Keadaan pria dengan penutup wajah itu semakin terdesak. Pedangnya yang melintang menahan pedang lawan, kini telah mengenai lehernya. Bercak merah pun mulai mencuat. Darah segar perlahan menuruni leher itu. "Aku tidak kuat lagi," batinnya dengan napas tertahan. Tangannya sudah tidak sanggup lagi menahan dorongan pedang lelaki botak.
Akhirnya, sebuah erangan panjang terdengar menyusul suara daging yang terkoyak. "Argh ... !"
*Beberapa saat sebelumnya
Sosok yang berdiri di atas atap bukannya melarikan diri, justru melompat ke bawah. Ia berjalan perlahan menghampiri lelaki yang meneriakinya sebagai penyusup. Tatapan matanya yang merah saga begitu tajam setengah memelotot, memancarkan amarah yang mencapai puncaknya. Aura membunuh yang kuat melingkupi pria itu.
Rahang lelaki botak mengeras. Jari-jarinya mencengkeram kuat pegangan pedang yang masih berada di dalam selongsongnya. Dengan sangat lantang ia mengumpat, "Kurang ajar!" Suara pedang yang ditarik dengan kasar pun terdengar. Tampak sebilah pedang yang melengkung dengan gerigi tajam di satu sisi terayun dengan lincah ke arah pria misterius.
Tanpa diduga, gerakan pria misterius tidak kalah lincah. Ia bisa menghindari tebasan pedang lelaki botak nyaris tanpa kendala.
Hal itu menyulut amarah lelaki tambun yang berjongkok di samping rekannya yang sekarat. Ia pun melemparkan pisau kecil yang dicabut dari dada lelaki berambut perak ke arah pria misterius. Namun, kedua matanya langsung terbelalak melihat pria misterius menghentikan pisau itu hanya dengan jari tengah dan telunjuk. Kening lelaki tambun bertaut memikirkan identitas penyusup itu. "Siapa dia sebenarnya?" benaknya.
Lelaki tambun menggertakkan gigi-giginya. Darahnya seperti mendidih. Ia pun beranjak dan melesat cepat menghampiri pria misterius yang tengah beradu pedang dengan lelaki botak.
Sementara dua penjaga tersita perhatiannya oleh pria misterius, seorang bocah laki-laki tampak berjalan mengendap menuju meja tempat kepala Xiu Jian diletakkan. Seperti pria misterius, bocah itu juga mengenakan pakaian serba hitam. Ia mengambil karung yang ada di bawah meja. Dengan cepat bocah tersebut mengangkat kepala Xiu Jian dan memasukkannya ke dalam karung. Ia memeluk karung itu erat-erat dan berlari meninggalkan meja. Ia kembali menenggelamkan diri ke dalam semak-semak.
Bocah itu sampai bisa mendengar detak jantungnya yang kencang. Ia duduk berjongkok dengan tatapan lekat ke arah pertarungan tiga lelaki. Tiba-tiba kedua mata bocah itu membulat dan berkaca-kaca. Ia memandang ngeri darah segar yang mengalir dari lengan kanan pria misterius usai menerima tebasan pedang lawan.
"Argh!" Tak lama berselang erangan rendah kembali terdengar dari pria misterius ketika lengan kirinya robek terkena pedang bergerigi. Dalamnya luka sayatan itu bahkan sampai membuat pedangnya terlepas dari tangan.
"Hahaha, jangan harap kau bisa mendapatkannya!" seru lelaki tambun sembari menendang tangan pria misterius saat berusaha meraih pedangnya dari tanah. Ia mencebik ketika pedang itu berada dalam genggamannya.
Sadar bahwa situasinya semakin buruk, pria misterius pun melompat tinggi dan menghentakkan kakinya ke kepala lawan secara bergantian. Ia melakukan rol ke depan dan mendarat tepat di samping lelaki berambut perak.
"Hebat!" batin bocah laki-laki. Seutas senyum terkembang di balik kain hitam yang menutupi wajahnya.
"Kepar*t!" umpat lelaki botak melihat lawan mengambil pedang yang tersarung di samping pinggang pria berambut perak.
"Berani kau?!" teriak lelaki tambun ketika pria misterius memenggal kepala rekannya yang sudah tidak bernyawa. Ia dan lelaki botak pun berlari memangkas jarak dan mengayunkan pedang ke badan pria misterius. Suara dentingan pedang lekas memekak, memecah keheningan malam.
Tidak disangka, dengan kedua lengan yang terluka, pria misterius justru menjadi semakin menggila. Ayunan pedangnya terasa lebih berat dan bertenaga. Dalam hatinya, pria itu bertekad untuk memenangkan pertarungan. "Aku tidak akan membiarkan Zhang Jian melewati semuanya sendiri!"
Benar, pria misterius itu tidak lain adalah Li Min. Ia harus merebut kepala Xiu Jian demi kehormatan sang guru dan sektenya yang telah hancur. Li Min yang berdiri di antara dua pendekar sekte aliran hitam tidak gentar sedikit pun. Ia mengayunkan pedangnya ke arah lelaki tambun, selagi kaki kanannya menendang lelaki botak yang hendak menyerang.
"Argh!" Kali ini lenguh rendah berasal dari lelaki tambun yang bagian depan bajunya robek terkena pedang. Ia menggerayangi dadanya yang terasa perih. Noda merah pun lekas melekat pada telapak tangannya. Belum sampai lelaki itu mengangkat kembali pedangnya, sebuah belati tertanam dalam-dalam di dadanya sebelah kiri. Ia pun jatuh berlutut dengan mata terbuka lebar, sebelum akhirnya ambruk tengkurap.
Hal itu membuat Zhang Jian mengembuskan napas panjang. Kelegaan yang sempat mangkir darinya, perlahan mulai kembali. Kendatipun ia tidak ikut bertarung, napasnya turut tersengal saat melihat Li Min sempat terpojok. Akan tetapi, belum lama sesak di dadanya menyusut, bulir keringat mendadak mencuat dari keningnya.
Li Min jatuh ke belakang setelah tendangan keras mendarat di dadanya. Lelaki botak langsung memangkas jarak, tidak memberi kesempatan pada Li Min untuk berdiri.
Berkali-kali Li Min menggunakan pedangnya untuk menahan tebasan pedang lawan. Sampai akhirnya ada celah baginya untuk mengayunkan pedang ke kaki lelaki botak. Meski lawan sempat melangkah mundur, serangannya yang mendadak membuat lelaki itu terlambat menghindar. Ujung pedang Li Min menghantam tulang keringnya sebelah kiri.
Lelaki botak mendengkus, merasakan perih dan nyeri yang menyergap kakinya. Dengan kaki berdarah dan pincang, ia kembali menyerang. "Kau harus mati!" ujarnya dengan gerakan pedang yang lebih agresif.
Lelaki botak memaksa Li Min melangkah mundur. Sampai akhirnya tidak ada tempat lagi bagi Li Min untuk mengambil jarak lantaran punggungnya telah membentur tembok.
"Pergilah ke neraka!" pekik lelaki botak sambil melayangkan pedangnya kuat-kuat dari atas ke bawah, seolah ingin membelah tubuh Li Min.
Lagi-lagi Li Min menggunakan pedangnya untuk menangkal serangan, hingga memunculkan suara benturan yang sangat keras. Kedua pedang yang beradu itu membentuk tanda tambah.
Lelaki botak menggertakkan giginya. Ia mengerahkan seluruh kekuatan untuk mendorong pedangnya.
"Kak Li Min ...." kata Zhang Jian dalam diam. Matanya memandang ngeri pedang Li Min yang terus terdorong dan hanya berjarak satu jengkal dari leher sang kakak. Ia ragu, Li Min akan mampu menahan pedang itu lebih lama dengan kedua lengan yang koyak. Sekilas terbesit dalam ingatan Zhang Jian pesan yang disampaikan Li Min, "Kalau terjadi hal buruk padaku, selamatkan dirimu. Lari secepat yang kau bisa!"
Keadaan pria dengan penutup wajah itu semakin terdesak. Pedangnya yang melintang menahan pedang lawan, kini telah mengenai lehernya. Bercak merah pun mulai mencuat. Darah segar perlahan menuruni leher itu. "Aku tidak kuat lagi," batinnya dengan napas tertahan. Tangannya sudah tidak sanggup lagi menahan dorongan pedang lelaki botak.
Akhirnya, sebuah erangan panjang terdengar menyusul suara daging yang terkoyak. "Argh ... !"
Dalam pekatnya malam, seorang anak laki-laki berdiri, terpaku dengan tubuh yang bergetar hebat. Pandangannya masih belum beranjak dari tubuh tak bernyawa yang punggungnya mengeluarkan banyak darah akibat tusukan pedang. "A-aku ... telah membunuhnya," ucapnya lirih selagi ambruk berlutut.Keterkejutan juga menyerbu pemuda yang tertimpa oleh mayat tersebut. Kedua matanya terbelalak mendapati pedang miliknya yang sempat diambil lawan, tertancap di punggung lelaki botak. "Zhangjian ... kau--"Belum sampai kalimat itu terselesaikan, bocah itu memotongnya dengan suara yang sedikit parau, "A-ku membunuhnya, Kakak." Xiu Zhangjian menatap lekat-lekat kedua tangannya yang menengadah. Ada bercak darah yang terciprat di sana saat pedang Li Min mengoyak tubuh lelaki botak.Li Min mendorong mayat lelaki botak yang menimpanya. Seketika pedang yang menancap di punggung itu langsung mencuat menembus perut lelaki botak saat pegangan pedang menabrak permukaan tanah. Ia berjalan ce
Teriakan dari Li Min sudah barang tentu mengejutkan Xiu Zhangjian. Bocah itu pun langsung berdiri dan turut memutar badannya. Mata coklat tuanya menangkap sesosok lelaki yang seluruh rambutnya ditumbuhi uban. "Paman Feng!" Tanpa pikir panjang Xiu Zhangjian berlari menghampiri dan memeluk lelaki paruh baya yang hanya berdiri terpaku.Lelaki itu adalah Feng Yin, ketua dari Sekte Harimau Putih, yang tidak lain adalah sahabat karib dari Xiu Jian. Setiap pagi pascamalam berdarah di Boushan, Feng Yin selalu datang ke desa itu untuk mengenang sahabatnya. Siapa mengira jika hari ini ia melihat putra dan murid kesayangan Xiu Jian masih hidup?Feng Yin yang semula berdiri, kini berlutut agar bisa sejajar dengan Xiu Zhangjian. Ia mendekap tubuh kecil itu erat seolah tidak akan melepaskannya lagi. "Ka-kau masih hidup," lirihnya sembari mengusap rambut Xiu Zhangjian dengan tangan bergetar.Melihat hal itu, Li Min mengembuskan napas panjang hingga pundaknya sedikit turun. Ia
"Ayah ... tidak!" Suara seorang pemuda memecah keheningan.Terdapat empat pemuda dalam kamar itu, tetapi hanya satu orang saja yang terduduk dari pembaringannya. Napasnya memburu dengan bulir keringat membasahi kening. Pemuda itu memegang dadanya, seolah memastikan jantungnya masih berdetak atau tidak. Ia mengembuskan napas dan berkata dengan frustrasi, "Mimpi itu lagi!"Pemuda itu membanting tubuhnya ke kasur, lalu berusaha keras untuk menutup kembali matanya. Belum sampai sepuluh detik, kelopaknya kembali terbuka, mempertontonkan mata jernihnya yang beriris coklat tua.Pemuda itu menatap langit-langit kamar yang dihiasi beberapa jaring laba-laba. Ia menggeser pandangan ke teman sekamarnya yang tampak pulas. Ia mendecakkan lidah dan menggerutu, "Hah, mereka semua tidur seperti orang mati. Tapi aku tidak bisa tidur karena melihat orang mati. Mimpi sialan itu!"Dengan wajah malas pemuda itu pun beranjak dari tempat tidur. Ia melangkah keluar kamar sambil m
Dalam ruangan itu, keheningan terpecah oleh suara ketukan kuku pada meja. Tampak seorang lelaki dengan mahkota di kepalanya tengah menatap tajam ke arah meja. Di sana tergeletak sebilah pedang yang dihiasi ukiran naga keemasan pada pegangan dan selongsongnya."Yang Mu-"Belum sampai ucapan itu selesai, lelaki dengan tatapan membunuh dan aura mencekam itu mengangkat tangan kirinya. "Kasim Bao," panggilnya membuat pria yang dipotong ucapannya menelan ludah."Sa-saya, Kaisar Huang ...." Kasim Bao semakin menunduk, menyadari bahwa suasana hati sang kaisar sedang buruk."Menurutmu, apa yang harus aku lakukan dengan pedang ini? Apa aku perlu membakarnya?" tanya Huang Fu sambil meraih pedang di hadapannya."Jawab Yang Mulia, setahu saya, Kaisar sangat menginginkan pedang itu. Selain itu, Yang Mulia Kaisar juga mendapatkannya dengan susah payah. Jadi ...." Kasim Bao tidak berani menyelesaikan kalimatnya. Ia tidak mengerti apa yang diinginkan sang kai
Li Min meletakkan gulungan kertas usang dari balik bajunya ke atas meja, tepat di hadapan Xiu Zhangjian. Dengan lirih ia berkata, "Bacalah, itu pesan ayahmu."Xiu Zhangjian mengambil gulungan itu dengan tergesa-gesa. Ia merentangkan kertas itu dengan napas tertahan.Semua orang hanya diam menyaksikan manik coklat tua Xiu Zhangjian bergerak dari kiri ke kanan, dari atas ke bawah, menggerayangi setiap karakter yang tertulis. Namun, dalam keheningan itu wajah mereka menegang ketika menyaksikan getaran hebat pada kertas tersebut akibat tangan Xiu Zhangjian yang bergerak-gerak sendiri."Ada apa?" tanya Feng Yin cemas."A-aku ... sang pewaris pedang?" kata Xiu Zhangjian seraya meletakkan gulungan kertas itu masih dengan tangan bergetar. Ia menyandarkan punggungnya ke kursi, seolah tidak ada tenaga yang tersisa untuk tetap tegak.Feng Yin yang sedari awal sudah dilingkupi penasaran, kini tidak mampu lagi membendung rasa ingin tahunya. Ia meraih dan
"Ada apa, Tetua Feng?" "Aku telah menyinggung utusan Aliansi Gongliao. Ketua Li, berikan daftar itu pada Zhangjian!" "Baik, Tetua!" Li Min pun menyerahkan gulungan kertas dari lengan bajunya kepada Xiu Zhangjian. "Cepat kumpulkan mereka di sini!" Xiu Zhangjian membuka gulungan kertas dari Li Min. Di dalamnya tertulis 10 nama anggota muda Sekte Harimau Putih. Ia pun berlari keluar dengan jantung berdebar kuat. Sebenarnya Xiu Zhangjian masih belum mengerti apa yang terjadi. Namun, keadaan bahkan tidak memberi waktu padanya untuk sekadar bertanya. Beberapa saat kemudian, Xiu Zhangjian telah kembali ke dalam ruang pertemuan bersama 10 orang yang ada di dalam daftar. Kebingungan tampak jelas di wajah mereka semua. Akan tetapi, sama seperti Xiu Zhangjian, mereka juga tidak menanyakan apa pun dan hanya saling menatap. Melihat ekspresi wajah Li Min dan Feng Yin yang penuh kerut di dahi, cukup menunjukkan bahwa situasinya tidak sedang baik-baik s
Tong Mu tersenyum puas saat semua anggota Sekte Harimau Putih berhasil ditakhlukan. Ia mengikat sendiri tangan Feng Yin selagi para prajuritnya melakukan hal yang sama ke semua lawan. "Kaisar Huang benar, bukan hal sulit untuk melumpuhkan sektemu. Aku hanya perlu mengalahkanmu dan mereka akan menuruti ucapanku. Tapi ... tidakkah ini terlalu mudah? Kau terlalu lemah sebagai tetua dari sekte dengan pasukan pemanah yang hebat."*Beberapa saat sebelumnyaTong Mu memberi hormat pada Huang Fu. Ia bergegas kembali ke istana setelah hasil dari kunjungannya ke markas Sekte Harimau Putih mengecewakan."Bagaimana?""Sesuai dugaan Yang Mulia, Feng Yin menolak."Huang Fu meletakkan cangkir tehnya di atas meja dengan sedikit penekanan, membuat bunyi tertentu keluar akibat benturan itu. Tong Mu menelan ludah ketika melihat Huang Fu mencengkeram erat cangkir tersebut hingga pecah."Kerahkan ratusan prajurit untuk menyerang! Bawa tiga bola api bersamam
Penjara kerajaan Quzhou terdiri atas dua bagian besar, yakni bawah dan atas tanah. Penjara di atas tanah kondisinya lebih baik daripada yang ada di bawah tanah. Selain itu, perlakuan pada para tahanan juga sedikit lebih manusiawi. Sementara itu, penjara bawah tanah dihuni oleh orang-orang yang dinyatakan bersalah dalam kasus-kasus berat, seperti pembunuhan, pemberontakan, dan sebagainya. Itu sebabnya para anggota Sekte Harimau Putih ditempatkan di penjara bawah tanah. Kondisi penjara bawah tanah sangat pengap dan gelap dengan beberapa obor sebagai pelita. Setiap sel tahanan berukuran sangat sempit dan diisi paling tidak lima orang. Sementara menyoal makan, para tahanan hanya diberi jatah makan dua kali. Itu pun sangat terbatas jumlahnya. Satu sel penjara biasanya hanya mendapat jatah makan satu mangkok bubur. Makanan hanya akan diletakkan di luar sel sehingga para tahanan harus makan dengan jeruji besi sebagai pembatas. "Makanlah! Besok kalian harus mulai bekerja! Jangan sampai kal