Mo Yan menatap langit malam sebelum melanjutkan, suaranya sarat dengan kesedihan yang dalam.
"Kaisar Yǔhàn sangat takut terhadap ramalan langit karena ia tahu itu akan tetap terjadi padanya. Ia telah melakukan kesalahan sejak awal... dan akan berakhir dengan kesalahan. Sayangnya, kesalahannya itu harus ditanggung seluruh Bìxiāo."Huànyǐng menunduk, air mata kembali menggenang di pelupuk matanya. "Jadi ini semua sia-sia? Semuanya akan tetap hancur meski aku tak pernah dilahirkan?"Mo Yan meletakkan tangannya di bahu Huànyǐng. Sentuhan ringan tetapi penuh kekuatan. "Tidak ada yang sia-sia dalam takdir, Huànyǐng. Kau dilahirkan dengan tujuan. Dan mungkin, tujuan itu bukanlah untuk menyebabkan kehancuran, melainkan untuk memperbaiki apa yang telah rusak."Huànyǐng menatap Mo Yan, tidak mengerti sepenuhnya maksud ucapannya. Rasa bersalah masih begitu kuat mencengkeram hatinya."Kelak kau akan tahu..." Mo Yan melanjutkan, matanya memancarkan keTiānyin berjalan mendekati teras dengan langkah yang tegap dan berirama. Setiap gerakannya memancarkan keanggunan yang khas, sesuatu yang bahkan sulit ditiru oleh siapapun, bahkan oleh Héxié Zhìzūn atau Hòu Jūn yang telah lama mengamatinya. Ada ketenangan dalam langkahnya, seolah setiap jejak kaki telah diperhitungkan dengan matang."Aku kira kau akan membiarkanku kelaparan," keluh Huànyǐng dengan nada manja yang sudah menjadi kebiasaannya sejak dulu."Ayo masuk!" Tiānyin tidak menanggapi kelahannya, namun nada suaranya terdengar lembut. Dia mengisyaratkan Huànyǐng untuk mengikutinya kembali ke dalam kamar."Yuè Èr Gēge, kau memang yang paling mengerti diriku..." Huànyǐng bersorak gembira ketika mereka masuk ke dalam kamar dan Tiānyin mulai membuka keranjang bambu di atas meja rendah.Satu persatu hidangan dikeluarkan dengan hati-hati. Sup kepiting asparagus yang masih mengepul hangat, daging asam manis
Huànyǐng duduk bersila di hadapan meja rendah yang hanya dihiasi secawan teh yang telah lama tak mengepul. Uap hangat yang dulu membubung tipis kini telah sirna, meninggalkan cairan yang dingin dan pahit. Perutnya menggeliat lapar, mengingatkannya pada kenyataan bahwa sejak tadi sore dia belum menyantap apapun.Shengyuan tadi hanya berkata, "Dàoyì Zhenjun berkata tidak perlu menghidangkan makanan untuk Murong Gōngzǐ," setelah pemuda itu membantu mengatur pakaian gantinya. Kini dia sendirian di Shuǐyùn Tíng, kelaparan meski tubuhnya tak merasakan dingin berkat energi Heibing Hùfú yang masih mengalir dalam tubuh Murong Yi."Meow..." Yu Shi mengeong pelan dari sudut kamar, suaranya terdengar seperti bertanya."Ada apa?" Huànyǐng menoleh pada kucing spiritual berbulu putih itu dengan suara yang hampir berbisik.Yu Shi melompat dengan lincah ke pangkuannya, mata keemasan itu menatapnya dengan tatapan tajam yang khas kucing spiritual tingkat tinggi. "Hei bocah, kemana saja kau selama ini?"
"Chénxī, turunkan aku ya," pinta Huànyǐng memelas, suaranya berubah menjadi lembut dan penuh harap. "Aku tidak akan berbuat macam-macam, janjinya.""Sebentar lagi kita sampai," sahut Tiānyin mengabaikan permintaan Huànyǐng, langkahnya tidak melambat sedikit pun."Shuǐyùn Tíng, masih jauh," sahut Huànyǐng dengan nada yang mulai putus asa.Tiānyin berhenti di tengah jalan yang diapit oleh pohon-pohon bambu yang bergoyang lembut tertiup angin sore. Lalu dengan perlahan menurunkan Huànyǐng.Huànyǐng tersenyum senang lalu meregangkan tubuhnya yang terasa pegal setelah lama berada dalam posisi yang tidak nyaman. Dia menggerakkan leher dan bahunya untuk melemaskan otot-otot yang tegang."Chénxī, aku tinggal di Zǐténg Ju saja ya?" pintanya lagi dengan nada yang penuh harap.Tiānyin menggelengkan kepala dengan tegas, tatapannya dingin dan tidak bisa dibantah.
Héxié Zhìzūn tersenyum menatap sang adik yang tak bergeming meski orang yang dipanggulnya terus memukuli punggungnya dengan gerakan yang tidak beraturan. Tiānyin berjalan dengan langkah yang mantap, tidak terpengaruh sedikit pun oleh protes keras dari pemuda yang dipanggulnnya."Sepertinya Tiānyin sedang merasa sangat bahagia," gumamnya pelan lalu menggelengkan kepalanya dan melanjutkan langkahnya yang tadi sempat tertunda.Sementara itu Tiānyin membawa Huànyǐng masuk ke Kediaman Aroma Wisteria. Bangunan-bangunan bambu yang sederhana namun indah menjulang di antara pepohonan yang rimbun. Konstruksi bambu yang dianyam dengan rapi menampilkan keindahan arsitektur yang asri dan menyatu dengan alam.Mereka menaiki tangga batu yang menanjak, melewati jalan setapak berlapis batu yang dinaungi pohon wisteria. Cabang-cabang wisteria yang berbunga lebat membentuk lorong ungu yang memukau, kelopak-kelopak yang berguguran menari-nari di udara seperti hujan bunga.Aroma wisteria yang lembut berca
Huànyǐng menatap sosok berjubah biru langit itu dan tiba-tiba sebuah kerinduan menyeruak dalam hatinya yang membuatnya hampir tak sanggup menahan tangis. Héxié Zhìzūn, sahabat karib sang kakak, Jiàn Wéi, yang juga merupakan kakak Tiānyin dan sudah dianggap sebagai kakak olehnya."Héxié Zhìzūn," gumamnya pelan, suaranya bergetar menahan haru.Tiānyin mengangguk lalu mengajak Huànyǐng mendekat. Langkah mereka melambat, seolah enggan mengganggu ketenangan sore yang mulai turun."Xiōngzhǎng!" dengan sopan Tiānyin memberi hormat diikuti murid-muridnya yang mengekor di belakang.Héxié Zhìzūn tersenyum lembut, matanya yang bijaksana menatap ramah pemuda bertopeng jelek di sebelah Tiānyin. "Kau membawa tamu rupanya!" ucapnya dengan nada hangat yang khas.Tiba-tiba saja, tanpa bisa dicegah oleh Tiānyin, Huànyǐng menubruk Héxié Zhìzūn dengan gerakan yang tak terkendali. Tubuhnya yang masih lema
Perahu kayu kecil bergoyang perlahan saat menyentuh dermaga batu di tepi Sungai Ungu Gelap. Tiānyin segera berdiri dan mengulurkan tangannya untuk membantu Huànyǐng turun dari perahu. Langit sore mewarnai permukaan air dengan kilau keemasan yang memukau."Aku bisa berjalan sendiri, Chénxī," bisik Huànyǐng lirih, meski tangannya berpegangan erat di pinggang pria itu.Tiānyin tidak berkata apa-apa dan hanya memapahnya dengan hati-hati. Gerakan kakinya stabil, memastikan Huànyǐng tidak terjatuh saat melangkah di atas dermaga batu yang licin.Para yunior mengikuti mereka dengan patuh dan diam, meski ada banyak pertanyaan berkelebat di benak mereka. Hòu Jūn dan Shengyuan saling bertukar pandang, masih penasaran mengapa guru mereka begitu perhatian pada pemuda bertopeng jelek yang tampak aneh itu.Huànyǐng melirik mereka dan tersenyum kecil di balik topengnya. "Mereka sangat patuh, sama seperti dirimu dulu," ucapnya pelan sambil memandang kedua pemuda yang berjalan di belakang mereka.Tiāny