Arya tak kuasa menahan amarahnya setelah berkali-kali mendapat serangan dari si ekor tiga. Dia tidak mampu menguasai dirinya yang masih terbalut emosi. Tiba-tiba seorang lelaki tua menghampiri mereka yang sedang berduel dan menghempaskan angin ke arah keduanya.
"Maafkan kami guru, telah membuat keributan di wilayah ini."
Si Ekor Tiga seketika berubah menjadi lelaki kekar nan tampan menundukkan kepalanya di depan sang lelaki tua. "Apakah gerangan yang membawamu datang ke tempatku anak muda?" ucap lelaki berjanggut putih tersebut.
"Saya Arya guru, apakah benar anda adalah ki aji sakti pemilik padepokan ini?" tanya Arya balik.
Lelaki itu tidak banyak berkata apa-apa. Dia hanya mengangguk pelan sambil memperhatikan gerak-gerik Arya. "Sepertinya kamu datang dari jauh?" jawab ki Aji Sakti.
"Betul guru, perkenankan saya mencari tahu lebih jauh mengenai pesan dari seseorang mengenai keberadaan daun sakti 'tunjuk langit'."
Ki Aji sakti seketika terdiam mendengar daun langka yang hanya beberapa orang saja yang mengetahuinya. "Siapa yang mengutusmu mencari daun sakti tersebut?" tanya sang guru penasaran. "Mbah Rasih, guru."
Ki Aji sakti semakin yakin orang yang di maksud adalah orang yang selama ini dia nantikan. Wanita yang merupakan anak kandungnya sendiri sudah bertahun lamanya tidak mau kembali ke rumahnya. Dia adalah nyi Rasih. Yang karena kesalahannya telah menikah dengan murid kepercayaannya mereka meninggalkan padepokan.
"Baiklah, aku tahu dia sedang kesulitan saat ini. Aku akan membantumu mencarikan daun tersebut, tapi kamu harus memenuhi syarat dariku," ucap Ki Aji Sakti memberikan sebuah syarat.
Arya dengan sikap kesiapannya tentu saja siap menerima apapun syaratnya. "Baiklah, aku mau memenuhi syarat apapun dari sang guru." Setelah itu Arya di persilahkan beristirahat di padepokan menunggu matahari terbit esok hari. Sementara si Ekor Tiga yang semula menjadi rivalnya kini di percayakan untuk menemani Arya ke hutan terlarang esok hari.
***
Menjelang pagi hari, Arya bersama dengan si Ekor tiga segera bersiap-siap dalam perjalanan panjang menuju hutan. Dia di bekali lima butir telur ajaib untuk mereka gunakan saat berada dalam bahaya. "Biar aku yang menjaga telur itu," ucap Ekor Tiga.
"Tentu saja tidak, aku yang sudah di perintahkan untuk menjaganya hingga tiba disana."
Keduanya tampak masih menyimpan dendam atas perkelahian mereka semalam yang tak ada ujungnya. "Sudahlah, jika kalian tetap berdebat masalah telur kapan kalian akan sampai ke tempat tujuan?" ucap ki Aji Sakti.
Mereka kemudian melangkahkan kaki menuju hutan di seberang bukit belakang padepokan Gombang. Keduanya tetap tidak mau saling menyapa dalam waktu beberapa lama. "Untuk apa kamu mencari daun langka itu sampai sejauh ini? Apakah itu sangat penting?" tanya Ekor Tiga membuka percakapan.
"Apakah aku perlu menjawabnya?" jawab Arya dengan sedikit angkuh.
Ekor Tiga merasa kesal kemudian berubah menjadi wujud semula (monyet berbadan singa) dan berlari meninggalkan Arya.
"Mau kemana kau? Hey."
Ekor Tiga tidak menggubris perkataan Arya dia berlari sekencangnya dan meninggalkan Arya sendirian di bibir hutan yang sangat asing baginya.
Arya menatap sekitar dan memastikan tidak ada binatang buas yang mengikutinya. Arya perlahan masuk dan melewati hutan yang tidak biasa baginya. Hawa aneh menyeruak dalam tubuhnya. Arya yang setiap hari hidup di dalam hutan merasa hutang terlarang ini benar-benar berbeda.
Meskipun hari masih pagi namun di hutan selebat itu terlihat seperti malam, karena saking rimbunnya pepohonan yang tumbuh disana. "Siapa yang berani masuk tanpa izin?" suara asing terdengar di telinga Arya.
"Arya. Namaku Arya. Siapakah gerangan yang sedang mengikutiku dari tadi?" ucap Arya yang sadar dengan keberadaan makhluk asing di sekitarnya. Dia yakin makhluk itu mengintainya sejak awal dia memasuki hutan tersebut.
Tiba-tiba saja tanah tempatnya berdiri bergetar hebat dan membuatnya terpental jauh dari tempat semula. "A-ada apa ini?" Arya tidak mampu menyeimbangkan tubuhnya dan kemudian dia melemparkan satu telur ke tanah dalam situasi darurat seperti itu. Arya akhirnya bisa melayang dan tidak jadi menabrak pohon besar didepannya.
"Untunglah," lirih Arya.
"Hey siapa kamu yang sedang bermain-main denganku?" tanya Arya.
Suara tadi perlahan menghilang dan tanah yang tadi bergerak kini kembali seperti semula. Arya perlahan menginjak daratan dan memasang tatapan tajam ke sekelilingnya.
Rangga berhari-hari melakukan pertapaan di dalam hutan yang gelap. Dia bersama kekuataan dalamnya membangun sebuah kekuatan. Rangga membuat strategi untuk mengalahkan pasukan Halimun yang menginginkan dirinya.Mereka sudah sejak lama mengetahui jika akan ada manusia dengan kekuatan yang luar biasa akan mendapatkan sebuah pusaka sakti. Namun mereka belum tahu pasti apa pusaka yang akan muncul di suatu hari nanti.Pasukan halimun masih berada di sekitara kampung Duku di bantu oleh Mbok Siem untuk mendapatkan Rangga."Arya sudah mati, kini kita bisa leluasa memperalat Rangga dan tidak akan ada lagi yang menghalangi," ujar Mbok Siem yang sudah sejak lama menginginkan bayi ajaib itu dari tangan Sulastri-Nenek Rangga."Apakah kamu yakin jika Arya sudah mati? Aku punya firasat lain mengenai Arya. Dia memang bukan pendekar sakti dari padepokan hebat, namun dia memiliki kegigihan yang luar biasa.""Maksudmu?""Kamu masih ingat dengan si gendeng tua?""Dia juga sudah mati.""Belum, dia masih h
Rangga menghilang di tengah hutan terlarang. Dia kini sudah berubah menjadi pemuda tampan dan sangat berbeda dengan rangga yang sebelumnya.Pemuda itu, tidak di kenali sebagai anak kecil "Rangga".Kini dia menunjukkan dirinya yang sebenarnya si penguasa muda. Anak kecil ajaib itu kini telah beranjak dewasa lebih cepat dari teman-teman sebayanya.Dia bertapa di sebuah gua tersembunyi di tepi sungai. Rangga masih dalam pengejaran para pasukan Halimun. Dia tidak gentar dan akan menambah ilmunya dengan bertapa di gua tersebut.Rangga ingin sekali bertemu dengan ayahnya yang tidak tahu keberadaannya saat ini. Tapi dia yakin jika Arya masih hidup. Dia pasti sedang baik-baik saja.Rangga menambah kesaktiannya dengan tidak makan dan minum selama beberapa hari. Dia memasukkan tenaga dalam dari alam sekitarnya.Dia adalah titisan dewa dan ibunya adalah manusia biasa. Dia adalah anak sakti yang akan mampu menjadi penguasa di masa mendatang.Sementara itu, Dewi Sri sang ibunda dari Rangga kini ma
Daun ajaib yang di bawa Arya itu akhirnya untuk mengobati dirinya sendiri. Dengan keahlian lelaki tua di hadapannya dia meracik daun ajaib itu dan membubuhkannya di atas luka dalam di tubuh Arya.Secara kasat mata memang tidak banyak luka terbuka yang ia dapatkan namun di dalam tubuh Arya dia sangat rapuh. Serangan bertubi-tubi dari pasukan halimun membuatnya tidak berdaya. Dia semakin yakin untuk berguru dan mendalami ilmu tenaga dalam untuk menjaga dirinya sendiri terlebih untuk menyelatkan warga kampung. Arya merasa kesakitan yang luar biasa saat sang pendekar senior itu memasukan ajian tenaga dalam di atas ramuan daun yang telah lumat di kunyahnya dan di semprotkan begitu saja di bagian-bagian tertentu."Kamu terluka parah, apakah pasukan halimun yang menyerangmu begitu banyak jumlahnya?" tanya sang pendekar.Arya tidak bisa mengingat - ingat kejadian itu. Rasa sakitnya membuat ia tidak fokus dengan perkataan sang pendekar. "Aku tidak tahu, ahhh..."Arya menjerit kesakitan yang lu
Arya terbaring di sebuah gubuk di kaki bukit Angsana. Bukit yang lumayan jauh dari kampung Duku. Seseorang berilmu cukup tinggi itu kemudian mencari obat herbal dari dalam hutan di kaki bukit tersebut. Dia tidak segan untuk mencarikan air suci dari mata air langka yang ada satu-satunya di kampung wage. Kampung yang bersebelahan dengan bukit Angsana.Arya masih belum sadar setelah satu hari penuh pingsan. Lelaki itu masih dengan sigap memberikan totok di beberapa tubuh Arya yang terkena serangan pendekar aliran hitam perguruan Halimun. "Arya, kamu benar-benar lemah. Kamu harus berguru di tempat yang tepat."Setelah beberapa hari Arya terbaring lemah, akhirnya di hari ketiga Arya bisa membuka matanya. Sebelah matanya yang lain masih bengkak dan belum bisa terbuka sempurna. Arya masih bingung dengan tempat barunya kini. Dia menyangka jika dia sedang di sandera oleh salah satu murid dari pendekar halimun.Tetapi setelah menelaah lebih jauh, dia tidak menemukan hal-hal aneh di sana. Yang
Arya mengendap-endap keluar dari rumahnya dan berusaha mengumpulkan beberapa pemuda yang hendak ikut dengannya menuju ke kampung Dalatra. "Ayo semuanya kita harus segera keluar dari kampung ini, sebelum semuanya terlambat." "Tapi Arya, aku sangat mengkhawatirkan ibuku di rumah. Jika sampai pendekar setengah siluman itu membunuh ibuku, aku tidak akan membiarkan hal itu." Arya menatap pemuda itu dan membayangkan hal yang sama dengan ibunya. Arya tetap tenang dan berusaha mencari jalan keluar agar mereka tetap tenang dan mau berusaha untuk bersatu melawan siluman jahat tersebut. "Kita harus tetap belajar bela diri untuk melindungi kita sendiri dan keluarga," ucap Arya. "Untuk apa? Untuk melawan si siluman jahat itu? Dia itu sangat sakti Arya, tidak mungkin kita bisa melawannya." Arya terdiam, dia tidak mampu menjamin keselamatan keluarga para pemuda yang hendak ikut berguru ke padepokan Gombang. "Aku tidak jadi ikut," ucap salah satu pemuda yang sejak awal menentang. "Aku juga,"
Setelah tahu Ekor tiga tidak mengekor lagi di belakangnya Arya segera bergegas menuju perbatasan hutan dan kampung.Arya Saloka melewati beberapa perkampungan warga untuk mencapai rumahnya di kampung Duku. Arya langsung menuju ke dalam hutan untuk bertemu mbah Rasih dan memberikan Daun 'Tunjuk Langit' untuk obat penyakit dalamnya.Di bibir hutan dia merasakan hal yang tidak biasa seperti biasanya. Seperti ada yang membuntutinya sejak tadi. Arya tidak menghiraukan hal tersebut. Dia terus masuk ke gubuk kecil milik mbah Rasih."Sampurasun, mbah?"Arya mengetuk pintu usang dari kayu yang sudah lapuk dan berkali-kali memanggil sang empunya gubuk tersebut. "Mbah, saya datang membawa daun ajaib ini."Arya yang tidak sabar akhirnya membuka paksa pintu tanpa izin sang pemilik. "Mbah," seru Arya.Tidak ada suara ataupun raga yang ada di gubuk kecil itu. Keadaan dalam rumahnya berantakan dan nampaknya sudah beberapa hari tidak di tinggali sang pemilik. "Kemana nek Rasih?"Setelah menunggu cukup