Cahaya matahari pagi menyusup melalui jendela kayu yang terbuka, menyinari wajah Huànyǐng yang masih terlelap. Kicauan burung-burung kecil bersahut-sahutan di antara ranting-ranting pohon wisteria yang rimbun. Suara gemericik air terjun yang mengalir jernih terdengar dari kejauhan, berpadu dengan hembusan angin yang membawa aroma manis bunga wisteria.
"Air terjun..." gumam Huànyǐng sambil berbalik dan merapatkan selimut tipis yang menutupi tubuhnya.Aroma bunga wisteria yang begitu khas, suara air terjun di tengah keheningan pagi, semua hal yang begitu akrab dan telah lama dirindukannya. Samar-samar terdengar bunyi guqin yang merdu mengalun pelan, seolah menyambut kedatangannya kembali."Chénxī..."Dan tiba-tiba dia tersadar. Matanya terbuka lebar.Wisteria... Air terjun... Guqin... Semua ini hanya ada di Zǐténg Lán, Lembah Wisteria!Huànyǐng segera bangkit dengan tergesa-gesa, melemparkan selimutnya ke sembarang arah dan berlariHuànyǐng terbangun ketika langit sudah mulai gelap. Matanya yang masih berat perlahan terbuka, menatap langit-langit kamar yang familiar. Dia berada di Zǐténg Lan, tempat yang telah menjadi rumahnya bersama Tiānyin selama beberapa bulan terakhir.Sesuatu yang hangat dan berbulu melingkar di kakinya. Yu Shi, kucing spiritual putihnya, berbaring dengan tenang sambil sesekali menggerakkan ekornya. Mata keemasan kucing itu menatap wajah tuannya dengan penuh perhatian."Yu Shi..." Huànyǐng menyentuh bulu halus kucing itu dengan lembut, merasakan kehangatan yang sedikit menenangkan hatinya yang masih terluka."Kau sudah sadar?" Yu Shi menggeliat dan mengeong pelan, suaranya terdengar lembut namun penuh kekhawatiran.Huànyǐng mengangguk pelan. Kepalanya masih terasa berat dan dadanya sesak ketika mengingat kejadian kemarin. Bi Hai Wan yang hancur, keluarganya yang terbaring tak bernyawa, dan Jiàn Shui yang menyegel tempat kelahirannya untuk selamanya.
Tiānyin perlahan membawa Huànyǐng kembali ke tempat Jiàn Shui terbaring. Tubuh pemuda bermata ungu itu bergetar hebat, masih belum bisa menerima kenyataan pahit yang menimpanya. Matanya menatap kosong pada kakak ketiganya yang terbaring lemah dengan napas yang semakin pendek."A Ying," panggil Jiàn Shui dengan suara yang hampir seperti bisikan angin. Tangannya yang dingin berusaha meraih pipi adiknya yang basah oleh air mata. "Aku harus menyegel Bi Hai Wan.""Jangan, San Gē!" Huànyǐng langsung memeluk tubuh tak berdaya kakak ketiganya itu dengan erat, takut kehilangan satu-satunya keluarga yang masih tersisa. "Jangan tinggalkan aku! Kumohon!"Jiàn Shui tersenyum lemah, membelai rambut hitam Huànyǐng dengan gerakan yang sangat lembut. Matanya yang mulai redup menatap wajah adik bungsunya dengan penuh kasih sayang."A Ying, jaga dirimu baik-baik! Adikku sayang!" bisiknya sambil terus membelai pipi Huànyǐng. Kemudian dia mulai merapal mantra dengan s
Sosok yang muncul dari balik pintu yang hancur bukanlah musuh, melainkan Líng Zhì bersama orang-orang Sekte Aliran Roh Suci. Jubah putih mereka ternoda darah dan debu, menandakan bahwa mereka juga baru saja mengalami pertarungan sengit."Yuè Èr Gōngzǐ, maafkan aku. Kami terlambat!" Líng Zhì berkata dengan napas tersengal-sengal, matanya yang biasanya tenang kini penuh penyesalan.Tetapi dia seketika jatuh terduduk ketika menyadari situasi mengerikan di sekitarnya. Matanya menyapu seluruh aula, mengenali satu per satu wajah-wajah yang tergeletak tidak bernyawa."Tiānyù Jiànzhàn," gumamnya ketika mengenali salah satu tubuh yang tergeletak di aula, dipenuhi luka dan darah yang mengering.Líng Zhì merangkak mendekati tubuh sahabatnya itu dan memeluknya dengan erat, air mata mengalir deras membasahi pipinya yang kotor."A Wei, A Wei," panggilnya sambil mengguncang tubuh yang sudah dingin itu, berharap ada keajaiba
Kota Shuifeng tampak seperti pemukiman hantu ketika Huànyǐng dan Tiānyin mendarat di ujung jalan utama. Jalanan yang biasanya ramai dengan pedagang dan kultivator kini sunyi senyap, hanya terdengar desiran angin dingin yang membawa serpihan salju. Rumah-rumah penduduk tertutup rapat, tidak ada satu pun cahaya yang menerangi jendela-jendela mereka. "Mereka semua bersembunyi," gumam Tiānyin sambil memindai sekeliling dengan mata biru esnya yang tajam. Huànyǐng tidak menjawab. Dadanya terasa sesak, dan insting kultivatornya memberikan peringatan bahwa sesuatu yang mengerikan telah terjadi di tempat ini. Tanpa menunggu, mereka bergegas menuju Bi Hai Wan yang berada di ujung kota. Semakin dekat mereka dengan kediaman Sekte Pemecah Langit, semakin jelas terlihat bahwa situasi telah berubah drastis. Pintu gerbang besar yang biasanya terbuka lebar untuk menyambut tamu kini tertutup rapat. Dua bilah pedang
Di Kediaman Aroma Wisteria, Huànyǐng berdiri kaku di tengah Zǐténg Lan. Bunga-bunga wisteria yang biasanya ungu cerah kini tampak suram tertutup salju, seolah ikut berduka atas tragedi yang menimpa seluruh Bìxiāo.Di hadapannya, seorang murid yunior Akademi Wisteria berlutut dengan tubuh bergetar—entah karena dingin atau ketakutan. Wajah pemuda itu pucat pasi, dan suaranya bergetar ketika dia melaporkan situasi terkini pada Yuè Tiānyin."Yuè Èr Gōngzǐ," katanya dengan suara yang hampir tidak terdengar. "Bi Hai Wan... Klan Jiàn dan Sekte Pemecah Langit... mereka...""Apa?" Huànyǐng menatap murid itu dengan mata yang mulai menyala. "Bi Hai Wan bagaimana?"Murid itu semakin menunduk, ketakutan sekaligus khawatir melihat perubahan raut wajah Huànyǐng."Mereka... mereka diserang oleh Bìxiāo Tiěwēi. Dan Yāo Ménzhǔ, Yāo Ming, serta kakak-beradik Qing... mereka telah dieksekusi di halaman ist
Di Bi Hai Wan, salju yang turun deras telah melapisi seluruh permukaan tanah dan lautan dengan warna putih bersih. Namun kini, putih itu tercampur dengan merah darah yang mengalir dari berbagai arah, menciptakan aliran sungai kematian yang bermuara ke Laut Teluk Biru. Wúshuāng Jian Shèng berdiri tegak di tengah halaman utama kediaman Sekte Pemecah Langit dengan pedang legendaris Tian Jiàn tertancap di lantai marmer. Jubah putihnya yang biasanya bersih kini ternoda darah—entah darahnya sendiri atau darah musuh yang telah dia kalahkan. Rambutnya yang panjang tergerai bebas, bergerak tertiup angin dingin yang membawa aroma kematian. Di sekitarnya, mayat-mayat anggota Bìxiāo Tiěwēi berserakan. Mereka datang dengan jumlah ratusan, tetapi kekuatan seorang Wúshuāng Jian Shèng bukanlah sesuatu yang bisa dikalahkan dengan mudah, bahkan oleh tentara kekaisaran terkuat sekalipun. Langkah kaki yang tenang ter