumahnya sendiri kini berbau tembakau murah dan parfum Maria y

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status