Suasana Lan Tian Gōng kembali mencekam ketika dua sosok familiar muncul di gerbang utama istana kekaisaran. Qing Yǔjiā dan Qing Héng Zhì berjalan dengan langkah mantap memasuki pelataran luas yang dipenuhi kultivator dari Akademi Bìxiāo dan Bìxiāo Tiěwēi.
Para kultivator segera mengepung kedua kakak beradik itu, pedang dan senjata spiritual mereka teracung siap menyerang. Namun tidak satupun dari mereka yang berani melangkah lebih dekat. Ada aura yang berbeda dari kedua pemuda itu—bukan aura permusuhan, melainkan ketenangan orang yang telah menerima takdirnya."Lepaskan mereka!"Suara tegas itu menggema di seluruh pelataran. Jìng Jūnlán Wángyé berdiri di anak tangga terakhir yang menuju aula utama Lan Tian Gōng, jubah sutera birunya berkibar tertiup angin pagi. Mata hitamnya menatap tajam pada para kultivator yang mengepung kedua tamu istana itu.Para kultivator segera mundur beberapa langkah, memberikan ruang bagi kedua kakak beradik Qing. MerekaKota Shuifeng tampak seperti pemukiman hantu ketika Huànyǐng dan Tiānyin mendarat di ujung jalan utama. Jalanan yang biasanya ramai dengan pedagang dan kultivator kini sunyi senyap, hanya terdengar desiran angin dingin yang membawa serpihan salju. Rumah-rumah penduduk tertutup rapat, tidak ada satu pun cahaya yang menerangi jendela-jendela mereka. "Mereka semua bersembunyi," gumam Tiānyin sambil memindai sekeliling dengan mata biru esnya yang tajam. Huànyǐng tidak menjawab. Dadanya terasa sesak, dan insting kultivatornya memberikan peringatan bahwa sesuatu yang mengerikan telah terjadi di tempat ini. Tanpa menunggu, mereka bergegas menuju Bi Hai Wan yang berada di ujung kota. Semakin dekat mereka dengan kediaman Sekte Pemecah Langit, semakin jelas terlihat bahwa situasi telah berubah drastis. Pintu gerbang besar yang biasanya terbuka lebar untuk menyambut tamu kini tertutup rapat. Dua bilah pedang
Di Kediaman Aroma Wisteria, Huànyǐng berdiri kaku di tengah Zǐténg Lan. Bunga-bunga wisteria yang biasanya ungu cerah kini tampak suram tertutup salju, seolah ikut berduka atas tragedi yang menimpa seluruh Bìxiāo.Di hadapannya, seorang murid yunior Akademi Wisteria berlutut dengan tubuh bergetar—entah karena dingin atau ketakutan. Wajah pemuda itu pucat pasi, dan suaranya bergetar ketika dia melaporkan situasi terkini pada Yuè Tiānyin."Yuè Èr Gōngzǐ," katanya dengan suara yang hampir tidak terdengar. "Bi Hai Wan... Klan Jiàn dan Sekte Pemecah Langit... mereka...""Apa?" Huànyǐng menatap murid itu dengan mata yang mulai menyala. "Bi Hai Wan bagaimana?"Murid itu semakin menunduk, ketakutan sekaligus khawatir melihat perubahan raut wajah Huànyǐng."Mereka... mereka diserang oleh Bìxiāo Tiěwēi. Dan Yāo Ménzhǔ, Yāo Ming, serta kakak-beradik Qing... mereka telah dieksekusi di halaman ist
Di Bi Hai Wan, salju yang turun deras telah melapisi seluruh permukaan tanah dan lautan dengan warna putih bersih. Namun kini, putih itu tercampur dengan merah darah yang mengalir dari berbagai arah, menciptakan aliran sungai kematian yang bermuara ke Laut Teluk Biru. Wúshuāng Jian Shèng berdiri tegak di tengah halaman utama kediaman Sekte Pemecah Langit dengan pedang legendaris Tian Jiàn tertancap di lantai marmer. Jubah putihnya yang biasanya bersih kini ternoda darah—entah darahnya sendiri atau darah musuh yang telah dia kalahkan. Rambutnya yang panjang tergerai bebas, bergerak tertiup angin dingin yang membawa aroma kematian. Di sekitarnya, mayat-mayat anggota Bìxiāo Tiěwēi berserakan. Mereka datang dengan jumlah ratusan, tetapi kekuatan seorang Wúshuāng Jian Shèng bukanlah sesuatu yang bisa dikalahkan dengan mudah, bahkan oleh tentara kekaisaran terkuat sekalipun. Langkah kaki yang tenang ter
Sementara itu, di Istana Pangeran Mahkota, Jìng Jūnlán Wángyé berdiri dengan gugup di depan pintu ruang kerja ayahnya. Kedua tangannya berkeringat dingin ketika dia mengetuk pintu dengan pelan."Masuk."Jìng Jūnlán Wángyé melangkah masuk dengan langkah yang hati-hati. Kaisar Yǔhàn sedang menulis sesuatu di atas meja kerjanya, tidak mengangkat kepala untuk menatap putranya."Ayahanda," suara Jìng Jūnlán Wángyé bergetar. "Hamba mohon Ayahanda mempertimbangkan kembali keputusan untuk menahan Yāo Ménzhǔ dan putranya. Mereka tidak melakukan kesalahan apa-apa."Kaisar Yǜhàn berhenti menulis. Perlahan, dia mengangkat kepala dan menatap putra mahkotanya dengan mata yang dingin."Jūnlán," suaranya datar. "Apakah kau juga ingin memberontak padaku?""Ayahanda, hamba tidak bermaksud—""Penjaga!" teriak Kaisar Yǔhàn. "Bawa Pangeran Mahkota kembali ke kediamannya. Mulai sekarang dia mendapat tahanan rumah!"Jìng Jūnlán Wángyé
Berita kematian Mo Chén menyebar dengan cepat ke seluruh pelosok Bìxiāo bagaikan api yang membakar padang kering. Di kediaman Sekte Seratus Ramuan, Yāo Ménzhǔ berdiri tegak di halaman utama dengan wajah yang memerah menahan amarah. Napas kasar keluar dari hidungnya yang bergetar, sementara kedua tangannya mengepal erat hingga buku-buku jarinya memutih."Ménzhǔ," suara Yāo Ming terdengar bergetar di belakangnya. Pemuda itu berlari menghampiri ayahnya dengan langkah yang tidak stabil. "Benarkah... Mo Chén Shīxiōng...""Ming-er." Suara Yāo Ménzhǔ parau, tertahan di tenggorokan. "Kita pergi ke Lan Tian Gōng. Sekarang juga."Perjalanan menuju istana terasa seperti melewati jurang kematian. Udara dingin dari salju yang terus turun membuat setiap helaan napas terlihat seperti kabut putih. Yāo Ménzhǔ dan Yāo Ming terbang dengan pedang kultivasi mereka, melintasi langit yang mendung dengan kecepatan penuh.Sesampainya di Lan Tian Gōng, mereka langsung meng
Kesunyian kembali menyelimuti mereka. Hanya suara lembut salju yang jatuh ke permukaan air dan angin yang berdesir di antara cabang-cabang wisteria. Huànyǐng tidak memaksa Tiānyin untuk menjawab. Sudah cukup lama mereka hidup bersama untuk memahami kapan pasangan kultivasi-nya itu membutuhkan waktu untuk mengatur pikiran.Tiba-tiba, melodi yang amat sedih mengalun dari kejauhan. Suara seruling vertikal yang familiar, tetapi tidak seperti biasanya. Jika biasanya Shènglài Xiǎo milik Héxié Zhìzūn mengumandangkan melodi yang tenang dan bijaksana, kali ini nadanya penuh dengan kesedihan yang mendalam. Setiap not yang terluncur terasa seperti tangisan yang tak terucap.Huànyǐng tersentak. "Ini... suara Shènglài Xiǎo. Tapi kenapa melodinya...""Chénxī," dia berkata dengan suara bergetar, "apa yang terjadi?"Kali ini Tiānyin benar-benar menoleh padanya. Perlahan, tangannya terangkat dan meraih kepala Huànyǐng, membimbingnya untuk bersandar di bahunya. Ger