Pewaris Pedang Sulur Naga

Pewaris Pedang Sulur Naga

Oleh:  Eka wa  Baru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
8.4
13 Peringkat
236Bab
16.4KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Dalam perjalanannya kembali menuju ke Padepokan milik gurunya di Lereng gunung Tengger, Sekar Pandan— pendekar wanita bisu—menyelamatkan seorang pemuda bernama Mahisa Dahana dari serangan ular. Tak disangka, pertemuan itu membawanya untuk bertemu dengan para pendekar dari Perguruan Tangan Seribu yang ingin membalas dendam pada Dewa Jari Maut karena telah merampas perguruan mereka. Sekar Pandan, yang memiliki julukan Dewi Bunga Malam, tidak tahu bahwa kekuatan Dewa Jari Maut hanya bisa dilawan oleh Pedang Sulur Naga miliknya. Oleh sebab itu, dia tidak menyadari rencana licik anggota Perguruan Tangan Seribu untuk mencuri pedang Sulur Naga dari tangan Sekar Pandan. Saat tersadar, Sekar Pandan telah kehilangan pedang warisan ayahnya tersebut. Selain itu, nama baik ayahnya juga telah tercoreng karena dituduh mengalahkan Dewa Jari Maut dengan curang. Sanggupkah Sekar Pandan menemukan pedang warisan itu dan mengembalikan nama baik ayahnya walaupun … dengan kekurangan yang ia miliki?

Lihat lebih banyak
Pewaris Pedang Sulur Naga Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Al_Fazza
Scrool pelan pelan eh ga kerasa nyampe ke eps terakhir. Lanjut thoorr gassss
2024-03-16 09:29:14
1
user avatar
Zaid Zaza
Izin promosi Thor. Silahkan mampir di novel saya. Judul: ROH KAISAR LEGENDARIS
2023-10-03 10:31:55
1
user avatar
Mr black
ceritanya bagus,semoga terus berlanjut sampai tamat,soalnya banyak novel bagus bagus yg ujung ujungnya gak dilanjutin sama penulis
2023-06-11 04:13:04
1
user avatar
Syamsu Alam
novelnya sangat menarik, hanya autornya putus2 updatenya
2023-05-27 17:39:12
0
user avatar
Sekar Pandan
ceritanya bagus. nama tokohnya sama kek aku
2023-05-24 23:19:52
1
user avatar
CahyaGumilar79
Sang Pendekar Lembah Naga mampir, sukses selalu kak
2023-05-21 13:11:47
1
user avatar
Aldho Alfina
Salam dari "Penguasa Dewa Naga'
2023-03-23 14:57:23
0
user avatar
aldo.paikerz15
Kamu suka cerita fantasi seperti ini? mampir juga di ceritaku kak "Legenda Naga Langit" Sudah tersedia 140 lebih episode.
2023-03-20 20:58:34
0
user avatar
Moh. Zainal Abidin
mantab swkali ceritanya original indonesia banget dan sangat bagus akhirnya kita benar2 dibawa ke set masa dan set keadaan cerita ini
2022-12-25 15:38:52
0
user avatar
Moh. Zainal Abidin
cerita ini sangat menarik seakan2 menyeret prmbaca untuk merasakan kembali hidup di abad abad jaman kerajaan. tetutama keadaan nusantara masa itu.. kita bisa berimajinasi dengan gambaran yang jelas lewat cerita yang menarik dan menantang
2022-11-16 19:57:50
0
user avatar
Moh. Zainal Abidin
muantaaaaaaab author josss teruskan .. samoai tamat
2022-11-14 20:36:15
0
user avatar
Sujani
lanjutkan sampai tamat
2022-10-27 12:02:08
0
user avatar
Suprayitno Suprayitno
semangat berkarya, ceritanya bagus
2022-10-17 11:42:00
0
236 Bab
Bab 1. Prajurit Utusan sang Senopati
Seekor kuda hitam berlari dengan cepat menyusuri jalan berbatu dengan membawa seorang gadis sebagai penunggangnya. Gadis itu berkemben dan berkain hijau. Terpaan angin yang kencang mengibarkan cadar hijau tipis yang menutupi wajahnya. Wajah gadis itu memang tersembunyi, namun sepasang bola matanya yang bening bagai embun pagi dan kulit dahinya yang bagus berkulit kuning buah langsat, ditambah rambut hitam bergelombang panjang sepinggul berkibar indah di belakang punggung. Menutupi gagang pedang yang berbentuk sulur tumbuhan.Merupakan gambaran sosok gadis yang sudah dapat dipastikan kalau penunggang kuda itu memiliki kecantikan yang tidak biasa.Menilik dari bentuk tubuhnya yang ramping dan belum begitu berisi, si gadis baru berusia belasan tahun. Layaknya sekuntum bunga yang baru memekarkan beberapa helai kelopaknya yang indah.Nampaknya gadis itu tengah terburu-buru ingin sampai ke tujuan, hingga tanpa istirahat. Kuda hitam mengkilat yang gagah itu sudah mulai kelelahan berlari. Sed
Baca selengkapnya
Bab 2. Bahaya dalam Hutan.
Dibukanya buntalan pakaian itu dengan wajah cemberut. Baru kali ini buntalan itu ingin dia buka. Karena hatinya masih dongkol terhadap si pemberi buntalan."Tega sekali dia meninggalkanku sendirian," ujarnya dalam hati.Di dalam buntalan ada sebuah tempat air minum dari bambu, buntalan kain berwarna kuning, ikan kering yang terbungkus daun pisang yang diikat rapi dan kuat, sekantung keping uang, dan beberapa keping kue kering yang terbungkus daun kering. Melihat kue kering dari beras ketan yang lezat membuat air liurnya keluar. Dengan tidak sabar, kue kering itu dikunyahnya dengan cepat. Lalu meminum air dalam bumbung kecil. Segarnya air membuat tubuhnya segar kembali.Wajahnya kembali memerah sehat. Bibirnya pun kembali segar meranum.Kalau saja dia tidak marah pada Raden Prana Kusuma, si pengirim buntalan, mungkin saat ini dirinya tidak sampai kelaparan. Dalam buntalan itu ternyata ada makanan, minuman, dan uang. Ah, Raden. Kau masih saja baik padaku dengan tidak membiarkan aku kela
Baca selengkapnya
Bab 3. Pertarungan dengan Penjaga Hutan.
Sekar Pandan menggeliat bangun. Kedua tangannya merentang ke samping. Nalurinya yang tajam terlatih semenjak kecil mengatakan adanya bahaya mengancam. Kedua mata bening yang dihiasi bulu lentik melebar saat bertemu pandang dengan mata ganas yang ada di depannya. Sekar Pandan mengucek kedua matanya dengan tidak percaya. Mungkin pengaruh baru bangun tidur lah yang menyebabkan matanya melihat sesuatu yang salah. Seekor ular besar di depannya. Ekornya meliuk-liuk panjang ke belakang.Mana mungkin ada ular sebesar itu? Pikirannya mencoba menenangkan perasaannya yang khawatir.Saat melihat ke arah yang sama kembali, pemandangan di depannya tidak berubah. Ular besar itu tetap ada di sana. Menatapnya tajam. Menunggunya dengan sabar untuk dimangsa.Tangan dan kaki gadis itu mulai gemetar. Keringat dingin mulai bercucuran di kening licinnya. Wajahnya pucat bagai mayat."Ayah, tolong aku!" jerit Sekar Pandan dalam hati. Seketika dia membuang tubuhnya ke samping dengan cepat, karena ular besar
Baca selengkapnya
Bab 4. Bahasa Sang Gadis
Kepala ular besar jatuh berdentum di atas semak belukar. Darah dari leher ular langsung muncrat membasahi tubuh dan wajahnya. Dari tubuh yang terpotong mengalir darah sangat deras bagai air sungai membasahi semak. Tubuh Sekar Pandan terduduk lemas dengan bersimbah warna merah. Pedangnya terpental di samping kepala ular.Dia masih ketakutan dan tidak menyangka akan sanggup membunuh ular besar itu. Telapak tangannya terasa panas dan sakit akibat gesekan  dengan gagang pedang saat harus menebas leher ular yang berkulit keras.Pedang biasa tak akan mampu membunuh ular itu, bahkan hanya sekedar melukai.Si pemuda dengan tubuh lemah berusaha melepaskan tubuhnya dari belitan tubuh ular besar. Walaupun sudah mati, tubuh ular itu tetap masih membelit tubuh mangsanya. Cukup lama dia berusaha. Sekar Pandan menyaksikan pemuda penolongnya kesulitan keluar dari belitan tubuh ular segera bangkit menolongnya. Diraihnya Pedang Sulur Naga yang
Baca selengkapnya
Bab 5.  Jengah.
"Ada apa, Nini?" Si pemuda bertanya karena merasa keheranan dengan tingkah si gadis . Sekar Pandan menunjuk tubuh si pemuda kembali. Pemuda itu kebingungan dan semakin tidak mengerti. Dia mengamati keadaan tubuh gadis penolongnya. Sekujur tubuh gadis itu penuh darah ular yang menebarkan bau anyir. Niat awal dirinyalah yang ingin menolong si gadis , justru malah dirinya yang ditolong. Dia malu sekali.Tanpa menghiraukan tingkah aneh Sekar Pandan, pemuda itu berpamitan. "Nini, maaf saya harus pergi." Pemuda itu merangkapkan kedua tangannya di depan dada, tanpa menunggu balasan gadis yang menolongnya, dia melangkah pergi dengan tertatih-tatih karena tulang punggungnya masih sakit dan ngilu akibat belitan ular.Sekar Pandan tidak bisa mencegah orang muda berkain tambal tambal itu pergi meninggalkannya. Dia hanya bisa menarik napas panjang kemudian menghembuskannya kembali dengan berat. Tubuhnya berputar hendak menuju sungai, tempat kuda dan buntalan pakaiannya berada. Tiba-tiba … .Bruk
Baca selengkapnya
Bab 6. Wewangian di Malam Hari
Malam itu Sekar Pandan dan Mahisa Dahana bermalam di tepi sungai Berantas. Hawa dingin di alam terbuka menjadi hangat seketika saat api unggun telah dinyalakan. Bau harum yang lembut seketika berpendar . Kening Mahisa Dahana berkerut. Dia heran, di dalam hutan kenapa ada wewangian seharum ini? Diam-diam tangannya meraba gagang pedang yang ada di pinggangnya. Dia yakin ada seorang perempuan yang tengah mengintai mereka berdua di tempat itu. Dan perempuan yang selalu memakai wewangian di hutan pastilah dia dari golongan hitam. Cukup lama pemuda itu bersiap siaga.Sekar Pandan yang mengira memang ada tamu tak diundang ikut bersiap. Dia kerahkan semua panca inderanya untuk mengetahui keberadaan tamu itu.Karena yang ditunggu tidak berani muncul menampakkan batang hidung, Mahisa Dahana berdiri menantang. "Nisanak, keluar lah! Jangan hanya sembunyi. Kami bukan orang jahat dari golongan hitam. Keluarlah, Nisanak …!"Tak ada suara. Hanya suara jangkrik dan gemericik air sungai yang terdenga
Baca selengkapnya
Bab 7. Julukan dari Mahisa Dahana
Sekar Pandan masih menunggu dengan sabar julukan itu. Dia yakin, kawannya ini tengah berpikir keras untuk membuatkan julukan atau nama lain yang sesuai dengan dirinya di dunia persilatan Jawa Dwipa."Ah, aku tahu, Nini. Julukan yang tepat untukmu adalah … Dewi Bunga Malam! ""Rupanya sepasang muda mudi tengah bermain membuat julukan. "Serangkum angin melesat melabrak api unggun hingga api itu bergoyang dahsyat dan padam. Sekar Pandan yang duduk paling dekat dengan api unggun bisa merasakan besarnya kekuatan angin itu. Gadis yang berasal dari perguruan Pulau Pandan itu membuang tubuhnya ke samping, menghindari serangan tiba-tiba itu.Saat membuang tubuhnya ke samping, kakinya sempat menendang satu kayu dari api unggun hingga terlempar ke udara. Saat api unggun padam, kayu yang masih dimakan api yang melayang di udara itu lah yang menerangi tempat itu. Dengan gerak cepat Sekar Pandan menyambar kayu yang masih melayang. Siapa sangka, sebuah tendangan yang demikian cepat berhasil membua
Baca selengkapnya
Bab 8. Bertamu
Dengan hati-hati, kedua muda mudi itu berjalan menyusuri semak dan rerumputan yang setinggi lutut untuk mencapai rumah yang terlihat samar dalam gelap. Benar saja. Di depan mereka berdiri sebuah rumah berbentuk panggung sederhana dari kayu. Obor penerangan terpasang di sudut luar rumah. Tidak cukup besar, tapi cukup sebagai penerang serambi depan dan sebagian halaman.Sekar Pandan berjalan mendekati pintu. Mengetuknya dengan pelan. Satu orang pun tidak ada yang menyahut dari dalam rumah. Sekar Pandan mengetuk kembali. Kali ini suara ketukannya lebih dikeraskan berharap pemilik rumah mendengarnya lalu bangun untuk membukakan pintu.Perkiraannya benar.Dari dalam terdengar suara palang kayu pintu dibuka. Disusul dengan suara geritan pintu yang dibuka. Seraut wajah laki-laki tua dengan wajah masih mengantuk muncul di sana."Ada apa? Kau mengganggu tidurku saja."Mahisa Dahana menghampiri mereka. Merangkapkan kedua tangannya di depan dada pada pemilik rumah, sebagai permintaan maaf karen
Baca selengkapnya
Bab 9. Penguasa Hutan
"Aku akan berusaha. Besuk pagi akan memetik daun obat untuk merawat anak kakek ini. Kalian berdoalah, agar semuanya berjalan lancar.""Kau tetaplah di sini, Dewi Bunga Malam," ujar mereka bersama-sama. Gadis itu mengangguk. Kakek dan nenek pemilik rumah keluar kamar meninggalkan Sekar Pandan dan anaknya yang masih terbaring."Jika kau ingin istirahat, kau bisa tidur di balai balai itu, Dewi Bunga Malam." Sekar Pandan menoleh pada sebuah balai balai yang ada di sudut ruangan. "Itu tempat tidur ibuku.""Siapa namamu?" tanya Sekar Pandan."Sekar Wangi." jawab Sekar Wangi."Bagaimana kau bisa sakit separah ini? Apakah kedua orang tuamu tidak—""Ceritanya panjang dan kau tidak perlu tahu. Tidak ada satu orang pun yang bisa mengobati penyakitku. Tubuhku dari waktu ke waktu bertambah kurus hingga seperti yang kau lihat. Tubuhku tak ubahnya tengkorak hidup," desah Sekar Wangi pasrah dengan keadaan dirinya.
Baca selengkapnya
Bab 10. Jati Diri Sekar Pandan
Sekar Pandan menelisik tubuh Sekar Wangi, tak percaya."Dan aku benar-benar sakit. Kau bisa melihat keadaanku," terang Sekar Wangi diantara kekehannya."Kau tahu namaku?" tanya Sekar Pandan pada Sekar Wangi. Kedua bola mata Sekar Pandan melebar."Tentu saja tahu. Asal usulmu pun aku tahu," jawab Sekar Wangi enteng."Tidak mungkin!" sanggah Sekar Pandan."Apanya yang tidak mungkin bagi kami. Namamu Sekar Pandan. Kau berasal dari sebuah pulau yang sangat jauh dari tanah Jawa Dwipa ini. Kedua ayah angkatmu merupakan Datuk ahli obat dan racun. Ibumu berasal dari hutan Gendingsewu." Sekar Wangi mulai membuka jati diri Sekar Pandan. Gadis itu semakin dibuat takjub oleh pengetahuan wanita di depannya ini. Sekar Wangi adalah wanita dari bangsa lelembut, tentu saja dia tahu banyak hal tentang diri Sekar Pandan."Hutan Gendingsewu?""Ya. Ibumu adalah putri seorang pertapa di Padepo
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status