Limey menyentuh lengan Amon dengan lembut, lalu melepaskan cengkraman tangan Amon. “Tuan, di dunia ini saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada kami berdua. Saya tidak bisa silat, tapi Kinan berbeda. Bagi saya, kakak saya sangat penting, Untuk seterusnya pun, saya hanya bisa percaya pada tuan. Karena itu tuan tidak boleh mati…..” ucap Limey.
“Khu…ha.ha.ha.ha, aku jadi tidak bisa memberi komentar atas tindakanmu tadi. Apa itu tindakan cerdas, atau tindakan tolol.” Amon tertawa, namun dia merasakan dadanya sesak dan sakit.
“Tuan tidak perlu mengomentarinya….” Limey menatap kea rah Amon, lalu dengan halus berucap kembali, “tapi, saya pasti akan menolong tuan. Bagi saya tuan masih sangat berguna, dan saya pun bisa berguna untuk tuan.”
“Tapi bocah, aku tidak suka berhutang. Aku tidak akan menganggap yang tadi itu hutang!” Amon meludah, yang keluar hanya cipratan darah.
Limey menggeleng, “Tidak perlu, hanya saja tuan harus tetap tepati janji tuan. Untuk Kak Kinan. Dengan begitu, saya akan menganggap bahwa kita berdua tidak saling berhutang.”
Amon terdiam, dipandanginya Limey. Mata biru gadis itu tampak sungguh-sungguh dan penuh tekat. Mata yang sangat indah dan sebenarnya mata yang langka. Amon tidak pernah melihat seseorang memiliki mata biru selama hidupnya, dan baru kali ini dia melihat mata seindah itu. Seolah warna biru itu menghisapnya untuk patuh. Amon tertunduk, menghela napas lalu tersenyum. Mendadak hujan turun perlahan-lahan. Limey kaget langsung menengadahkan kepala.
“Gawat…” desis Limey. “Hujan” erangnya, lalu kemudian segera menarik tangan Amon dan meletakkannya di pundak, “Tuan…kita harus cari tempat berteduh!”
Pikiran gadis itu sudah mulai liar menduga-duga. Hujan bisa memperburuk keadaan. Suhu yang dingin bisa membuat nyawa sang tuan dalam bahaya. Amon berjalan terpincang-pincang di sisi gadis itu, napas Amon memburu, dan air sudah melimpahi kepala dan pundaknya. Sesaat Amon merasa suhu air terasa sangat dingin seperti es.
Limey terus berjalan, memaksa menyeret Amon yang lemah. Dia harus mencari tempat berteduh bagaimanapun caranya. Hujan sangat berbahaya. Gadis itu celingukan kiri dan kanan, yang dia dapat hanya rimbunan pohon dan semak belukar, namun belum menemukan tempat berteduh yang memadai. Setelah mencari beberapa saat, mata Limey tertuju pada sebuah cekungan di balik bebatuan. Dengan segera gadis itu mendekat. Bila dugaannya tidak salah, itu adalah goa. Kalaupun tidak, cekungan itu cukup untuk tempat berteduh sementara.
Ketika mereka semakin dekat, harapan Limey menjadi kenyataan. Ternyata tempat itu adalah goa. Cukup besar dan dalam.
“Tuan Goa!!” seru Limey girang. Amon yang masih terengah-engah karena merasakan mulai kehilangan kekuatannya hanya bereaksi sedikit. Hujan kini sudah mulai deras.
Limey membawa Amon masuk, meletakkannya di sisi goa, menyenderkannya dengan hati-hati. Baju Amon penuh darah yang kini menjadi basah oleh hujan.
Amon mendadak mengigil, air hujan dan luka serta kehilangan banyak darah membuat dia mulai kedinginan. Bahkan Amon sendiri tidak bisa mengerahkan tenaga dalamnya hanya sekedar untuk menghangatkan diri. Tubuhnya bergetar hebat.
“Dingin…”erang Amon sambil melingkarkan tangannya ke dada, namun itu tidak mengurangi rasa dinginnya, tapi malah menimbulkan nyeri.
Limey segera mendekat ke arah Amon, dengan cermat diperiksanya Amon. Kepala, tangan, ketiak dan luka di beberapa tubuh Amon. Suhu tubuh Amon menurun dengan sangat cepat.
“Gejala syok” bisik Limey pada diri sendiri. Gejala itu muncul karena kehilangan banyak darah.
“Tuan…..tuan…” Limey menepuk-nepuk pipi Amon memastikan bahwa Amon tidak teridur atau hilang kesadaran, tapi Amon tetap gemetar kedinginan, matanya pun terlihat mulai mengecil hampir hilang kesadaran.
Ini Gawat! Pikir Limey. Membiarkan seseorang dengan gejala syok tertidur akan mempercepat kematian mereka. Tubuh penderita akan semakin menurun suhunya, dan kemudian penderita bisa saja sewaktu-waktu berhenti bernapas.
Pikir Mey…pikir! Limey memaksa dirinya sendiri untuk segera mencari cara. Dia tidak bisa membiarkan Amon mati. Tidak sekarang. Tubuh Amon masih gemetaran. Bibirnya mulai membiru. Lelaki ini kondisinya memburuk, bukan hanya luka luar yang dideritanya namun luka dalam menggerogoti kondisi Amon.
Satu-satunya cara membuat api. Tapi tidak mungkin membuat api, disini tidak ada kayu bakar. Tubuh Amon harus dihangatkan. Limey terlihat panik, lalu kemudian terpikir sesuatu. Napasnya menghela berat. Bila tidak bisa membuat api, ada satu cara lagi agar bisa mengembalikan suhu tubuh manusia. Yaitu dengan menggunakan suhu tubuh manusia lainnya, terlebih lawan jenis.
Limey pernah membacanya bagaimana seseorang berusaha bertahan dari hawa dingin di gunung es, dan mereka memilih untuk saling berpelukan.
Limey menghela napas, gadis itu kemudian melakukan sesuatu yang diyakininya hanya sebagai salah satu jalan terbaik saat ini. Dia mulai membuka pakaiannya. Amon terkejut ketika melihat Limey melepas pakaiannya.
“Kau…..ma—u…a—pa?” suara Amon gemetaran.
“Mentransfer panas tubuh. Untuk menghangatkan tubuh manusia, paling bagus dengan panas tubuh manusia lainnya.” Limey segera menanggalkan seluruh pakaiannya hingga hampir telanjang. LImey pun mendekat ke arah Amon, membuka pakaian Amon yang basah helai demi helai. lalu dengan perlahan Limey mulai mengeringkan tubuh Amon menggunakan pakaian LImey.
Amon menatap LImey, pikirannya menjadi kacau. baru kali ini dia melihat tubuh perempuan dalam keadaan nyaris bugil. Limey melepas bra yang dikenakannya, sehingga kedua belah payudaranya terlihat.
Amon tercekat. kini, Limey mendekat lalu memeluk Amon, mengetatkan kulitnya dan kulit AMon untuk saling bersentuhan.
AMon dapat merasakan aliran hangat menjalari tubuhnya. rasa mengigilnya mulai berkurang karena dia dapat merasakan aroma harus dan panas tubuh Limey yang menggenjot panas tubuhnya naik.
Limey menarik pakaiannya untuk menyelubungi tubuhnya dan Amon, melindungi dari udara dingin yang masih berhembus bersama hujan.
sunyi dan hanya terdengar suara deras hujan dan detak jantungnya sendiri. AMon merasa nyaman. ternyata tubuh perempuan sehalus sutra dan hangat seperti bara api.
“Kurang hangatkah?” tanya Limey berbisik. Gadis itu semakin mendekat ke arah tubuh Amon, merapat demikian erat.
tangan Amon bergerak, menyentuh kulit Limey yang lembut, ada sesuatu yang menjalar dan bergerak di bawah perutnya. Lalu dengan segera, ditariknya pinggang LImey hingga tubuh gadis itu semakin ketat dalam dekapan Amon. payudaranya yang putih dan lembut mengempit dada Amon.
perlahan-lahan rasa gemetar yang semula tidak tertahankan kini mereda. yang ada hanya rasa nyaman seperti duduk di pinggiran api unggun.
Limey menatap wajah Amon yang demikian dekat, begitupun AMon. mata keduanya bertemu.
selama hidup Amon, di dalam kesendirian petualangannya, dan perasaan bebas, kini pemuda itu merasa seperti terperangkap. tertanggap oleh mata berwarna biru itu.
napas keduanya seolah seirama, dan keduanya dapat mendengar detak jantung masing masing yang seperti ketukan dengan nuansa irama indah.
Hujan di luar sangat lebat, suaranya demikian keras dan menggema di dalam gua. Sedangkan Kinan sedang berlari menuju rumah tabib dan pingsan di depan pintu rumah sang tabib.
Hari menjelang sore, hujan yang lebat telah berhenti. Limey menarik selubung pakaian yang menyelimuti dirinya dan Amon. Disentuhnya tubuh Amon yang tertidur setelah menerima transfer panas tubuhnya. Bibir Amon tampak agak berwarna, walau masih terlihat pucat. Pendarahan Amon juga sudah terhenti. gadis bermata biru itu mendesah lega. kekhawatirannya terhadap kondisi Amon berkurang. lelaki itu sudah membaik, dan itu membuat dia lega. lalu diambilnya pakaian dalam miliknya yang terserak di dekat kakinya. Limey segera mengenakan kembali pakaiannya yang bau keringat dan penuh darah yang sudah mengering. Udara sehabis hujan membuat gadis itu lapar. Amon tampak mulai bergerak-gerak. “Sudah bangun?” tanya Limey, ketika Amon membuka matanya dan memandang ke arah Limey. Amon menatapi LImey, dia memandangi tubuh gadis itu yang sudah berbalut pakaian, tadi, baru saja dia menyadari bahwa gadis itu melepas bagian atas pakaiannya hingga
Teriakan Kinan membuat Amon terkejut. Sesaat Amon merasakan perasaan tidak enak. Ada apa? apa yang terjadi di sana! Tanya Amon dalam hati. Tapi pedang si brewok terus saja mengincar tajam, mau tidak mau Amon mundur dan melenting dengan cepat untuk dapat menarik napas sebentar. “Cih, terpaksa kalau begini!” Amon segera menotok nadi leher dan kepala, lalu kemudian menggunakan cara pernapasan yang agak aneh. Lalu kemudian Amon merasa ada tenaga meluap dari dalam tubuhnya. “Aku benci harus melakukan ini, terpaksa membuka satu segel imdok. Imdok tingkat enam, Sul!!” lalu mendadak Amon bergerak super cepat, dan tenaga penuh segera menghunuskan pedangnya ke samping. Lalu keduanya bentrok, kecepatan dan kekuatan Amon telah menghancurkan pedang milik si Brewok, bahkan membuat tubuh brewok terpotong jadi dua. Tanpa sempat menjerit, si brewok mati. Amon segera mengatur pernapasan, pembuluh darahnya kacau dan jantungnya mulai berdetak terlalu cepat, tubuh Amon terhuyung
Sungai di bawah jurang memang deras. derunya begitu keras, memekakkan telinga. Siapa pun yang jatuh dari atas akan hancur berkeping-keping—itu seharusnya. Tapi tampaknya itu tidak berlaku bagi Limey, karena saat itu dari kerimbunan pohon yang menutupi sebuah gubuk kecil, tampak Limey keluar. Yang paling menarik, dia muncul dalam keadaan sehat.Limey diam, berdiri si sisi sungai. Air sungai deras, mengalir dan menghantam bebatuan sungai. Angin berhembus kencang menerbangkan rambut dan jubah yang dikenakan gadis bermata biru itu. Suara derasnya aliran sungai seakan hendak memecah sunyi yang bertumpuk di antara dinding-dinding batu cadas.Limey tidak sedang ingin berdiam, dia lalu mencari cara agar bisa melompati batu-batuan sungai yang saling terpisah. Dengan hati-hati Limey mencari tempat berpijak yang tepat sambil meneriakkan sebuah nama“Tuan…tuan senyo!!” Panggil Limey pada salah satu sisi sungai. Suara Limey bergema di sekitar jurang
“Bukan melihat, tapi mendengar. Pendengaranku tidak buruk. Aku bisa membedakan bunyi benda yang semakin berat.” Ucap Limey.Sion diam, lalu kemudian kembali sibuk menghitung kembali.“Maaf, pertanyaanku terlalu pribadi ya?” tanya Limey lagi.Sion diam, mendesah lalu menggerakkan kotak tersebut. suara gemerincing di dalamnya terdengar keras dan berisik. "Mungkin isi kotak inilah alasan aku membunuh.”“Heh? Maksudnya,” Limey bertanya heran.“Aku butuh uang, yang banyak untuk berobat.” Ucap Sion.“Berobat? Apa kamu sakit?”“Bisa dibilang begitu,” jawab Sion, lalu kemudian berjalan mengambil tongkatnya dan membawa kotak ke sudut rumah, meletakkan kotak tersebut, lalu berkata “Aku selalu ingin bisa melihat. Ingin melihat langit, pohon, sungai dan warna. Untuk itulah aku mengumpulkan uang. Dahulu seseorang pernah mengatakannya padaku, bahwa untuk bisa meliha
Mereka berjalan terus sampai matahari sudah condong ke barat. Sion mendekat ke arah Limey dan memelankan jalannya. pemuda itu sadar, gadis yang berjalan bersamanya tidak memiliki imdok, bahkan mungkin hanya sekedar melangkah cepat saja perempuan itu pasti akan berlari dan akan kelelahan.belum lama mereka berjalan menyusuri hutan, telinga Sion yang memang sangat peka dapat mendengar suara gemerisik tetumbuhan yang tidak biasa. bahkan Sion bisa merasakan bahwa ada udara yang bergesek dan bergetar karena langkah kaki. pemuda buta itu lantas segera mengamit tangan Limey yang berjalan di sebelahnya.“Kita diikuti orang.” desis Sion ketika sudah sejajar dengan LImey. mendengar itu wajah LImey langsung berubah.Seakan mengerti Limey mengangguk, lalu berbisik balik, “Lalu, aku harus bagaimana?”“Tenanglah. Nanti mereka juga akan menampakkan diri.” ucap Sion masih dengan nada rendah. bisa saja Sion melompat dan menyergap para p
Puncak putus asa terletak di pulau agak terpencil. Untuk mencapai ke sana, butuh tiga hari perjalanan dengan kuda, setelah itu menaiki sampan sampai separuh hari baru kemudian mereka akan sampai ke pulau.Tidak semua orang yang berada di pesisir pantai mau mengawal sampai ke pulau itu, mereka menolak karena di wilayah pulau dikurung oleh banyak karang-karang tajam. Sion dan Limey harus mencari seseorang yang bersedia mengantar dan jago dalam menghapal jalan.“Kalau ingin pergi ke pulau Putus Asa, kau bisa mengandalkan Maucian. dia seorang pelaut paling mumpuni di pesisir ini.” Terang seorang nelayan kepada Limey. “Hanya saja bayaran Maucian mahal.”Limey memandang kea rah Sion, Sion yang mendengar keterangan tersebut mengangguk, lalu ucapnya. “Antarkan saja kami pada si Maucian itu.”Si nelayan tersebut mengangguk lalu kemudian memberi isyarat pada kedua tamunya untuk mengikuti dirinya ke tempat si Maucian.Sion
Tentu saja yang pertama kali menginformasikan hal itu adalah Limey, dan Sion dengan gerak lincah memukul-mukulkan tongkatnya ke tanah dan terus masuk ke dalam rumah. Limey masuk ke dalam gubuk yang berantakan, dan menemukan seorang laki-laki tua yang terluka parah.“Bagaimana perawakannya?” tanya Sion ketika Limey menginformasikan ada yang terluka.“Tua, jenggot dan alisnya panjang. Sion, bisa tolong aku mengangkatnya, aku nggak kuat!”Sion membantu Limey. Laki-laki tua itu dibaringkan di dipan reyot yang ada di ujung ruangan. Dipan itu sama berantakannya. Semua benda yang ada terserak dan berguling tidak beraturan. Buku-buku berantakan. Limey segera memeriksa keadaan laki-laki tua tersebut, pertama diperiksanya lengan nadi, tapi terkejut karena Limey merasa ada yang aneh pada tangan laki-laki tua tersebut. tubuh lelaki itu lumpuh, aliran darahnya sendiri terasa aneh. tidak normal.“Sion!” panggil Limey cepat.Si
Sion diam, kekesalan yang dirasakannya membuncah, Sion memukulkan tongkatnya pada kotak uangnya, kotak uang pecah berantakan dihantam imdok. Uang-uang Zeni berceceran, ketika melihat uang tersebut, Limey teringat Amon yang mata duitan, ada rasa aneh masuk ke dalam hatinya. di sini, di sebuah tempat di pengasingan yang sepi, puluhan juta Zeni bertebaran tanpa arti ketika seseorang kecewa kehilangan keinginannya.Limey mendekat, lalu kemudian memegang lengan Sion, dipandangnya Tabib Gila, “Tuan tabib, bagi Sion anda adalah harapan terakhirnya…” ucap Limey.“Maaf, aku tidak bisa menolongmu!” Tabib Gila menunduk. "Tangan dan kakiku sudah tidak bisa dipakai bekerja seperti dahulu. kalau saja aku sempat menurunkan kemampuan terakhirku pada seseorang, mungkin aku masih bisa sembuh." ucap Tabib gila dengan perasaan masgul.Ketika keadaan terasa demikian menyedihkan, mendadak Sion langsung memeluk Limey. Limey terkejut, Sion menggerakkan ta