Share

BAB 17 Di tengah Hujan

Limey menyentuh lengan Amon dengan lembut, lalu melepaskan cengkraman tangan Amon. “Tuan, di dunia ini saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada kami berdua. Saya tidak bisa silat, tapi Kinan berbeda. Bagi saya, kakak saya sangat penting, Untuk seterusnya pun, saya hanya bisa percaya pada tuan. Karena itu tuan tidak boleh mati…..” ucap Limey.

 “Khu…ha.ha.ha.ha, aku jadi tidak bisa memberi komentar atas tindakanmu tadi. Apa itu tindakan cerdas, atau tindakan tolol.” Amon tertawa, namun dia merasakan dadanya sesak dan sakit.

“Tuan tidak perlu mengomentarinya….” Limey menatap kea rah Amon, lalu dengan halus berucap kembali, “tapi, saya pasti akan menolong tuan. Bagi saya tuan masih sangat berguna, dan saya pun bisa berguna untuk tuan.”

“Tapi bocah, aku tidak suka berhutang. Aku tidak akan menganggap yang tadi itu hutang!” Amon meludah, yang keluar hanya cipratan darah.

Limey menggeleng, “Tidak perlu, hanya saja tuan harus tetap tepati janji tuan. Untuk Kak Kinan. Dengan begitu, saya akan menganggap bahwa kita berdua tidak saling berhutang.”

 Amon terdiam, dipandanginya Limey. Mata biru gadis itu tampak sungguh-sungguh dan penuh tekat.  Mata yang sangat indah dan sebenarnya mata yang langka. Amon tidak pernah melihat seseorang memiliki mata biru selama hidupnya, dan baru kali ini dia melihat mata seindah itu. Seolah warna biru itu menghisapnya untuk patuh. Amon tertunduk, menghela napas lalu tersenyum. Mendadak hujan turun perlahan-lahan. Limey kaget langsung menengadahkan kepala.

“Gawat…” desis Limey. “Hujan” erangnya, lalu kemudian segera menarik tangan Amon dan meletakkannya di pundak, “Tuan…kita harus cari tempat berteduh!”

Pikiran gadis itu sudah mulai liar menduga-duga. Hujan bisa memperburuk keadaan. Suhu yang dingin bisa membuat nyawa sang tuan dalam bahaya. Amon berjalan terpincang-pincang di sisi gadis itu, napas Amon memburu, dan air sudah melimpahi kepala dan pundaknya. Sesaat Amon merasa suhu air terasa sangat dingin seperti es.

Limey terus berjalan, memaksa menyeret Amon yang lemah. Dia harus mencari tempat berteduh bagaimanapun caranya. Hujan sangat berbahaya. Gadis itu celingukan kiri dan kanan, yang dia dapat hanya rimbunan pohon dan semak belukar, namun belum menemukan tempat berteduh yang memadai. Setelah mencari beberapa saat, mata Limey tertuju pada sebuah cekungan di balik bebatuan. Dengan segera gadis itu mendekat. Bila dugaannya tidak salah, itu adalah goa. Kalaupun tidak, cekungan itu cukup untuk tempat berteduh sementara.

Ketika mereka semakin dekat, harapan Limey menjadi kenyataan. Ternyata tempat itu adalah goa. Cukup besar dan dalam.

“Tuan Goa!!” seru Limey girang. Amon yang masih terengah-engah karena merasakan mulai kehilangan kekuatannya hanya bereaksi sedikit. Hujan kini sudah mulai deras.

Limey membawa Amon masuk, meletakkannya di sisi goa, menyenderkannya dengan hati-hati. Baju Amon penuh darah yang kini menjadi basah oleh hujan.

Amon mendadak mengigil, air hujan dan luka serta kehilangan banyak darah membuat dia mulai kedinginan. Bahkan Amon sendiri tidak bisa mengerahkan tenaga dalamnya hanya sekedar untuk menghangatkan diri. Tubuhnya bergetar hebat.

“Dingin…”erang Amon sambil melingkarkan tangannya ke dada, namun itu tidak mengurangi rasa dinginnya, tapi malah menimbulkan nyeri.

Limey segera mendekat ke arah Amon, dengan cermat diperiksanya Amon. Kepala, tangan, ketiak dan luka di beberapa tubuh Amon. Suhu tubuh Amon menurun dengan sangat cepat.

“Gejala syok” bisik Limey pada diri sendiri. Gejala itu muncul karena kehilangan banyak darah.

“Tuan…..tuan…” Limey menepuk-nepuk pipi Amon  memastikan bahwa Amon tidak teridur atau hilang kesadaran, tapi Amon tetap gemetar kedinginan, matanya pun terlihat mulai mengecil hampir hilang kesadaran.

Ini Gawat! Pikir Limey. Membiarkan seseorang dengan gejala syok tertidur akan mempercepat kematian mereka. Tubuh penderita akan semakin menurun suhunya, dan kemudian penderita bisa saja sewaktu-waktu berhenti bernapas.

Pikir Mey…pikir! Limey memaksa dirinya sendiri untuk segera mencari cara. Dia tidak bisa membiarkan Amon mati. Tidak sekarang. Tubuh Amon masih gemetaran. Bibirnya mulai membiru. Lelaki ini kondisinya memburuk, bukan hanya luka luar yang dideritanya namun luka dalam menggerogoti kondisi Amon.

Satu-satunya cara membuat api. Tapi tidak mungkin membuat api, disini tidak ada kayu bakar. Tubuh Amon harus dihangatkan. Limey terlihat panik, lalu kemudian terpikir sesuatu. Napasnya menghela berat. Bila tidak bisa membuat api, ada satu cara lagi agar bisa mengembalikan suhu tubuh manusia. Yaitu dengan menggunakan suhu tubuh manusia lainnya, terlebih lawan jenis.

Limey pernah membacanya bagaimana  seseorang berusaha bertahan dari hawa dingin di gunung es, dan mereka memilih untuk saling berpelukan.

 Limey menghela napas, gadis itu kemudian melakukan sesuatu yang diyakininya hanya sebagai salah satu jalan terbaik saat ini. Dia mulai membuka pakaiannya. Amon terkejut ketika melihat Limey melepas pakaiannya.

“Kau…..ma—u…a—pa?” suara Amon gemetaran.

“Mentransfer panas tubuh. Untuk menghangatkan tubuh manusia, paling bagus dengan panas tubuh manusia lainnya.” Limey segera menanggalkan seluruh pakaiannya hingga hampir telanjang. LImey pun mendekat ke arah Amon, membuka pakaian Amon yang basah helai demi helai. lalu dengan perlahan Limey mulai mengeringkan tubuh Amon menggunakan pakaian LImey.

Amon menatap LImey, pikirannya menjadi kacau. baru kali ini dia melihat tubuh perempuan dalam keadaan nyaris bugil. Limey melepas bra yang dikenakannya, sehingga kedua belah payudaranya terlihat.

Amon tercekat. kini, Limey mendekat lalu memeluk Amon, mengetatkan kulitnya dan kulit AMon untuk saling bersentuhan.

AMon dapat merasakan aliran hangat menjalari tubuhnya. rasa mengigilnya mulai berkurang karena dia dapat merasakan aroma harus dan panas tubuh Limey yang menggenjot panas tubuhnya naik.

Limey menarik pakaiannya untuk menyelubungi tubuhnya dan Amon, melindungi dari udara dingin yang masih berhembus bersama hujan.

sunyi dan hanya terdengar suara deras hujan dan detak jantungnya sendiri. AMon merasa nyaman. ternyata tubuh perempuan sehalus sutra dan hangat seperti bara api.

“Kurang hangatkah?” tanya Limey berbisik. Gadis itu semakin mendekat ke arah tubuh Amon, merapat demikian erat. 

tangan Amon bergerak, menyentuh kulit Limey yang lembut, ada sesuatu yang menjalar dan bergerak di bawah perutnya. Lalu dengan segera, ditariknya pinggang LImey hingga tubuh gadis itu semakin ketat dalam dekapan Amon. payudaranya yang putih dan lembut mengempit dada Amon.

perlahan-lahan rasa gemetar yang semula tidak tertahankan kini mereda. yang ada hanya rasa nyaman seperti duduk di pinggiran api unggun.

Limey menatap wajah Amon yang demikian dekat, begitupun AMon. mata keduanya bertemu.

selama hidup Amon, di dalam kesendirian petualangannya, dan perasaan bebas, kini pemuda itu merasa seperti terperangkap. tertanggap oleh mata berwarna biru itu. 

napas keduanya seolah seirama, dan keduanya dapat mendengar detak jantung masing masing yang seperti ketukan dengan nuansa irama indah.

Hujan di luar sangat lebat, suaranya demikian keras dan menggema di dalam gua. Sedangkan Kinan sedang berlari menuju rumah tabib dan pingsan di depan pintu rumah sang tabib.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status