Selina menengguk salivanya susah payah, dia hanya mampu terdiam sembari menatap lekat wajah mengerikan milik Ethan. Pria itu bahkan kini tengah berjalan cepat ke arahnya."Jawab Selina! Kenapa kamu ke kamar saya?" Ethan melayangkan tatapan setajam elang ke arah wanita di depannya kini."Sa–saya ...." Selina sangat bingung harus mengatakan alasan apa kepada Ethan. Dia tidak menyangka Ethan akan kembali ke kamar ini lagi. Selina pikir Ethan dan kedua anaknya sudah benar-benar hengkang dari rumah ini."Kamu hendak mencuri?" tuduh Ethan sembari berjalan semakin dekat ke arah Selina.Karena hal itu, Selina pun berjalan mundur kebelakang. Hingga punggungnya terbentuk dinding dan tidak bisa bergerak kemanapun. Tapi hal itu tak membuat Ethan menghentikan langkahnya. Pria itu terus berjalan mendekat ke arah Selina. Hingga jarak di antara mereka hanya tinggal beberapa senti saja. Sangat dekat, membuat Selina deg-degan.'Tidak mungkin wanita ini mencuri, karena sepertinya dia anak orang berada
Selina mengkedipkan matanya, dia terheran melihat reaksi Ethan saat membaca undangan itu. "Undangan dari siapa, Pak?" tanya Selina penasaran.Tidak ada jawaban dari Ethan, pria itu semakin menunjukkan amarahnya. Bahkan dengan cepat masuk ke dalam kamar, menutup pintu kamar keras hingga membuat Selina, Lukas dan Lily tampak kaget."Daddy kenapa, Kak?" tanya Lily sembari mendongakkan kepadanya."Kan sudah kakak bilang, Daddy kalian itu kerasukan. Ya sudah, mending kalian lanjut main lagi sana," jawab Selina seramah mungkin. Lukas dan Lily pun segera berlari menjauh darinya. Sedangkan Selina, dia tampak memungut undangan yang sudah Ethan bukan dan baca. Mata lentik itu dengan cepat menelisik setiap huruf yang tertera di dalam undangan."Cuman undangan pesta ulang tahun pernikahan. Tapi kenapa Pak Ethan sampai marah besar begitu?" gumam Selina saat dia sudah mengetahui apa isi undangan itu.Dia membawa undangan tersebut, berjalan ke arah ruang tengah di mana Lukas dan Lily sedang bermai
Ethan telah sampai di kampus pagi ini, dia akan mengajar di jam pertama. Dengan semangatnya, Ethan berjalan menuju kelas. Dia senang karena kelas pagi ini tidak ada Selina, karena wanita itu pasti akan terlambat.Namun, saat dia masuk ke dalam kelas. Ethan tak menemukan satu pun mahasiswa di dalamnya. Padahal tadi malam dia sudah merubah jadwal menjadi jam 8 pagi."Kemana mereka semua? Tidak bisanya mereka akan terlambat begini," gumam Ethan dalam kebingungannya.Pasalnya, saat kelasnya pasti tidak pernah ada kejadian seperti ini. Para mahasiswanya itu akan sangat aktif berangkat. "Lebih baik aku tunggu di dalam saja, mungkin mereka belum pada datang." Ethan berjalan masuk ke dalam kelas.Lantas, dia mendudukan dirinya di kursi dosen. Menghidupkan laptopnya dan menyambungkan ke proyektor. Bersiap untuk mengajar sembari menunggu para mahasiswanya.Namun, sudah sekitar 15 menit menunggu, tidak ada satu pun yang datang. Ethan benar-benar dilanda kebingungan."Kenapa mereka semua tidak d
Selina mengetuk pintu ruangan Ethan, dia harus membujuk pria itu agar menurunkan hukuman yang mereka dapatkan. "Masuk." Suara bariton itu terdengar begitu jelas. Dengan cepat, Selina segera masuk ke dalam ruangan itu. Dia melihat Ethan sedang sibuk mengetik di laptop miliknya. Selina pun mendudukan dirinya di kursi depan meja Ethan. "Em, Pak Ethan," panggil Selina dengan raut wajah bingung.Dia tidak tahu harus memulai dari mana pembicaraan mereka. Terlebih Ethan malah mencuekinya begini membuatnya semakin tak nyaman."Pak Ethan." Selina kembali memanggil pria itu, berharap fokus Ethan beralih kepadanya."Silahkan katakan mau apa kamu kemari. Tidak usah perlu banyak basa-basi, saya sedang sibuk!" balas Ethan ketus, pria itu tetap fokus pada layar laptopnya.Selina menghela nafas beratnya, sepertinya memang dia harus segera mengatakan apa maksud dan tujuannya datang kemari."Saya datang ke sini mewakili teman-teman di kelas, ingin meminta keringanan kepada Bapak agar hukuman kami dih
Ethan tampak kesal, karena sejak pertemuannya dengan Selina di ruangannya tadi, sampai sekarang wanita itu belum juga pulang ke rumah. Padahal, tugas Selina mengurus anak-anak sebagai seorang pengasuh. Tapi entahlah, kemana perginya wanita itu. Sejak pulang dari kampus, Ethan sudah dipusingkan mengurus dua anaknya yang super nakal itu."Daddy jadi pergi?" tanya Lily saat dia melihat Ethan sudah memakai stelan jas rapi berwana abu-abu muda. "Jadi, oleh karena itu kalian baik-baik di rumah," jawab Ethan sembari mengelus rambut putri kecilnya itu.Memang malam ini pesta itu digelar. Ethan sudah rapi dan siap, tapi Selina sampai sekarang belum juga tampak batang hidungnya. Padahal, hari sudah malam, dan pesta sebentar lagi dimulai. Ethan tampak ragu jika Selina akan datang. Dia juga bingung, harus bagaimana nanti jika datang sendirian ke pesta itu. Ethan malas bertemu dengan mantan istrinya tanpa membawa pasangan. 'Kemana wanita itu? Jangan bilang dia berubah pikiran. Dia lebih memili
Selina tampak tegang saat dia dan Ethan sudah memasuki ballroom hotel yang begitu mewah. Pesta dibuat sangat meriah dan banyak orang-orang berpenampilan sangat elegan. Tapi dia berusaha bersikap setenang mungkin, agar tidak membuat malu Ethan nantinya. Dia harus bisa menyamai para pria-pria dan wanita dewasa di tempat ini."Mari kita temui mantan istriku," ujar Ethan lirih.Selina hanya menganggukkan kepalanya, dia mempererat pegangannya pada lengan Ethan. Berusaha berjalan se-elegang mungkin, hingga membuat tatapan para pria mengarah kepadanya. "Rosalin," panggil Ethan pada seorang wanita cantik bergaun merah menyala. Wanita yang dipanggilnya itu segera menoleh ke arahnya. Membuat tubuh Ethan sedikit menegang tatkala kedua mata mereka bertemu kembali. Ethan berusaha bersikap dingin. Dia tidak boleh terlihat lemah, terlebih di depan mantan istrinya dan juga pria yang telah menjadi suami wanita itu. Meskipun luka akan penghianatan itu masih terasa layaknya pedang yang menggores hat
Selina melayangkan tatapan penuh tanda tanya ke Ethan. Namun, dia menangkap raut wajah kesedihan dari pria itu saat Rosalin menghinanya. Selina pun memiliki ide brilian untuk membantu Ethan. "Tas anda dari Betharia Collection juga ternyata," tutur Selina sembari memandangi tas yang dipakai oleh Rosalin."Kenapa memangnya? Kamu iri karena kekasihmu tidak mampu membelikan tas semahal ini?" tanya Rosalin sembari memandang remeh ke arah Ethan.Barang-barang dari Betharia Collection memang terbilang sangat mahal dan fantastis. Brand terkenal dengan kemewahannya dan juga kwalitas yang mumpuni."Tidak lihat tas yang aku pakai? Ini adalah tas keluaran terbaru dari Betharia Collection dan limited edition. Jika anda tidak percaya, silahkan cek saja," balas Selina dengan bangganya.Rosalin tampak memandangi tas yang Selina pakai. Seketika dia tercengang saat melihatnya lebih jelas. Rosalin waktu itu sudah mengincar tas tersebut, karena harganya sangatlah mahal, suaminya tidak mau membelikannya.
Selina terdiam sesaat, sebelum akhirnya dia menjawab pertanyaan dari Ethan. "Memang benar jika saya dari keluarga berada. Tapi maksud saya mengikuti sayembara ya karena untuk menikah dengan Bapak. Lantas untuk apa lagi? Kan Pak Ethan membuka sayembara itu untuk mencari calon istri bukan? Apakah ada yang salah?" Selina mengajukan pertanyaan balik.Ethan tersenyum sinis, sudah tertebak. Lantas, untuk apa tadi dia bertanya?"Kamu itu hanya terobsesi dengan saya, bukan cinta," balas Ethan sembari menatap wajah Selina. "Lagian, kamu bukan tipe saya. Terlebih, kamu masih bocah ingusan yang duduk di bangku perkuliahan," lanjut Ethan meremehkannya."Yang terpenting, Bapak sudah mengakui jika saya cantik," balas Selina dengan bangganya."Kapan? Tidak pernah!" Ethan mengelak."Tadi waktu di pesta, Pak Ethan angkat tangan pas host tanya siapa yang cantik. Udahlah, gak usah gengsi, bilang aja saya memang cantik." Selina menarik turunkan alisnya, menggoda Ethan. "Itu karena saya hanya membantu