Esok harinya pagi-pagi sekali Indra sudah berpamitan kepada Manan untuk melanjutkan perjalanannya. Dengan cepat Indra berjalan menuju ke arah utara, hutan belantara dengan pepohonan tinggi besar sudah terlihat di kejauhan. Diantara ujung Kampung Lanjar dengan Hutan Alas Roban terdapat sebuah jurang yang cukup dalam, di bawahnya tampak mengalir sungai yang tenang.
Sebuah jembatan kayu tua terlihat masih tertambat menyambungkan kedua tebing, namun dari penampilan dan kondisinya jembatan itu pasti sudah lama tidak diurus dan dilintasi oleh orang. Indra menghirup udara dalam-dalam untuk menggunakan ajian hampang raga untuk mengurangi berat masa tubuhnya.
Indra dengan cepat berlari melintasi jembatan, saking ringannya tubuh Indra jembatan tua yang rapuh itu bahkan tidak terlihat bergerak saat kaki Indra menapak diantara kayu lapuk jembatan. Indra dengan lincah langsung melompat ke sisi tebing lain tepat di pinggir hutan setelah melewati jembatan.
“Aku pikir kau Darjasena, siapa kau kisanak? Kenapa kau memiliki ikat pinggang kami?” tanya Geni tanpa bergerak sedikitpun.“Aku adalah malaikat mautmu!” tegas Indra yang sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi.‘Bbbrrrakkkhh’‘Dddaaakkhh’Kursi yang diduduki oleh Indra mendadak hancur berkeping-keping saat Indra melayangkan pukulannya ke wajah Geni. Tapi dengan cepat Geni menahan pukulan Indra dengan telapak tangannya, suara benturan terdengar keras. Meja dan kursi lainnya yang ada di sekitar mereka langsung hancur karena benturan tenaga dalam yang terjadi.Para wanita yang tadi keluar bersama Geni langsung menjerit dan berbalik lagi masuk ke dalam rumah, Indra langsung menundukan tubuhnya dan melayangkan kaki kanannya mengincar wajah Geni. Tapi Geni dengan gesit menghantamkan kakinya ke kaki Indra hingga serangannya hanya melebar ke samping.
‘Dddaakkhh’“Heuk..” kali Indra memekik kesakitan seiring dengan tubuhnya yang terjungkal ke belakang, dari hidungnya juga mulai mengalirkan darah. Saat itulah Indra mulai memahami rahasia dibalik enam tapak iblis yang digunakan oleh Geni.Tapi Geni tidak membuang kesempatan, dia langsung menendang perut Indra yang masih melayang di udara hingga terpental menabrak sebuah rumah sampai rumahnya ambruk karena semua tiang penyangganya patah. Indra kembali mememkik kesakitan, dari mulutnya kembali mulai mengeluarkan darah.“Hahaha.. padahal aku baru menggunakan gerakan tapak pertama dari gerakan enam tapak iblisku. Kelihatannya aku terlalu berharap banyak hanya karena kau adalah murid Braja Ekalawya,” ejek Geni sambil tertawa puas.Indra dibawah puing-puing rumah langsung bergerak bangkit kembali, tubuhnya benar-benar terasa sakit. Namun kini dia akhirnya mengerti semua
Bagi Geni sendiri Indra adalah pemuda berbakat yang cukup merepotkan, di usianya yang masih terbilang muda nyatanya dia sudah sanggup mengimbangi semua serangannya. Enam tapak iblis yang selalu dia andalkan dengan mudah bisa diantisipasi oleh Indra, namun mengingat bahwa gurunya adalah Braja Ekalawya membuat Geni tidak terlalu heran dengan hal tersebut. Dia yakin Indra sudah dilatih dengan keras salama ini oleh Braja.Geni langsung melompat mundur saat menghindari tendangan kaki kanan Indra. Saat itu juga Geni langsung berkonsentrasi untuk menggunakan salah satu ajian tingkat tinggi yang dikuasai olehnya yang bernama ajian ekabaya. Melihat hal itu Indra juga mulai membuat pola gerakan untuk menggunakan ajian bayubaraja.Tanah di sekitar tempat mereka berdiri mulai bergetar, riuh angin bergemuruh mulai terdengar menderu. Semua orang yang ada di tempat itu langsung melompat mundur karena tahu akan ada benturan ajian tingkat tinggi yang digunak
Sesaat sebelum Geni menghujamkan kakinya tiba-tiba saja riuh angin bergemuruh melesat mendekatinya. Geni yang kaget langsung melompat mundur, sesosok bayangan melesat menghampiri Indra dan membawanya ke atas pohon. Dia tidak lain adalah Ki Maung Lara yang sejak awal memang terus mengikuti Indra.“Kau?” ujar Geni sembari menatap tajam Ki Maung Lara yang berdiri di atas pohon.“Hehehe… Ternyata ada orang menyeramkan di sini,” ucap Ki Maung Lara sambil terkekeh.“Kembalikan anak itu kepadaku! Akan aku buat wajahnya sama sepertiku! Agar di alam baka nanti Braja Ekalawya mengingat apa yang telah dia lakukan kepadaku!” bentak Geni.“Ada saatnya nanti kalian akan bertemu lagi, Hehehe…” kata Ki Maung Lara yang kembali tertawa sebelum akhirnya melompat jauh ke udara meninggalkan Desa Jambe.“Pengecut kau Maung Lara!&rdquo
“Mungkin kau juga heran mengapa ajian caturbaya yang telah kau kuasai dengan sempurna tetap kalah oleh ajian caturbaya yang dikuasai secara sempurna oleh Geni Paksa,” tukas Eka Loka. Indra mengalihkan pandangannya kepada Eka Loka seakan memintanya untuk menjelaskan alasannya. Karena jujur saja dia sendiri masih heran jika sebuah ajian yang satu tingkat dan dikuasai secara sempurna tetap bisa kalah.“Alasannya ada dua hal. Pertama, Ilmu kanuragan pendekar aliran hitam sangat bergantung dengan tingkat keburukan penggunanya, sebab sejak awal semua ilmu kanuragan milik aliran hitam memang identik dengan kejahatan. Semakin jahat seorang pendekar aliran hitam maka ilmu kanuragannya akan semakin cocok,” tambah Eka Loka.“Kedua, garis keturunan. Meski kau bukanlah orang jahat tapi di dalam darahmu mengalir darah seorang pendekar aliran hitam maka bisa dipastikan kau bisa cocok menggunakan semua ilmu kanuragan aliran hit
Esok harinya Indra sudah bisa berjalan-jalan di sekitar kediaman Ki Maung Lara. Sebenarnya dia sudah ingin sekali berlatih tapi gurunya masih belum memperbolehkannya bergerak berlebihan. Ajian caturbaya memang sangat mematikan, jika saja Indra tidak meredamnya waktu itu maka tubuhnya sudah pasti hancur berkeping-keping menjadi debu.Di saat Indra sedang meregangkan otot-ototnya sambil menikmati udara segar pegunungan, tampak Raka Adiyaksa datang menghampirinya sambil membawa dua cangkir kopi dan sebakul singkong rebus. Raka langsung menaruh makanan yang dia bawa di sebuah batu besar yang ada di dekat Indra.“Ngopi dulu Dra,” tawar Raka.“Eh, terima kasih Kang. Padahal tidak usah repot-repot bikini saya kopi atuh Kang, kan saya bisa buat sendiri,” kata Indra seraya menghampiri Raka.“Tidak apa-apa Dra, lagipula Ki Maung Lara memintaku untuk terus mengawasimu agar jangan m
“Eh? Kalau sudah diketahui kenapa mereka tidak menyerangnya saja?” tanya Indra dengan tatapan bingung.“Kalau bisa pasti mereka sudah menyerangnya. Masalahnya Geni dan anak buahnya menyandera banyak warga desa dan mengancam akan menghabisi mereka jika Kerajaan mengerahkan pasukan ke Desa Jambe. Karena itulah saat ini Kerajaan Panjalu masih berusaha mencari cara untuk menyerang mereka tanpa membahayakan sandera,” tutur Ki Maung Lara.“Kenapa guru waktu itu tidak menghabisi Geni? Aku rasa guru masih bisa mengalahkannya,” tukas Indra.“Hehehe.. Aku sudah tua Indra. Aku sudah memutuskan untuk tidak terlibat masalah di dunia persilatan lagi, kini aku hanya ingin mengajari muridku saja dan menunggu kematian datang menjemput. Suatu saat nanti saat kau sudah setua diriku pasti kau akan mengerti, lagipula masalah kelompok Tangkurak masih bisa diatasi oleh Kerajaan Panjalu,” jawab Ma
Esok harinya Indra sudah bangun pagi-pagi sekali, dia langsung membawa tempat air dan menuruni Pasir Waringin untuk mengambil air dari sungai. Entah berapa kali dia bulak balik memikul air untuk mengisi sendang tempat mandi di kediaman gurunya. Setelah selesai dia langsung mencari kayu bakar dan membawanya ke kediaman Ki Maung Lara.Setelah selesai dia berniat untuk menanak nasi namun ternyata Eka Loka sudah berada di dapur dan mengatakan bahwa dia yang akan menanak nasi. Mau tak mau Indra hanya merasa senang sebab tugasnya sedikit ringan, dia langsung menuju pekarangan dan menikmati kopi hangat bersama dengan Raka Adiyaksa.“Seperti yang aku bilang Indra, aku di sini mungkin akan melatihmu selama satu bulan saja. Dalam jangka waktu yang sedikit itu aku akan membuat tubuh dan mentalmu siap untuk mempelajari ilmu kanuragan dari Ki Maung Lara, terutama ajian terlarang gelap ngampar,” kata Raka.“Eh, Kang