Share

Pendekar Pedang Suci
Pendekar Pedang Suci
Penulis: Khoirul N.

Bab 1_ Kehancuran Sekte Naga Suci

"Tidak! Tolong aku!"

"Bunuh mereka!"

Teriakan demi teriakan terdengar di tengah kekacauan yang menyelimuti Sekte Naga Suci. Bunyi ayunan pedang yang diiringi suara daging terkoyak dan lenguhan rendah sejumlah korban mengiris pendengaran. Bau anyir yang menyeruak dalam pekatnya malam begitu menusuk hidung.

"Jangan biarkan mereka kabur!" komando seorang laki-laki membuat para pendekar dari sekte aliran hitam menjadi lebih brutal melakukan penyerangan. Mereka mengejar para penduduk yang berusaha menyelamatkan diri.

"Hahaha, mau ke mana kalian?" Gelak tawa menggelegar atas terpojoknya seorang laki-laki beserta istri dan anaknya.

"Tolong, jangan bunuh kami. Kami akan memberikan semua harta kami pada kalian," pinta seorang lelaki memelas dengan bersujud di kaki salah seorang pendekar sekte aliran hitam. Lelaki itu tampak kacau dengan luka lebam dan luka sayat hampir di sekujur tubuhnya.

"Tenang saja, aku akan mengambil sendiri semua hartamu. Jadi kau tidak perlu susah payah memberikannya. Sekarang, matilah dengan tenang!" pekik lelaki itu sembari menghujamkan pedang ke punggung lelaki yang bersujud di kakinya.

"Suamiku!" jerit seorang perempuan meratapi kematian suaminya yang kini ambruk dengan pedang yang menancap dari punggung hingga tembus ke perut. Lekas diikuti jerit tangis dari gadis kecil yang ada dalam dekapannya.

"Habisi mereka! Aku akan kembali ke Ketua Huang," ucap lelaki itu setelah menarik pedangnya dari mayat lelaki di hadapannya.

Lelaki dengan ikat kepala hitam bergambar dua garis lengkung ke bawah berwarna kuning itu berlari cepat menuju kerumunan para pendekar pedang yang mengeroyok seorang pendekar dari Sekte Naga Suci. "Ketua Huang, apa pestanya sudah selesai?" tanya lelaki itu pada seorang pria yang berdiri satu meter dari kerumunan.

Pria dengan perawakan kekar dan tegap itu adalah Huang Fu, ketua dari Sekte Iblis Merah, yang juga terpilih sebagai ketua aliansi sekte aliran hitam Gongliao. Senyumnya terus terkembang, menikmati tebasan demi tebasan pedang yang menghujani seorang pendekar dari Sekte Naga Suci.

"Hampir. Segeralah bergabung sebelum Xiu Jian mati!" jawab Huang Fu tanpa menoleh. Ia tidak mau melewatkan detik-detik terakhir Xiu Jian—ketua Sekte Naga Suci itu.

"Dengan senang hati, Ketua Huang." Lelaki itu pun langsung bergabung dengan para pendekar pedang dari sekte aliran hitam, menghajar Xiu Jian tanpa ampun.

"Argh ..." lenguh Xiu Jian terdengar berulang-ulang di antara suara tebasan pedang yang menghujani tubuhnya. Noda merah mencuat dari bekas sayatan itu. Bahkan juga menempel pada pedang-pedang yang mengoyaknya.

"Tebas perutnya! Aku ingin melihat seberapa kuat keparat itu," seru Huang Fu belum puas dengan permainan pedang yang disuguhkan para ketua dari sekte aliran hitam.

"Argh ...!" teriak Xiu Jian lebih keras. Ia pun jatuh berlutut dengan tangan kanan bertumpu pada pedang yang menancap di tanah dan tangan kiri memegangi perutnya yang terkena tebasan pedang. Bau anyir semakin tercium atas tumpahnya darah segar dari perut Xiu Jian yang robek.

Huang Fu menarik sudut kanan bibirnya melihat apa yang ia inginkan telah terwujud. Huang Fu kemudian bertepuk tangan sambil berjalan mendekati Xiu Jian. "Bahkan setelah perutmu koyak, kau tampak masih ingin hidup."

Huang Fu membungkuk dan mendekatkan wajahnya ke musuh bebuyutannya yang tertunduk, hingga hanya menyisakan jarak sejengkal saja. Ia bisa mendengar napas Xiu Jian yang memburu. 

Huang Fu melihat dengan jelas, Xiu Jian meringis menahan sakit. Cairan merah yang keluar dari pelipisnya, perlahan merembes jatuh menuju mata. Lantas, dengan cepat Huang Fu mengulurkan tangannya ke sisi kiri pinggang Xiu Jian untuk meraih pedang pusaka dengan ukiran naga keemasan pada selongsongnya. Akan tetapi, belum sampai tangan Huang Fu menyentuh pedang itu, tangan kiri Xiu Jian telah menepisnya hingga menimbulkan suara tertentu. 

"Kurang ajar!" umpat Huang Fu dengan kedua bola mata nyaris keluar. Kemudian ia bangkit dan menghantamkan sikunya ke tengkuk Xiu Jian. Sontak saja membuat Xiu Jian jatuh tersungkur.

Melihat Xiu Jian tengkurap tidak berdaya, Huang Fu lantas menginjak kepala Xiu Jian yang menghadap ke kiri. Mata Xiu Jian masih berkedip pelan, membuat Huang Fu semakin bernafsu ingin menjadi malaikat mautnya.

Huang Fu menggeretakkan gigi-giginya hingga membuat tulang rahangnya mengeras. Lalu ia menarik pedangnya dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Pantulan sinar temaram dari obor membuat pedang itu berkilau dalam gelapnya malam.

"Hia ...!" teriak Huang Fu seraya mengayunkan pedang dan mendaratnya tepat di leher Xiu Jian. Maka, pedang Huang Fu yang semula bersih, kini telah dihinggapi bercak darah.

Para anggota Aliansi Gongliao yang menyaksikan kekejaman sang ketua dalam menghabisi nyawa lawan menjadi diam terpaku. Mereka bergeming menantikan tindakan Huang Fu berikutnya.

Huang Fu kemudian mengambil pedang pusaka yang tadi hendak ia rebut dari Xiu Jian. Lantas berjongkok dengan lutut kiri yang menempel di permukaan tanah, tepat di hadapan potongan kepala Xiu Jian.

Lelaki yang terkenal dengan pukulan Tapak Maut itu memandangi wajah Xiu Jian lekat-lekat. Kedua mata Xiu Jian masih sedikit terbuka dengan kornea yang bersemu merah. Ada darah yang mencuat dari pelipisnya yang bocor. Sudut bibir Xiu Jian juga berdarah dengan tanah yang melekat padanya. "Kau dan seluruh anggota Sekte Naga Suci telah hancur. Dengan Pedang Naga Suci di tanganku, wilayah Quzhou akan segera menjadi milik Aliansi Gongliao!" ucap Huang Fu lirih.

Huang Fu mencengkeram rambut Xiu Jian dengan tangan kiri. Lalu mengangkat potongan kepala itu tinggi-tinggi bersama dengan Pedang Naga Suci di tangan kanannya. 

"Hidup Ketua Huang!" seru seorang anggota yang kemudian ditirukan oleh anggota lainnya. Mereka bersorak-sorai merayakan kehancuran Sekte Naga Suci.

Huang Fu menyeringai. "Cukup! Sekarang, ambil semua harta mereka dan bakar desa ini sampai hangus. Aku mau, semua hal yang berhubungan dengan Sekte Naga Suci lenyap dari muka bumi!"

***

Dalam rimbunnya pepohonan yang menutupi sinar rembulan untuk masuk, seorang bocah tampak berlari riang. Di genggamannya terdapat seekor kelinci yang mati tertusuk panah. Bocah dengan senyum yang terus tersungging itu kadang berhenti dan kembali untuk menarik tangan seorang pemuda yang tertinggal di belakangnya. "Ayolah Kak, tidak bisakah kakimu berjalan lebih cepat lagi?! Aku ingin segera menunjukkan hasil buruanku pada ayahku," ucapnya menahan kesal sebab si pemuda justru terlihat sengaja memperlambat langkahnya.

Pemuda itu hanya tersenyum miring menanggapi rengekan anak kecil berusia lima tahun itu. Hal tersebut membuat si bocah menghentakkan kaki sebelum akhirnya membanting kasar tangan pemuda yang ia tarik. Dengan gesit bocah itu kemudian berlari hingga ke atas bukit.

Mendadak, kelinci di tangan bocah itu terjatuh ke tanah. Hal tersebut membuat sang pemuda mengerutkan kening dan dengan cepat mengejar bocah kecil itu.

"Ada apa, Zhangjian? Apa yang--" Ucapan sang pemuda berhenti ketika sepasang maniknya menatap pemandangan di hadapan.

Cahaya jingga terpantul dari bola mata kedua orang itu, hasil dari kobaran api besar yang melalap desa mereka.

"Ah ...." Bocah itu mengeluarkan suara kebingungan. "Ah!" Ia mulai berteriak seiring kakinya berlari.

Sebelum bocah tersebut bisa berlari jauh, sang pemuda langsung menghentikannya. Ia bisa mendengar teriakan dan dentingan pedang, kemampuannya sebagai seorang ahli bela diri memungkinkannya untuk melakukan hal tersebut.

"Kak Li Min, lepaskan aku! Aku harus melihat Ayah dan Ibu! Juga saudara-saudara lainnya!" teriak Zhangjian dengan mata bulat yang terlihat basah menahan tangis.

"Tidak ... kita tidak bisa kembali ...," bisik Li Min.

Hati Li Min terasa sakit, tetapi ia tahu bahwa serangan dalam skala ini jelas bertujuan untuk meluluhlantahkan Sekte Naga Suci--sekte tempatnya bernaung. Kekejaman ini ... hanya ada satu kelompok di dunia ini yang tega melakukan hal tersebut. Li Min mengepalkan tangannya. "Aliansi Gongliao ...."

Pada akhirnya, bocah lelaki itu hanya bisa terduduk lesu dengan pundak turun naik. Sang pemuda yang semula mencengkeram erat tangannya, kini memegang pundak bocah itu. "Zhangjian ...," lirihnya.

"Kak Li Min, Ayah ... Ibu ....," rintih bocah itu dengan kedua tangan bertumpu di atas tanah. Tulang-tulangnya terasa lemas tak mampu menopang tubuhnya untuk tetap tegak.

Li Min pun memeluk erat Xiu Zhangjian. Ia menggertakkan gigi-giginya seraya menatap lekat kobaran api di tanah Boushan. Li Min membatin, "Kalian melakukan kesalahan besar karena telah membiarkan pewaris sesungguhnya dari Pedang Naga Suci tetap hidup. Lihat saja, kalian tidak akan lolos, karena kami akan datang untuk menuntut balas!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status