Share

Bab 7 (Pertemuan dengan sang Guru)

Arya tak kuasa menahan amarahnya setelah berkali-kali mendapat serangan dari si ekor tiga. Dia tidak mampu menguasai dirinya yang masih terbalut emosi. Tiba-tiba seorang lelaki tua menghampiri mereka yang sedang berduel dan menghempaskan angin ke arah keduanya.

"Maafkan kami guru, telah membuat keributan di wilayah ini."

Si Ekor Tiga seketika berubah menjadi lelaki kekar nan tampan menundukkan kepalanya di depan sang lelaki tua. "Apakah gerangan yang membawamu datang ke tempatku anak muda?" ucap lelaki berjanggut putih tersebut.

"Saya Arya guru, apakah benar anda adalah ki aji sakti pemilik padepokan ini?" tanya Arya balik.

Lelaki itu tidak banyak berkata apa-apa. Dia hanya mengangguk pelan sambil memperhatikan gerak-gerik Arya. "Sepertinya kamu datang dari jauh?" jawab ki Aji Sakti.

"Betul guru, perkenankan saya mencari tahu lebih jauh mengenai pesan dari seseorang mengenai keberadaan daun sakti 'tunjuk langit'."

Ki Aji sakti seketika terdiam mendengar daun langka yang hanya beberapa orang saja yang mengetahuinya. "Siapa yang mengutusmu mencari daun sakti tersebut?" tanya sang guru penasaran. "Mbah Rasih, guru."

Ki Aji sakti semakin yakin orang yang di maksud adalah orang yang selama ini dia nantikan. Wanita yang merupakan anak kandungnya sendiri sudah bertahun lamanya tidak mau kembali ke rumahnya. Dia adalah nyi Rasih. Yang karena kesalahannya telah menikah dengan murid kepercayaannya mereka meninggalkan padepokan.

"Baiklah, aku tahu dia sedang kesulitan saat ini. Aku akan membantumu mencarikan daun tersebut, tapi kamu harus memenuhi syarat dariku," ucap Ki Aji Sakti memberikan sebuah syarat.

Arya dengan sikap kesiapannya tentu saja siap menerima apapun syaratnya. "Baiklah, aku mau memenuhi syarat apapun dari sang guru." Setelah itu Arya di persilahkan beristirahat di padepokan menunggu matahari terbit esok hari. Sementara si Ekor Tiga yang semula menjadi rivalnya kini di percayakan untuk menemani Arya ke hutan terlarang esok hari.

***

Menjelang pagi hari, Arya bersama dengan si Ekor tiga segera bersiap-siap dalam perjalanan panjang menuju hutan. Dia di bekali lima butir telur ajaib untuk mereka gunakan saat berada dalam bahaya. "Biar aku yang menjaga telur itu," ucap Ekor Tiga.

"Tentu saja tidak, aku yang sudah di perintahkan untuk menjaganya hingga tiba disana."

Keduanya tampak masih menyimpan dendam atas perkelahian mereka semalam yang tak ada ujungnya. "Sudahlah, jika kalian tetap berdebat masalah telur kapan kalian akan sampai ke tempat tujuan?" ucap ki Aji Sakti.

Mereka kemudian melangkahkan kaki menuju hutan di seberang bukit belakang padepokan Gombang. Keduanya tetap tidak mau saling menyapa dalam waktu beberapa lama. "Untuk apa kamu mencari daun langka itu sampai sejauh ini? Apakah itu sangat penting?" tanya Ekor Tiga membuka percakapan.

"Apakah aku perlu menjawabnya?" jawab Arya dengan sedikit angkuh.

Ekor Tiga merasa kesal kemudian berubah menjadi wujud semula (monyet berbadan singa) dan berlari meninggalkan Arya.

"Mau kemana kau? Hey."

Ekor Tiga tidak menggubris perkataan Arya dia berlari sekencangnya dan meninggalkan Arya sendirian di bibir hutan yang sangat asing baginya.

Arya menatap sekitar dan memastikan tidak ada binatang buas yang mengikutinya. Arya perlahan masuk dan melewati hutan yang tidak biasa baginya. Hawa aneh menyeruak dalam tubuhnya. Arya yang setiap hari hidup di dalam hutan merasa hutang terlarang ini benar-benar berbeda.

Meskipun hari masih pagi namun di hutan selebat itu terlihat seperti malam, karena saking rimbunnya pepohonan yang tumbuh disana. "Siapa yang berani masuk tanpa izin?" suara asing terdengar di telinga Arya. 

"Arya. Namaku Arya. Siapakah gerangan yang sedang mengikutiku dari tadi?" ucap Arya yang sadar dengan keberadaan makhluk asing di sekitarnya. Dia yakin makhluk itu mengintainya sejak awal dia memasuki hutan tersebut.

Tiba-tiba saja tanah tempatnya berdiri bergetar hebat dan membuatnya terpental jauh dari tempat semula. "A-ada apa ini?" Arya tidak mampu menyeimbangkan tubuhnya dan kemudian dia melemparkan satu telur ke tanah dalam situasi darurat seperti itu. Arya akhirnya bisa melayang dan tidak jadi menabrak pohon besar didepannya.

"Untunglah," lirih Arya.

"Hey siapa kamu yang sedang bermain-main denganku?" tanya Arya.

Suara tadi perlahan menghilang dan tanah yang tadi bergerak kini kembali seperti semula. Arya perlahan menginjak daratan dan memasang tatapan tajam ke sekelilingnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status