Share

Canggung

Penulis: Queeny
last update Terakhir Diperbarui: 2021-02-05 11:37:30

Prang!

Vas bunga yang terletak di nakas terjatuh saat Dara tak sengaja menyenggolnya. Wanita itu menjadi salah tingkah ketika melihat Dewa keluar dari kamar mandi dengan memakai handuk.

"Kamu kenapa?" Lelaki itu ikut berjongkok dan membantu istrinya membersihkan pecahan kaca.

"Itu tadi gak sengaja."

Wajah Dara memerah apalagi tubuh mereka berdekatan sehingga aroma sabun yang dipakai lelaki itu menguar hingga ke inderanya.

"Hati-hati. Jangan buru-buru." Tangan besar itu dengan cekatan memasukkan bekas pecahan kaca ke dalam plastik dan membuangnya di tempat sampah yang terletak di sudut kamar.

"Iya, Mas," jawab Dara. Kemudian dia mengambil tissue basah dan membersihkan lantai, khawatir masih ada sisa pecahan. 

Mendengar Dara menyebutnya 'mas', senyum melengkung di bibir Dewa.

"Sana mandi. Gak gerah?" tanya lelaki itu sambil mencuri pandang. 

"Udah." Dia berdiri. Bersamaan dengan itu Dewa juga melakukan hal yang sama sehingga kepala mereka berbenturan.

Wanita itu meringis, sementara Dewa dengan refleks langsung menarik kepala istrinya dan mengusap pelan untuk mengurangi rasa sakit. 

"Sakit?"

Dara mengangguk, lalu tersadar dan melepaskan diri. Rona wajah keduanya memerah dan menjadi salah tingkah.

Dewa berpura-pura terbatuk untuk menutupi rasa canggung. Apalagi ini malam pertama yang diidamkan para pasangan baru. Namun tidak untuk mereka, terutama Dara. 

"Sorry, mas gak bermaksud ..."

"Gak apa-apa," jawab Dara lalu berpura-pura menarik koper dan memasukkan pakaiannya ke dalam lemari. 

Acara pernikahan mereka selesai setelah waktu Isya. Tadinya Dara masih ingin berada di rumah orang tua sampai besok pagi, tapi Dewa malah memintanya untuk pulang ke rumah lelaki itu. 

Jadinya setelah berganti pakaian, mereka langsung berangkat. Wanita itu juga hanya membawa baju seadanya. Mungkin nanti, sedikit demi sedikit dia akan memindahkan beberapa barang.

"Mas laper," kata Dewa sambil memakai pakaian. 

Dara menoleh dan lagi-lagi membuang wajah karena tak sengaja melihat.

"Ada lauk sisa acara tadi. Dibekalin sama ibu. Mau?" 

"Boleh. Hangatkan aja. Mas tunggu."

Dara segera bergegas keluar kamar menuju dapur. Sebelum mereka menikah, lelaki itu pernah satu kali membawanya ke rumah ini untuk melihat-lihat. Sehingga dia sudah hafal beberapa letak ruangan dan barang-barang.

Wanita itu mengeluarkan sebuah box yang berisikan rendang juga sop ayam. Lemari es yang ukurannya cukup besar ini mendadak penuh karena bekal yang dibawakan ibunya tadi.

Saat Dara berpamitan untuk pulang ke rumah suaminya, ada rona kecewa dari wajah sang ibu. Untuk menghibur, dia berjanji jika weekend minggu depan, mereka akan berkunjung.

Tangannya masih mengaduk panci saat Dewa masuk ke dapur. Lelaki itu memperhatikan istrinya yang sedang memasak dan berjalan mendekat. 

Dara tidak sadar bahwa suaminya berdiri di belakang saat hendak berbalik badan. Tubuh mereka berbenturan kembali, namun kali ini Dewa dengan cepat merengkuh pinggang istrinya. 

Beberapa saat mereka bertatapan dengan debar-debar di dada. Dara mencoba melepaskan rengkuhan itu namun Dewa menahannya.

"Nanti gosong, Mas. Aku mau ambil piring di lemari."

Akhirnya dengan berat hati Dewa melepaskan tubuh istrinya dan membiarkan kaki kecil itu melangkah menjauh. 

Setelah mengambil piring dan gelas, wanita itu menata semua di meja dan memindahkan lauk di dalam mangkuk. 

Dewa menarik kursi dan duduk menatap sajian. Sepanjang acara tadi, mereka sibuk menerima tamu sehingga tak tentu makan. Setelah selesai, barulah terasa kalau perut minta diisi. 

Dara mengambilkan suaminya nasi dan meletakkan di hadapan suaminya. Itu membuat Dewa terkejut. Selama berpacaran dengan Laura, dia belum pernah mendapatkan perlakuan seperti itu.

Sikap Dara kali ini, mirip sekali dengan almarhumah Sarah, istri pertamanya dulu. 

"Kok bengong? Ayo dimakan."

Lelaki itu mengambil lauk dan mulai menyuap. Rumah ini sepi karena Ciara sudah tidur sejak dalam perjalanan pulang tadi. Sehingga begitu sampai, Dewa menggendong putrinya masuk ke kamar dan mematikan lampu.

"Gak salah aku milih kamu sebagai istri," lirih lelaki itu sambil tersenyum. 

"Apa, Mas?" tanya Dara bertanya karena ucapan suaminya hanya terdengar sekilas.    

"Eh ini makannya enak banget," katanya berbohong.

"Pesan di katering langganan mama. Menu yang ini kesukaan Laura dulu," ucap Dara, yang seketika langsung tersadar bahwa dia sudah mengungkit masa lalu.

"Iya memang kesukaan Laura. Sop ayam." Dewa ikut mengenang kebiasaan mantan kekasihnya.

Banyak bisik-bisik tak nyaman mengenai pernikahan mereka. Laura baru saja dimakamkan. Harusnya ini masih masa berkabung. Namun, mereka malah tetap melangsungkan pernikahan. 

Suasana menjadi hening. Jika mengingat almarhumah Laura, hati Dara terasa sakit. Dia seperti pengkhianat yang telah merebut kekasih adiknya. 

Tidak Dara, kamu tidak merebut. Hanya menggantikan posisinya karena dia sudah tidak ada. Begitulah bisikan yang bergaung di kepalanya.

"Eh, kamu tetap mau ngajar?" tanya Dewa memecah keheningan.

"Iya, Mas. Selama Ciara sekolah aku tetap ngajar. Nanti pulangnya aku sempatkan jemput."

"Apa gak capek bolak-balik?

"Gak apa-apa, udah biasa. Aku kan cuma pegang satu mata pelajaran. Jadi santai."

Dara memang berprofesi sebagai seorang guru di sebuah sekolah menegah pertama milik swasta. Sehingga jadwalnya tidak terlalu padat. 

Dewa mengangguk mendengarkan penjelasan istrinya. Ada banyak hal yang mereka tidak ketahui tentang kehidupan pribadi masing-masing.

Sepanjang dia berpacaran dengan Laura, dia hanya tahu bahwa Dara beprofesi sebagai seorang guru. Mereka tidak pernah berbincang lama, paling hanya say hello saat mengantar atau menjemput kekasihnya dulu. Alasan mengapa dia meminta wanita ini menjadi istrinya hanya semata-mata demi Ciara. 

Dan mengapa ada denyar di hati, dia tak tahu jawabannya. Naluri sebagai laki-laki yang mulai bekerja. Dia hanya mengikuti.

Setelah selesai makan, lelaki itu masuk ke kamar, sementara Dara masih berkutat dengan cucian piring. Kata Dewa ada seorang bibik yang akan membantu pekerjaan rumah. Namun, tidak menginap hanya datang pagi-pagi dan pulang setelah magrib.

Dara membuka pintu kamar dan melihat suaminya sedang duduk di ranjang sambil memutar channel favorit.

Dia jadi serba salah. Matanya sudah mengantuk, tapi kalau tidur disebelah lelaki itu rasanya tidak enak. Jika begini, apa baiknya dia tidur di kamar Ciara saja? Dara jadi bingung. 

"Tidur sini kalau udah capek." Dewa menepuk bantal di sampingnya. 

"Tapi ...."

Melihat kegugupan istrinya, Dewa tahu apa yang ada dipikiran wanita itu.

"Kan aku udah janji, gak bakal nyentuh kamu. Tidur aja. Aku masih mau nonton."

Tanpa menjawab, Dara melangkah pelan lalu membaringkan tubuh. Dia menarik selimut hingga ke leher. Itu membuat Dewa menahan tawa. 

Kedua kelopak mata wanita itu mulai terpejam karena rasa lelah yang melanda. 

"Cantik." Dewa menatap wajah istrinya dan mengusap pipi itu dengan lembut saat dengkur halus Dara terdengar.

Lelaki itu mendekatkan wajah mereka dan hendak mendaratkan ciuman, ketika ketukan pintu terdengar disertai tangisan kencang. 

"Cia mimpi hantu. Takut, mau tidur sama mama aja," ucap gadis kecil berusia 8 tahun itu dengan penuh permohonan. 

Dewa menarik napas panjang lalu menggendong putrinya naik ke ranjang dan meletkkan tubuh mungil itu di tengah. 

Lalu mengusap wajah berulang kali karena niat untuk menyentuh Dara jadi pupus dengan kehadiran putrinya. 


Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pengantin Pengganti   Harapan Baru (Ending)

    Dara mengernyitkan dahi ketika mobil Dewa berbelok ke arah rumah. Tadinya, dia berpikir kalau mereka akan menjemput anak-anak setelah acara akad nikah Riri. "Kita gak jemput anak-anak, Mas?" tanya wanita itu heran. Dewa menjawab pertanyaan istrinya dengan gelengan dan bersiul sembari menyetir. Lelaki itu sudah mengatakan kepada mamanya bahwa mereka akan datang ke sana setelah Magrib. Jadi, masih ada beberapa jam untuk bisa berduaan. "Kasihan Sarah, Mas. Nanti dia cari aku," ucap Dara. Setiap ada undangan pernikahan, mereka memang jarang membawa anak-anak. Namun, Dara juga tak akan pergi lama. Setelah acara selesai dia akan menjemput mereka. "Mas kenapa, sih? Kok aneh?" tanya Dara saat mobil sudah terparkir di halaman rumah. Dewa menarik lengan istrinya saat mereka akan masuk. Suasana sepi siang ini karena tak banyak kendaraan yang berlalu lalang di sekitaran komplek. Apalagi cuaca agak mendung, sehingga membuat

  • Pengantin Pengganti   Riri dan Radit

    Dara menuntun Riri memasuki ruangan itu. Sahabatnya itu adalah anak tunggal sehingga hanya dia sendiri yang mendampingi. Ada sepupu dan keponakan, tetapi justeru dia yang dipilih. Acara pertunangan ini mirip dengan yang biasa dilakukan oleh para artis di televisi. Hanya saja dibatasi dan dihadiri oleh keluarga. Namun, dekorasi yang mewah sudah menjawab bahwa Radit tak main-main dalam mempersiapkan masa depannya. Seserahan yang dibawa dari pihak laki-laki cukup banyak. Dara sampai tertegun saat melihat isinya. Apalagi ketika Riri memperlihatkan cincin berlian yang dibeli Radit untuknya. "Radit royal banget ya, Ra. Aku tegur dia biar gak terlalu berlebihan," curhat Riri sehari sebelum acara dilangsungkan. "Ya gak apa-apa. Kan buat istri sendiri. Lagian dia memang udah mapan. Udah punya rumah sendiri. Nanti habis nikahan bisa langsung kamu tempati. Kayak aku sama Mas Dewa dulu.

  • Pengantin Pengganti   Hari Bahagia Untuk Keysa

    Satu minggu kemudian. Suasana di ballroom hotel itu begitu meriah. Setiap sudut ruangannya berhiaskan bunga-bunga, juga penggung tempat kedua mempelai bersanding. Berbagai lampu kristal menhiasi setiap sudut ruangan. Dekorasi yang begitu mewah menandakan bahwa yang mempunyai acara adalah keluarga terpandang. Apalagi saat melihat sajian dan souvenir untuk para tamu. Juga bagusnya pakaian yang dikenakan oleh para bridesmaid dan groomsmen. Keysa tampak anggun dengan gaun pengantin putih rancangan seorang designer terkenal. Sebuah mahkota bertahtakan berlian tersemat di kepalanya. William memesan itu sebagai tanda bahwa wanita itu adalah ratu di hati dan hidupnya. Keysa menyambut para tamu dengan antusias sekalipun perutnya begitu kentara terlihat. Wanita itu tampak santai, begitu pula dengan keluarganya. Bahkan William kerap mengusap perut istrinya selama acara berlangsung. William terlihat begitu gagah dengan jas hitam ya

  • Pengantin Pengganti   Pilihan

    Dara menatap wajah Dewa dengan gamang. Ucapan suaminya tadi cukup membuat hatinya galau setengah mati. Jika dia mengiyakan penawaran itu, maka mereka akan memulai hidup baru di kota lain. Bukannya Dara tak mau mengikuti Dewa bertugas dan mengabdi sebagai istri yang taat. Hanya saja beradaptasi dengan lingkungan baru itu cukup melelahkan. Apalagi Sarah masih kecil. Sekolah Ciara juga harus pindah jika sampai itu terjadi. "Ini kesempatan emas buat kita. Kalau menjadi kepala cabang, tentunya penghasilan aku bakalan lebih besar. Jadi kalian bisa lebih sejahtera," bujuk Dewa lembut. Dara masih menatap suaminya dengan perasaan tak menentu. Istri mana yang tidak tergiur jika dijanjikan kemewahan dunia. Namun, hatinya masih bimbang. Dewa yang melihat Dara tampak meragu, akhirnya memilih untuk mengalah dan tak mau memaksakan kehendak. "Tapi tentunya kalau kamu setuju. Kalau gak mau, aku ikhlas walau cuma jadi manager di sini,"

  • Pengantin Pengganti   Ketegasan Hati

    Sebuah panggilan membuat Dewa menoleh. Tampak sosok Keysa, dengan perut yang terlihat membulat, berjalan agak cepat untuk menghampirinya."Wa!""Ada apa?" tanya lelaki itu malas. Dia sudah menduga apa yang akan dilakukan oleh Keysa."Kamu udah lunch?"Dewa membuang pandangan karena kesal. Hampir setiap hari Keysa datang dan mengajaknya makan siang. Hal itu membuatnya malas karena tak enak hati kepada William. Lelaki itu pastilah menyimpan rasa cemburu karena calon istrinya berduaan dengan lelaki lain.Hanya saja Dewa belum tahu apa yang harus dilakukan untuk menolak keinginan Keysa. Jika dia bersikap kasar, dikhawatirkan akan berdampak pada pekerjaan."Udah," jawab Dewa berbohong. Padahal dia baru saja akan makan di ruangan, karena hari ini memesan secara online."Yah, aku telat, dong!"Raut wajah Keysa berubah kecewa. Sekalipun begitu, wanita itu tetap terlihat cantik. Kehamilan membuat tubu

  • Pengantin Pengganti   Lamaran

    Radit menggosok tangan karena gugup. Sementara itu kedua orang tuanya malah tersenyum geli. Hari ini mereka akan melamar Riri, berdasarkan musyawarah kedua belah pihak. Acaranya tidak formal, hanya pertemuan dua keluarga inti. Nanti jika mereka mencapai kesepakatan, baru akan diadakan acara pertunangan yang melibatkan keluarga besar."Ayo pencet belnya. Masa' gitu aja takut," ucap papanya.Radit menarik napas panjang untuk mengurangi rasa gelisah. Lelaki itu menatap mamanya berulang kali untuk meminta kekuatan."Anak mama ini. Ngobatin gigi yang parah aja berani, masa mau ke rumah calon mertua takut," ledek mamanya.Radit kembali hendak menekan bel ketika tiba-tiba saja pintu rumah terbuka. Hal itu membuatnya terkejut dan hampir berteriak. Sosok Riri yang berbalut gamis muncul menyambutnya."Eh, calon istri," ucapnya spontan.Semua orang tergelak mendengar ucapannya. Lalu, Radit langsung membuang pandangan dengan wajah mero

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status