Dia berjalan menyusuri jalanan desa, meskipun mukanya sudah ditutupi dengan cadar dia terlihat masih menundukkan kepala sepanjang perjalanannya itu.
Dan setibanya di pasar Biswara langsung mencari Nenek Tlenik.
"Oh itu rupanya Nenek Tlenik, aku akan langsung saja ke sana," tutur Biswara sambil berjalan menghampiri wanita tua itu. Dia yang semula bermaksud menitipkan dagangannya itu, kini malah ingin menjualnya sendiri.
'Lebih baik aku jual sendiri saja dagangan ku ini, aku gak mau ngerepotin Nenek Tlenik,' ucapnya dalam hati.
"Nek... aku ikut jualan disini ya?"
"Lho ini tempat jualannya Pak Sumitro dan Mbok Jamban..."
"Iya Nek.. tapi saya sudah minta ijin," balas Biswara.
"O ya sudah kalau gitu, silahkan saja, memang Pak Sumitro dan istrinya kemana to Ngger...?" tanya Mbok Tlenik.
"Beliau berdua lagi sakit Nek... katanya kemarin habis kehujanan," jawab Biswara sambil menurunkan dagangannya.
Setelah selesai menata dagangannya Biswara pun segera menawarkan dagangannya itu. Dia yang baru pertama kali berdagang nampak tidak malu-malu untuk menawarkan pada orang-orang yang terlihat lewat di depannya, dan dia pun menjual dagangannya itu dengan harga murah.
'Biar saja aku dapat untung dikit yang penting cepat habis dan bisa segera pulang' gumamnya dalam hati.
Disaat Biswara dan para pedagang lainnya masih menjajakan barang dagangannya, tiba-tiba dari arah ujung pasar terdengar suara keributan.
Mendengar dari suara keributan itu, Biswara samar-samar mendengar kalau suara itu adalah suara orang yang sedang dirampok. Tapi anehnya meski ada peristiwa perampokan tidak ada satu orang pun yang mau menolong, mereka nampak sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri.
Biswara yang sudah tahu dengan kejadian itu bermaksud hendak membantu orang yang sedang disatroni oleh para perampok itu.
"Nek aku tak lihat keributan itu ya? Tolong jagain dagangan ku dulu."
"Kenapa to le... mbok ndak usah... mereka itu para perampok yang jahat.. yang gak segan-segan melukai korbannya."
"Ah, wong aku cuma liat aja kok Nek, sebentar saja, abis itu aku tak segera balik lagi," ucap Biswara agak memaksa.
"Ya udah kalau gitu... hati-hati," pesan Nenek Tlenik.
Biswara pun langsung bergegas menuju arah terjadinya keributan itu, dan setelah agak dekat dia melihat ada pedagang gerabah yang sedang dibentak-bentak oleh segerombolan para perampok.
"Kamu serahkan apa tidak?! Kalau tidak aku obrak-abrik barang dagangan mu ini!"
"Tolong Tuan... kasihanilah aku... ini semua bukan barang dagangan saya sendiri... saya cuma dititipin untuk menjualnya..."
"Ah...! Saya gak perduli, saya gak butuh barang dagangan mu! Saya minta uang...! Ayo cepat serahkan!" Bentak perampok itu sambil mencengkram kedua rahang pedagang itu.
Melihat perampok itu sudah mulai menyakiti pedagang itu Biswara pun terlihat mengambil satu batang ranting yang ada di tanah, kemudian dia patahkan jadi beberapa potong.
Lalu dengan menggunakan kesaktian yang dimiliki diapun menyentil potongan ranting itu ke arah perampok yang sedang menyakiti pedagang.
Uwwing.... ssst.
Potongan ranting itupun melesat ke arah perampok itu dan akhirnya tepat mengenai rusuknya.
Bukkss... "Uaah..." jerit perampok itu sambil terjerembab jatuh kesamping.
Karena saking kerasnya hantaman ranting itu perampok itupun akhirnya pingsan seketika.
Melihat anak buahnya jatuh pingsan tanpa tahu penyebabnya, kepala perampok itupun langsung turun dari kudanya dan langsung marah-marah.
"Kurang ajar! Siapa yang telah berani menyerang anak buahku dengan cara seperti ini? Ayo kalau berani keluar hadapi aku!" ujarnya sambil mengacung-acungkan senjatanya.
Melihat kepala perampok yang marah dengan membawa senjata Biswara pun tidak mau ambil resiko, sebelum kepala perampok itu ngamuk dengan senjatanya Biswara pun langsung menyerangnya dengan sentilan ranting yang kedua.
Twing.... ssst.
Kali ini potongan ranting itu tepat mengenai tengkuknya, dan kepala perampok itupun akhirnya tewas seketika.
Melihat ketuanya tewas dan satu temannya pingsan parah, akhirnya kawanan perampok itupun pergi melarikan diri. Sedangkan para pengunjung pasar nampak tidak mengetahui dengan apa yang terjadi sebenarnya.
Setelah aksi penyerangannya itu berhasil menggagalkan para perampok itu Biswara pun langsung segera pergi meninggalkan tempat itu tanpa ada orang yang tahu sedikitpun dengan aksinya itu.
Biswara memang selalu ingat dengan pesan Eyang Reksa bahwa kesakitan yang dimilikinya itu tidak boleh digunakan sembarangan, hanya untuk membela orang-orang yang teraniaya saja dan sekedar melindungi diri sendiri. Bahkan Eyang Reksa pun juga tidak menginginkan Biswara untuk menjadi seorang pendekar.
Dua tahun kemudian, di suatu malam Biswara yang merasa kecapekan setelah seharian bekerja nampak tertidur di lantai dengan beralaskan tikar yang terbuat dari anyaman daun pandan.
Nampak sayuran yang baru dipetiknya sore tadi sudah dibersihkan dan ditaruh di keranjang dekatnya dia tidur. Dan kira-kira tengah malam dia bermimpi bertemu dengan Eyang Reksa.
"Biswara... gimana kabarmu Nak?"
"Eyang Reksa... benarkah ini Eyang Reksa?"
"Iya Biswara, ini Eyang. Kenapa kamu tidak pernah mengunjungi Eyang?"
"Maafkan Biswara Eyang... saya terlalu sibuk dengan kebun.. sekali lagi maafkan cucumu ini..."
"Heheheh.... iya Eyang maafkan... tapi besok pagi kamu harus mengunjungi Eyang di dalam Goa, ada orang yang perlu kamu selamatkan."
"Siapa orang itu Eyang?" tanya Biswara penasaran.
"Dia itu pendekar yang terjebak dalam Goa, dulu dia berjumlah tiga orang, Dan mereka bermaksud mencelakai Eyang sebelum Eyang muksa."
"Lalu yang dua kemana Eyang?" tanya Biswara.
"Mereka telah tewas hancur karena menyerang tubuh Eyang yang telah menjadi mayat, dan yang satu itu penasaran terus mengikuti jasad Eyang masuk ke dalam Goa dan akhirnya dia terjebak di sana selama dua tahun."
"Baiklah kalau begitu saya akan berangkat malam ini juga," ujar Biswara.
"Gak perlu Cucuku... besok saja.."
Tiba-tiba Eyang Reksa pun menghilang.
"Eyang ... Eyang Reksa ..."
"Oh, ternyata aku baru saja mimpi ... tapi memang benar semenjak kepergian Eyang Reksa itu aku belum pernah mengunjunginya sama sekali, dan tidak terasa bahwa saat ini sudah dua tahun lamanya beliau pergi meninggalkan dunia ini"
Keesokan harinya Biswara pun langsung berangkat menuju ke Goa tempat jasad Eyang Reksa berada.
Setelah berjalan beberapa saat sampailah Biswara di depan mulut Goa yang telah tertutupi dengan rerumputan liar. Melihat keadaan seperti itu berarti menandakan kalau memang disitu tidak pernah ada orang yang mengunjungi, padahal sebelum jasad Eyang Reksa berada di dalam sana, Goa itu sering dikunjungi oleh orang-orang, terlebih para orang-orang kampung yang sedang berburu.
Sebelum memutuskan untuk masuk Biswara terlebih dahulu ingin membersihkan sekitar halaman Goa dan mulut Goa.
Lalu dengan menggunakan parang yang dibawanya Biswara pun membersihkan seluruh sekitar mulut Goa dan pelatarannya.
Setelah selesai dia yang sudah tahu kalau Goa tersebut sudah dipagari gaib oleh Eyang Reksa, lalu Biswara terlihat duduk bersemedi untuk sekedar membaca mantra.
Dan begitu Biswara selesai membaca mantra nya tiba-tiba dari mulut Goa terlihat ada asap putih tipis yang keluar dari dinding mulut Goa. Asap tersebut terus keluar dan mengumpul di tengah.
Semakin lama semakin banyak asap yang terkumpul, dan akhirnya secara ajaib tiba-tiba asap putih itu membentuk seperti seekor macan.
Bersambung.....
Hingga pada akhirnya sang ratu pun bisa kembali nurut meskipun itu masih dirasa berat untuk dijalaninya, dan adapun menangisnya kali ini itu disebabkan dengan tampilan Santana yang terlihat mirip dengan mantan suaminya yang hadir dalam mimpinya semalam. Tau kalau sang bunda sedang merasakan kesedihan akhirnya Pangeran Santana pun terpaksa harus turun tangan untuk mengatasinya, yakni dengan menggunakan kesaktiannya membuat sang ibu disaat melihat Adhinata seperti melihat wajah mendiang Ayahandanya yaitu Biswara.Pangeran Santana nampak memeluk sang bunda, lalu tanpa ada yang mengerti bahwa sebenarnya pemuda sakti itu tengah memasukkan ilmu pengaburan mata pada sang bunda, namun begitu dia selesai memasukkan ilmu pengaburan mata itu tiba-tiba dia langsung ditegur oleh roh sang ayah yang meminta supaya mencabut kembali ajiannya itu tadi.'Santana! Apa-apaan kamu ini? Kenapa kau tega mengaburkan penglihatan ibumu?! Bukankah itu tindakan penyesatan karena telah menipu?!' tanya protes dari
Sesaat kemudian nampak Pangeran Santana dan Adhinata saling beradu pandang, kedua orang yang berperan penting dalam penggulingan Raja Arya Dipasena itu sepertinya masih belum mengetahui hal apa yang mesti di lakukan untuk menghadapi putra mendiang Prabu Jayantaka yang tidak lain juga merupakan kakek dari Pangeran Santana sendiri itu."Eh ... begini prajurit, perketat saja dulu penjagaan di tempat Pangeran Cayapata dikurung, saya dan Paman Adhinata juga keluarga yang lain akan berembug guna mencari kesepakatan bagaimana dan cara yang seperti untuk memperlakukan Pangeran Cayapata, kami perlu waktu untuk melakukan itu semua," jawab Pangeran Santana. "Baiklah kalau begitu Pangeran, tapi saya sendiri sekarang jadi takut berjaga di tempat Pangeran Cayapata dikurung," kembali prajurit itu mengungkapkan hal yang sama, dan nampaknya memang dia sudah tidak berani lagi untuk melakukan tugasnya tersebut. Kemudian Pangeran Santana nampak sudah memahami dengan perasaan prajuritnya itu.'Kasian pra
"Mmm ... lupa sih enggak Anakku ... tapi apakah kamu sudah membicarakannya dengan Paman Adhinata?" tanya sang bunda langsung membuat hati Santana girang bukan main. "Iyyah!!! Uhuuy ...!!!" teriak Santana tidak bisa lagi menutupi rasa girangnya itu, kemudian secara spontan tiba-tiba Santana mengangkat tubuh bundanya sambil berteriak "Terimakasih Sang Hyang Widhi Wasa ... engkau benar-benar mengabulkan keinginanku dan juga keinginan seluruh rakyat Karmajaya ...!!" diperlakukan seperti itu Putri Nirmalasari pun terkejut. "Santana ... Santana ...!! Kamu ini apa-apaan to?!" ujar Putri Nirmalasari sambil memukul pundak putranya itu."Maaf Bu .. habisnya Santana seneng banget Ibu setuju dengan rencana perjodohan ini," jawab Pangeran Santana sambil menurunkan ibunya itu dari gendongan."Iya ... tapi tadi kamu belum jawab ..!" sanggah sang bunda. "Eh .. tenang saja Ibu ... mengenai Paman Adhinata itu sudah apa kata saya pokoknya, dijamin beres pokoknya Bu," balas Santana terlihat sangat beg
"Dengarlah Eyang Reksa .. seperti yang sudah aku lakukan pada tubuhmu saat engkau masih menjadi mayat, aku selalu menggunakan mayatmu untuk menjadi sumber kekuatan di Kerajaan Karmajaya ini, bahkan tidak cuma engkau saja, karena selain engkau aku juga menggunakan jasa para dedemit-dedemit itu untuk melakukan hal yang sama sepertimu yaitu membantuku untuk membentengi kekuasaanku agar tetap bisa langgeng selama-lamanya ..." tutur Raja Dipasena seolah sedang menceramahi dua makhluk beda alam itu."Dengarlah Eyang Reksa Jagat .. meskipun engkau tidak menjelaskan kepada ku dengan maksud kebangkitanmu ini namun aku sudah mengerti, dan aku kira semua sudah jelas .. bahwa memang kalian berdua ini masing-masing memang memiliki keinginan yang sama yaitu ingin menjadi pengawal tunggal Kerajaan Karmajaya .. dan aku pun tidak keberatan dengan keinginan kalian berdua," lanjut ceramah sang raja, sungguh rasa percaya diri Raja Dipasena terlalu tinggi sehingga dia tidak menyadari bahwa apa yang ada di
"Hoh .. rupanya orang itu adalah Pak Tua, yah tidak salah lagi, dan ternyata dia sedang menangkap ikan hanya dengan menggunakan tangan kosong, luar biasa sekali orang tua itu, sebaiknya aku akan menyapanya saja," ujar Adhinata sembari berdiri di pinggiran sungai."Hei Pak Tua ... bolehkah aku membantumu ...?!" seru Adhinata."Silahkan saja ...!" balas Kakek Santana. Lalu Adhinata pun segera turun ke sungai yang airnya sangat jernih dan sejuk itu, dan meskipun tidak terlalu dalam hanya seukuran paha namun aliran air sungai itu terbilang cukup deras dikarenakan memang kondisi tempatnya yang sangat miring dan juga curam. Setelah berada di dalam air Adhinata memperhatikan cara Kakek jelmaan Santana itu menangkap ikan."Bagaimana bisa Pak Tua ini menangkap ikan dengan begitu mudah? Hanya dengan menggunakan tangan kosong dia bisa memunguti ikan-ikan itu, dan rupanya dia juga bisa berjalan di atas air, tak sedikitpun ada air yang membasahi kedua kakinya, bahkan terompahnya sekalipun," tak he
"Hoh apa ini?!" teriak Adhinata nampak begitu terkejut merasakan hal itu, lalu dikarenakan suasana yang sudah mulai suram sebab matahari yang memang hampir tenggelam maka Adhinata pun tidak bisa melihat dengan jelas dengan apa yang sedang berada di dalam air itu atau lebih tepatnya sesuatu yang sedang menjilati kakinya, meskipun dengan kondisi air danau yang begitu jernih.Sementara itu seolah tidak puas dengan cuma menjilati kaki lalu kemudian ular anaconda jadi-jadian itu pun tiba-tiba muncul di depan Adhinata."Hoh!! Astaga! Ular ..!!!" Adhinata terkejut dan langsung melompat ke pinggir danau."Hayo ular brengsek! Maju! Jangan kau kira aku akan takut padamu! Akan aku hadapi kau ..!!" dan seolah mengerti dengan tantangan Adhinata ular anaconda jadi-jadian itu juga langsung meluncur ke arah Adhinata yang telah siap untuk menghadapinya.Dengan gerakannya yang begitu cepat ular jadi-jadian itu langsung menggunakan ciri khasnya dalam menyerang yaitu melilit tubuh lawannya dengan menyabe