Dalam perjalanannya kembali menuju ke Padepokan milik gurunya di Lereng gunung Tengger, Sekar Pandan— pendekar wanita bisu—menyelamatkan seorang pemuda bernama Mahisa Dahana dari serangan ular. Tak disangka, pertemuan itu membawanya untuk bertemu dengan para pendekar dari Perguruan Tangan Seribu yang ingin membalas dendam pada Dewa Jari Maut karena telah merampas perguruan mereka. Sekar Pandan, yang memiliki julukan Dewi Bunga Malam, tidak tahu bahwa kekuatan Dewa Jari Maut hanya bisa dilawan oleh Pedang Sulur Naga miliknya. Oleh sebab itu, dia tidak menyadari rencana licik anggota Perguruan Tangan Seribu untuk mencuri pedang Sulur Naga dari tangan Sekar Pandan. Saat tersadar, Sekar Pandan telah kehilangan pedang warisan ayahnya tersebut. Selain itu, nama baik ayahnya juga telah tercoreng karena dituduh mengalahkan Dewa Jari Maut dengan curang. Sanggupkah Sekar Pandan menemukan pedang warisan itu dan mengembalikan nama baik ayahnya walaupun … dengan kekurangan yang ia miliki?
Lihat lebih banyak"Prana ... Prana Kusuma, kau ... Pemuda hebat! Aku mengaku ... ka-kalah!" Dari mulut Hang Dineshcarayaksa menyembur cairan merah yang sama. Dia menoleh sekilas. Sosok di atasnya tampak buram dan berubah bayang-bayang. Raden Prana Kusuma menahan tangannya di udara."Tapi aku puas. Setelah aku ... tiada, dia juga pasti tiada, kau tidak akan bisa bersama ... gadis itu," ujarnya terbata. Senyum licik tersungging di bibir. Kemarahan pemuda Majapahit itu sudah sampai ubun-ubun. Ditatapnya lawan lemah tidak berdaya di bawah kakinya. Lawan itu ingin segera dihabisi karena telah mencelakai Sekar Pandan."Kau memang telah kalah. Kalah oleh keserakahanmu sendiri, Kisanak. Bersiaplah menjemput maut. Maut yang kau kejar sampai ke tempat ini. Sekar Pandan akan selamat karena aku tidak akan membiarkan sesuatu terjadi padanya," lirihnya menahan geram.Wajah tampan Raden Prana Kusuma mengeras dengan gigi geraham menggertak kuat. Sepasang mata yang biasanya teduh menenangka
Terbukti, pundaknya telah mengeluarkan darah. Berkali-kali dia menggeram dan meraung layaknya hewan buas.Dua anak muda itu saling pandang, seolah telah menyepakati sebuah rencana bagus untuk mengalahkan lawan. Ikatan batin yang telah terjalin selama hampir dua tahun membuat mereka mampu mengartikan jalan pikiran masing-masing. Tubuh Sekar Pandan melesat dari satu pohon ke pohon lainnya membentuk lingkaran sambil terus menghujani Hang Dineshcarayaksa dengan pukulan Ajian Ombak Memecah Karang.Sinar kekuningan yang melesat dari tangan Sekar Pandan bagai hujan bintang dari langit. Setiap sinar tidak mengenai sasaran, maka akan menghantam apa saja yang ada di depannya. Suara keras disusul robohnya pohon mengubah malam yang awalnya tenang menjadi neraka.Sementara itu, Keris Naga Kemala juga masih terus menyerang tanpa henti. Kali ini keris itu berhasil melukai pinggang Hang Dineshcarayaksa."Aaaaarrgg!"Raungan sang penguasa dasar jurang Hun
Sekar Pandan membawa pedang di tangannya demikian lincah. Menyelinap di bagian tubuh Hang Dineshcarayaksa yang terbuka tanpa perlindungan. Senyum yang semula lebar pada Hang Dineshcarayaksa kini berubah cemas.Pasalnya, pedang itu seperti bernyawa di tangan pemiliknya. Berkali-kali, mata pedang hampir melukai kulit gelap sang penguasa dasar jurang Hung Leliwungan."Sontoloyo! Gadis ini sekarang lebih hebat dari sebelumnya," gumam laki-laki tinggi besar itu.Hang Dineshcarayaksa melompat ke belakang dan terus melayang menggunakan ilmu meringankan tubuh, sementara Pedang Sulur Naga yang ujungnya mengarah ke dadanya terus mengejar tanpa ampun.Dia memutar tubuhnya kemudian mengayunkan ujung tulang di tangannya ke punggung Sekar Pandan. Gadis itu terkesiap. Cekatan tubuhnya membungkuk lalu melemparkan ujung selendang dari jarak dekat ke lawan.Tangan kiri Hang Dineshcarayaksa menangkap ujung selendang dengan cepat, memutar, dan menarik kuat k
Raden Prana Kusuma memerhatikan tulang itu. Dia tahu, itu bukan tulang biasa. Tokoh sakti seperti Hang Dineshcarayaksa tidak mungkin membawa tulang biasa. Tulang panjang di tangan Hang Dineshcarayaksa adalah tulang yang menjadi senjata pusaka kelompok mereka. Kekuatan dan kekerasan tulang itu tidak jauh beda dengan tembaga yang menjadi bahan senjata pada umumnya. Walaupun tidak seperti senjata sakti. Tulang manusia yang mereka gunakan sebagai senjata adalah tulang manusia pilihan. Manusia yang memiliki tulang kuat layaknya tulang para pendekar, yang mereka korbankan. Mereka melakukan upacara khusus agar tulang-tulang itu dapat digunakan sebagai senjata pusaka. Tidak hanya dengan upacara, tulang-tulang itupun masih menyimpan kekuatan ruh pemiliknya. Ruh yang telah berubah jahat karena dipengaruhi iblis."Tulang di tanganmu itu kurasa adalah senjata yang sangat hebat. Untuk apa kau menginginkan keris ini dan juga pedang milik Sekar Pandan?" Kedu
Sekar Pandan melompat ke arah tubuh Ki Kriwil yang masih pingsan di tengah halaman. Tubuh renta itu tergeletak tak sadarkan diri di dekat tubuh Bimala dan Elakshi. Serangkum angin serangan dari belakang tiba-tiba menerjang tubuh ramping Sekar Pandan. Rupanya Hang Dineshcarayaksa tidak ingin gadis itu menyelematkan orang yang dia lempar ke halaman. Dia juga ingin Sekar Pandan tewas karena telah melumpuhkan Bimala dan Elakshi.Merasakan serangan, gadis itu membuang tubuhnya ke samping. Dia bergulingan sejenak sebelum melompat tinggi sambil mengirimkan pukulan tangan kosong ke Hang Dineshcarayaksa. Ajian Ombak Memecah Karang melabrak tubuh besar penguasa dasar jurang Hung Leliwungan.Hang Dineshcarayaksa yang mendapat pukulan balasan dengan kekuatan besar berteriak nyaring sambil melompat tinggi. Demikian pula dengan Raden Prana Kusuma. Pemuda itu juga menghindar dari serangan Sekar Pandan. Cahaya kuning kemerahan bablas dan menghantam sebatang pohon pisang.
Mendengar suara keras dari atap pondok, anak dan istri Ki Kriwil terbangun. Dengan muka pucat karena ketakutan, mereka menuju asal suara keras tersebut. Wajah tiga wanita itu terkesiap saat melihat ke atas.Atap pondok mereka jebol dan rusak. Kayu-kayu jatuh berserakan di bawahnya.Anak bungsu Ki Kriwil bergegas menuju pintu yang sebagian daunnya telah rusak. Gadis berbadan kurus dengan rambut tergerai sebahu itu menjerit sekuatnya. Di halaman pondok, dia melihat ayahnya tengah tergeletak dan dihampiri sosok tinggi besar berambut kriting gimbal."Ada apa, Nduk?" Ibunya bertanya.Gadis itu langsung memeluk ibunya dengan ketakutan. Air matanya telah jatuh dari tadi. "Ayah," lirihnya.Anak sulung Ki Kriwil segera berlari ke luar menghampiri tubuh ayahnya yang pingsan."Ayah." Dia menghambur dan memeluk tubuh kurus Ki Kriwil.Sosok laki-laki tinggi besar itu mendengkus. Tubuhnya membungkuk. Jari-jarinya yang berukuran b
Gadis itu menepis tangan Raden Prana Kusuma dengan kesal. Sampai kapan pun dirinya tidak akan bisa bersaing dengan sang putri. Kalau tiba-tiba Raden Prana Kusuma mencampakkan dirinya dan lebih memilih putri itu, Sekar Pandan tidak bisa berbuat apa-apa.Dengan lembut, diraihnya telapak tangan Sekar Pandan. Gadis itu menarik tangannya. Hatinya masih kesal. Namun, cekalan Senopati Prana Kusuma lebih kuat."Aku tidak menyalahkan dirimu. Itu salah satu tidak enaknya menjadi aku yang tinggal di kota raja, apalagi menjadi keluarga bangsawan. Kami boleh mempunyai banyak wanita, jika mau. Gadis-gadis di dalam dan di luar kota raja cantik-cantik. Kami tinggal milih. Sekali lagi tidak semua laki-laki seperti itu."Sekar Pandan melirik Raden Prana Kusuma yang terus berbicara sambil menggenggam tangannya. Dia memang selalu percaya dengan pemuda ini, tetapi tidak dengan Putri Dewi Gayatri.Keduanya menghabiskan malam berdua sambil mengobrol di bawah sinar bulan
Sekar Pandan tersenyum. Matanya tidak lepas dari bulan di atas sana. Dia paling suka melihat bulan purnama. Dia menyakini bahwa bulan itu penampakan ibunya yang telah meninggal saat melahirkan dirinya. Kata kedua bibi pengasuhnya, kecantikan ibunya laksana bulan purnama di langit."Di tempat itu ada air terjun, sungai dan pepohonan yang rindang dan teduh. Sekar, kau tahu di mana tempat itu berada?"Sekar Pandan tidak menjawab. Dia masih sibuk menatap wajah bulan.Raden Prana Kusuma menyentuh pundak gadis itu. Barulah Sekar Pandan tersadar. Dia mengangkat kedua alis melengkungnya."Jadi kau tidak mendengarku?"Sekar Pandan menatapnya heran. Raden Prana Kusuma mendesah, "Sudahlah. Mungkin hanya aku sendiri yang terlalu berpikir aneh."Dengan hati dongkol pemuda itu melangkah pergi dengan diiringi tatapan tidak mengerti Sekar Pandan. Gadis itu memang tidak mendengar gumaman Raden Prana Kusuma karena dia sendiri sibuk berbicara di da
Sekar Pandan menghentikan goresan di telapak tangan itu. Dia memerhatikan wajah lebam di depannya dengan iba. Tangannya terangkat ingin menyentuh. Dalam hati gadis itu kasihan dengan wajah Raden Prana Kusuma. Namun, saat ini dia tidak mungkin membuat obat boreh untuknya."Elakshi, kerahkan semua kekuatanmu! Sebentar lagi kekuatan pedang iblis ini akan mengendur!" Bimala berteriak. Elakshi mengangguk. Keduanya mengeluarkan seluruh kekuatan yang dimiliki untuk menaklukkan Pedang Sulur Naga.Pamor pedang itu makin terang bahkan warna hijaunya makin pekat. Pertarungan itu memang tidak terlihat oleh semua warga, tetapi membuat Bimala dan Elakshi bekerja keras mempertahankan nyawa. Otot-otot mereka terlihat menyembul dari leher dan lengan. Keringat sebesar jagung saling menetes dari tubuh besar mereka."Aku sudah tidak kuat, Bimala." Kekuatan Elakshi mulai mengendur, bahkan Bimala bisa merasakan. Tidak hanya kekuatan kawannya, kekuatannya sendiri pun sama, sedan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.