Share

Bab 2_ Pemberat Kertas

"Apa kau sudah mendengar kabar kehancuran Sekte Naga Suci?" tanya seorang warga mengabaikan makanan di hadapannya.

"Ya, aku sudah dengar. Mengerikan! Malah kabarnya mereka juga menyerang kerajaan. Kaisar Xiang Ming dibunuh beserta seluruh anggota keluarganya." Seorang lainnya menimpali setelah meneguk teh.

Usai membakar habis Boushan, Aliansi Gongliao memang melanjutkan penyerangan ke istana. Tanpa berpikir panjang, semua orang jelas tahu tujuan Aliansi Gongliao sebenarnya ....

Menguasai dunia.

"Lalu siapa yang akan menggantikan Kaisar Xiang Ming?"

"Kemungkinan besar adalah pemimpin dari aliansi sekte aliran hitam itu."

Obrolan dua lelaki berwajah masam itu berhasil menarik perhatian pemuda yang duduk satu meja dengan seorang bocah. Selagi sang bocah sedang lahap menyantap makanan, pemuda itu terus mencuri dengar pembicaraan di meja lain hingga kedua alisnya hampir menyatu.

Tiba-tiba suara keributan terdengar dari luar kedai. Orang-orang tampak berbondong-bondong berlari menuju satu arah dengan suara-suara yang seperti dengungan lebah. Meski tidak begitu jelas apa yang mereka ucapkan, samar-samar terdengar nama Xiu Jian disebut-sebut.

"Baguslah Huang Fu melakukan itu pada ketua Sekte Naga Suci. Setidaknya ini jadi peringatan keras bagi pendekar aliran putih untuk tidak ikut campur pada urusan sekte aliran hitam. Mereka harus tahu, bahwa kita lebih kuat daripada mereka," kata seorang lelaki tua pada pemuda di sampingnya saat berjalan memasuki kedai. 

"Kak Li Min, mereka bilang tadi ketua Sekte Naga Suci. Apa itu berarti ayah--"

Li Min melihat sekeliling setelah meletakkan telapak tangannya di mulut kecil Xiu Zhangjian. Tampak beberapa titik keringat jatuh bergulir di dahinya.

Li Min menelan ludah. Jantungnya berdebar kuat hingga membuat dadanya bergetar. "Tidak ada yang boleh tahu siapa kita," bisik Li Min membuat Xiu Zhangjian mengangguk mengerti. Ia pun melepaskan bekapan tangannya dan meneguk segelas air.

Pemuda yang menjadi pengawal, sahabat, sekaligus guru muda untuk Xiu Zhangjian itu merogoh sebuah kantung hitam kecil dari bajunya. Lalu ia mengeluarkan beberapa koin perak untuk diletakkan di atas meja. Dengan wajah pucat dan langkah tergesa, Li Min menggendong Xiu Zhangjian keluar dari dalam kedai.

Ketika Li Min telah sampai di depan pintu, pandangannya langsung tersita pada kerumunan di dekat air mancur. Entah apa yang ada di sana, hingga membuat orang-orang mengesampingkan kesibukan masing-masing untuk melihatnya.

Dengan ragu, Li Min melangkahkan kaki mendekati kerumunan. Akan tetapi, saking banyaknya orang yang berkerubung, Li Min tidak bisa melihat ke dalam untuk sekadar mengintip apa yang sebenarnya menyita perhatian orang-orang.

"Maaf, Tuan. Maaf, maaf." Li Min tidak berhenti membungkuk-bungkukkan badan saat tubuhnya berbenturan dengan orang lain. Ia terpaksa menerobos masuk karena napasnya bahkan sedikit tertahan sejak sektenya dibicarakan para pengunjung kedai.

Ketika Li Min hampir sampai di barisan terdepan, kedua matanya membulat sempurna dengan mulut sedikit terbuka. Napasnya seperti tercekat dengan jantung yang terasa sangat nyeri. 

"Zhangjian ..." batin Li Min yang kemudian bersicepat meletakkan tangan kanannya di depan mata Xiu Zhangjian. Ia membalikkan badan dan pergi dari kerumunan. "Zhangjian tidak boleh tahu soal ini," benaknya lagi.

Li Min terus berjalan sejauh-jauhnya. Sesekali ia menoleh ke belakang untuk memastikan apakah ada yang curiga dan mengikuti mereka atau tidak. Matanya terus menyisiri sekeliling, mencari tempat yang aman untuk bersembunyi.

Di antara kerumunan itu ternyata ada sebuah meja kayu yang di atasnya terdapat secarik kertas besar dengan tulisan 'JANGAN MELAWAN ALIANSI GONGLIAO ATAU KALIAN AKAN BERNASIB SAMA DENGAN XIU JIAN'. Tepat di atas kertas itu, terdapat potongan kepala yang digunakan sebagai pemberat agar kertas yang sedikit terjuntai ke bawah tidak jatuh.

Tentu saja Li Min sangat mengenal siapa pemilik potongan kepala yang wajahnya dipenuhi luka lebam, bekas sayatan, juga darah, dengan mata yang sedikit terbuka itu. Li Min ingin berteriak memanggil nama sang guru. Akan tetapi mulutnya dibungkam oleh kenyataan.

Langkah Li Min tiba-tiba terhenti ketika merasakan ada sesuatu yang hangat membasahi telapak tangannya. Ia pun mengambil tangannya dari mata Xiu Zhangjian. Ternyata, pipi bocah yang berada dalam gendongannya itu telah basah oleh air mata.

"Zhangjian ...." Li Min mendekap erat bocah yang menangis tanpa isakan itu. Xiu Zhangjian bahkan menggigit sendiri bibirnya kuat-kuat hingga memunculkan corak kemerahan.

Sejatinya, dada Li Min menjadi sangat panas melihat kehormatan sang guru dan sektenya dilecehkan dengan cara yang sangat biadab. Namun, ia harus mengendalikan amarahnya supaya bisa menenangkan Xiu Zhangjian. Seraya mengelus lembut kepala bocah itu, Li Min bersumpah, "Aku janji kita akan mendapatkan kepala ayahmu dengan cara apa pun!"

***

Remang sinar bulan separuh menjadi penerang malam yang mulai mendekati ambang batasnya. Tiga lelaki yang tadi berjaga di sekitar potongan kepala Xiu Jian, kini berdiri melingkari meja tempat kepala itu diletakkan.

"Selanjutnya, apa yang harus kita lakukan pada keparat ini?" tanya pria botak dengan cincin yang melingkar di tengah-tengah lubang hidupnya. Hidungnya kembang-kempis dengan tatapan jijik ke arah Xiu Jian.

"Setan ini semasa hidupnya sangat menyusahkan. Sudah mati pun masih merepotkan. Sebaiknya kita hancurkan saja tengkoraknya," ujar seorang lainnya sambil menarik kertas besar yang tertindih oleh kepala Xiu Jian.

"Tahan dulu. Setidaknya kita harus mematuhi perintah Ketua Huang untuk memajang kepala sialan ini di dua kota lainnya. Sekarang, kalian bisa melampiaskan kekesalan dengan memberikan ludah kalian seperti ini, cuh!" Lelaki dengan rambut keperakan sebahu meludah ke wajah Xiu Jian. Ia dan kedua rekannya lantas terbahak melihat air ludah turun perlahan dari dahi ke alis.

Suara daging terkoyak membuat tawa lelaki berambut perak itu membeku. Ia melirik ke bawah, menyadari sebuah besi runcing--belati-- tertancap di dadanya. "A ... ah ...." Berteriak pun tidak sempat ia lakukan. Ketika tangannya hendak meraih belati itu, dentuman dari tubuhnya yang membentur tanah sudah lebih dulu terdengar.

Kedua rekan di sebelahnya terbelalak kaget. Mereka lekas-lekas mengalihkan pandangan ke arah datangnya belati tersebut. Begitu melihat satu sosok berdiri tegak di atas atap salah satu bangunan, satu di antara mereka berteriak lantang, "Penyusup!"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
AHMAD “Bang Ozan Gaming” ZUAAN
keren abiezzz
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status