"Jiějie!"
"Tángmèi!" "Qing Gūniang!" Teriakan-teriakan histeris pecah bersamaan dari berbagai penjuru aula. Nenek Qing dan orang-orang Yinluo Chéng berteriak dengan panik melihat gadis yang mereka sayangi terluka. Qing Héng Zhì yang melihat kakaknya terluka langsung kehilangan kendali. Amarah yang telah tertahan meledak dengan dahsyat. Mata hitamnya berubah merah, kekuatan fisik yang luar biasa mengalir di seluruh tubuhnya. Dengan gerakan bagai kilat, pemuda itu menyerang Kaisar Yǔhàn. Tangannya mengepal dengan kekuatan yang bisa menghancurkan batu, bergerak dengan kecepatan yang mengejutkan semua orang Sayangnya, sekuat apapun fisiknya, kekuatan murni tanpa kultivasi tingkat tinggi tetap tak sebanding dengan energi empat elemen seorang kultivator di tingkat Hehua seperti Kaisar Yǔhàn. Tubuh Qing Héng Zhì terpental dengan keras, hampir menabrak pilar marmer yang sama dengan kakaknya.<Di Kediaman Aroma Wisteria, Huànyǐng berdiri kaku di tengah Zǐténg Lan. Bunga-bunga wisteria yang biasanya ungu cerah kini tampak suram tertutup salju, seolah ikut berduka atas tragedi yang menimpa seluruh Bìxiāo.Di hadapannya, seorang murid yunior Akademi Wisteria berlutut dengan tubuh bergetar—entah karena dingin atau ketakutan. Wajah pemuda itu pucat pasi, dan suaranya bergetar ketika dia melaporkan situasi terkini pada Yuè Tiānyin."Yuè Èr Gōngzǐ," katanya dengan suara yang hampir tidak terdengar. "Bi Hai Wan... Klan Jiàn dan Sekte Pemecah Langit... mereka...""Apa?" Huànyǐng menatap murid itu dengan mata yang mulai menyala. "Bi Hai Wan bagaimana?"Murid itu semakin menunduk, ketakutan sekaligus khawatir melihat perubahan raut wajah Huànyǐng."Mereka... mereka diserang oleh Bìxiāo Tiěwēi. Dan Yāo Ménzhǔ, Yāo Ming, serta kakak-beradik Qing... mereka telah dieksekusi di halaman ist
Di Bi Hai Wan, salju yang turun deras telah melapisi seluruh permukaan tanah dan lautan dengan warna putih bersih. Namun kini, putih itu tercampur dengan merah darah yang mengalir dari berbagai arah, menciptakan aliran sungai kematian yang bermuara ke Laut Teluk Biru. Wúshuāng Jian Shèng berdiri tegak di tengah halaman utama kediaman Sekte Pemecah Langit dengan pedang legendaris Tian Jiàn tertancap di lantai marmer. Jubah putihnya yang biasanya bersih kini ternoda darah—entah darahnya sendiri atau darah musuh yang telah dia kalahkan. Rambutnya yang panjang tergerai bebas, bergerak tertiup angin dingin yang membawa aroma kematian. Di sekitarnya, mayat-mayat anggota Bìxiāo Tiěwēi berserakan. Mereka datang dengan jumlah ratusan, tetapi kekuatan seorang Wúshuāng Jian Shèng bukanlah sesuatu yang bisa dikalahkan dengan mudah, bahkan oleh tentara kekaisaran terkuat sekalipun. Langkah kaki yang tenang ter
Sementara itu, di Istana Pangeran Mahkota, Jìng Jūnlán Wángyé berdiri dengan gugup di depan pintu ruang kerja ayahnya. Kedua tangannya berkeringat dingin ketika dia mengetuk pintu dengan pelan."Masuk."Jìng Jūnlán Wángyé melangkah masuk dengan langkah yang hati-hati. Kaisar Yǔhàn sedang menulis sesuatu di atas meja kerjanya, tidak mengangkat kepala untuk menatap putranya."Ayahanda," suara Jìng Jūnlán Wángyé bergetar. "Hamba mohon Ayahanda mempertimbangkan kembali keputusan untuk menahan Yāo Ménzhǔ dan putranya. Mereka tidak melakukan kesalahan apa-apa."Kaisar Yǜhàn berhenti menulis. Perlahan, dia mengangkat kepala dan menatap putra mahkotanya dengan mata yang dingin."Jūnlán," suaranya datar. "Apakah kau juga ingin memberontak padaku?""Ayahanda, hamba tidak bermaksud—""Penjaga!" teriak Kaisar Yǔhàn. "Bawa Pangeran Mahkota kembali ke kediamannya. Mulai sekarang dia mendapat tahanan rumah!"Jìng Jūnlán Wángyé
Berita kematian Mo Chén menyebar dengan cepat ke seluruh pelosok Bìxiāo bagaikan api yang membakar padang kering. Di kediaman Sekte Seratus Ramuan, Yāo Ménzhǔ berdiri tegak di halaman utama dengan wajah yang memerah menahan amarah. Napas kasar keluar dari hidungnya yang bergetar, sementara kedua tangannya mengepal erat hingga buku-buku jarinya memutih."Ménzhǔ," suara Yāo Ming terdengar bergetar di belakangnya. Pemuda itu berlari menghampiri ayahnya dengan langkah yang tidak stabil. "Benarkah... Mo Chén Shīxiōng...""Ming-er." Suara Yāo Ménzhǔ parau, tertahan di tenggorokan. "Kita pergi ke Lan Tian Gōng. Sekarang juga."Perjalanan menuju istana terasa seperti melewati jurang kematian. Udara dingin dari salju yang terus turun membuat setiap helaan napas terlihat seperti kabut putih. Yāo Ménzhǔ dan Yāo Ming terbang dengan pedang kultivasi mereka, melintasi langit yang mendung dengan kecepatan penuh.Sesampainya di Lan Tian Gōng, mereka langsung meng
Kesunyian kembali menyelimuti mereka. Hanya suara lembut salju yang jatuh ke permukaan air dan angin yang berdesir di antara cabang-cabang wisteria. Huànyǐng tidak memaksa Tiānyin untuk menjawab. Sudah cukup lama mereka hidup bersama untuk memahami kapan pasangan kultivasi-nya itu membutuhkan waktu untuk mengatur pikiran.Tiba-tiba, melodi yang amat sedih mengalun dari kejauhan. Suara seruling vertikal yang familiar, tetapi tidak seperti biasanya. Jika biasanya Shènglài Xiǎo milik Héxié Zhìzūn mengumandangkan melodi yang tenang dan bijaksana, kali ini nadanya penuh dengan kesedihan yang mendalam. Setiap not yang terluncur terasa seperti tangisan yang tak terucap.Huànyǐng tersentak. "Ini... suara Shènglài Xiǎo. Tapi kenapa melodinya...""Chénxī," dia berkata dengan suara bergetar, "apa yang terjadi?"Kali ini Tiānyin benar-benar menoleh padanya. Perlahan, tangannya terangkat dan meraih kepala Huànyǐng, membimbingnya untuk bersandar di bahunya. Ger
Hawa dingin menyusup masuk melalui celah jendela yang sedikit terbuka, menggigit jari-jari kaki Huànyǐng yang menjuntai keluar dari selimut tebal. Pemuda itu menggeliat dalam tidur, mencoba menarik kakinya kembali ke dalam kehangatan. Namun, hawa dingin yang tak biasa itu terus menusuk hingga ke tulang.Mata Huànyǐng terbuka perlahan. Cahaya pagi yang masuk ke kamarnya terasa berbeda—lebih redup, lebih pucat. Dia mengucek mata dengan punggung tangan, masih setengah sadar, ketika pandangannya tertangkap oleh sesuatu yang mustahil.Butiran putih halus melayang-layang di luar jendela, turun dengan gemulai seperti kelopak bunga pir yang gugur."Salju?" Suaranya serak, masih terbawa kantuk. Dia duduk tegak dengan cepat, selimut melorot dari bahu. "Tidak mungkin."Huànyǐng melompat dari tempat tidur dengan gerakan tiba-tiba yang membuat Yu Shi—yang sedang meringkuk nyaman di ujung kasur—terbangun dengan tidak