Share

Bab 2 Curiga

Penulis: Dhesu Nurill
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-22 16:34:01

Aura ketegangan begitu kentara di ruangan bercat putih dengan perabotan didominasi warna biru.

Saat ini hanya terdengar suara deru napas beradu dengan AC yang dingin, tapi terasa panas karena hawa di sana tidak bersahabat antara Dewantara dan Abimanyu.

Setelah Aryan memberikan izin Senja untuk berdiskusi dengan Dewantara--kekasih Senja, kini berubah menjadi ajang perdebatan antara kedua pria itu.

Di samping itu, Aryan hanya mampu berdiam diri. Untuk saat ini menjadi pengamat lebih baik. Bukan tanpa alasan, sebenarnya Abimanyu sengaja memancing keterangan dari orang terdekat Senja.

Namun, ternyata reaksi Dewantara di luar dugaan. Dia terlalu berani jika berstatus kekasih.

"Kalian tidak perlu khawatir, Senja aman bersama saya. Kami akan segera menikah, jadi tidak perlu menggunakan jasa bodyguard," terang Dewantara bersikukuh.

"Sayangnya itu tidak bisa. Senja sekarang menjadi tanggung jawab saya," sergah Abimanyu tenang.

Senja dan Aryan masih setia diam. Bagi Senja, ada rasa tak enak hati kepada Dewantara. Karena dialah, Dewantara ikut terseret dalam masalahnya.

"Kamu siapa bagi Senja?" tanya Dewantara dengan seringainya.

"Saya utusan resmi dari wasiat Pak Wijaksana, kamu? Hanya seorang kekasih yang tidak datang di saat pemakaman orangtuanya." Abimanyu mengatakan itu dengan tegas, menusuk sisi tenang Dewantara.

Senja terlonjak tatkala perkataan itu meluncur dari Abimanyu. Benar adanya jika Dewantara tidak datang ke pemakaman Wijaksana, tapi itu semua beralasan.

Dewantara tampak menahan malu, terlihat dari raut wajahnya yang memerah.

"Aku tidak datang bukan berarti tak peduli," sergah Dewantara membela diri.

Abimanyu membuang napas kasar, lalu melipat tangan di depan dada. Dia menatap Senja yang mematung dengan wajah murung, entah apa yang dipikirkan gadis berparas ayu itu. Namun, Abimanyu punya firasat lain, baginya tugas kali ini tidak main-main.

"Apa pun alasannya, kalau kamu merasa paling dekat harusnya paling memedulikan dia. Bukan begitu, Senja?"

Senja bertemu pandang dengan Abimanyu. Sorot matanya menerangkan bahwa kekecewaan sudah menguasai Senja. Dengan lemah, Senja mengangguk. Menyetujui perkataan Abimanyu.

"Kamu lihat? Senja saja berpikiran sama. Jadi, tidak ada alasan kamu untuk tidak setuju dengan keputusan kami." Abimanyu menantang Dewantara dengan ucapan telak darinya.

Sementara Dewantara terlihat tidak tenang, dia menatap Senja tak percaya. Gadis yang sudah menjalin hubungan selama satu tahun itu meragukan kesungguhan hatinya.

"Senja, kamu pikir aku seperti yang pria itu katakan?!" tanya Dewantara menahan emosi yang mulai muncul ke permukaan.

Senja tertunduk dalam, dadanya sesak mengingat perkataan saat dia meminta Dewantara datang ke pemakaman sang ayah. Bagi Dewantara, pekerjaan lebih penting dibandingkan perasaannya. Tanpa terasa air mata sudah meluncur bebas di pipi putih itu, mencairkan rasa yang tak terlukiskan karena terlalu banyak kesedihan juga kekecewaan.

"Maaf, Mas. Untuk saat ini, aku lebih memilih cara Abimanyu dan Pak Aryan," lirih Senja dengan isakan tangis.

Dewantara menggeleng tak percaya. Perempuan yang berstatus kekasih malah membela orang lain. Rasa kesal memenuhi rongga dada, mendorong emosi hingga naik ke ubun-ubun.

Ditariknya kerah baju Abimanyu, tapi Abimanyu bersikap tenang tanpa perlawanan. Sedangkan Senja, tubuhnya bergetar, tangan dan kakinya terasa dingin, kini ketakutan menguasai Senja.

"Dengar! Aku mengalah bukan berarti kalah. Jangan macam-macam pada Senja! Atau kamu akan tahu akibatnya!" Dewantara menggeram, kilatan amarah begitu kentara.

Dengan kasar, Dewantara melepaskan cengkeraman pada kerah Abimanyu. Lalu, dia berjongkok di depan Senja. Dengan sekuat hati, meredam amarah yang sudah menguasai.

Digenggamnya tangan Senja, lalu seulas senyum terbit di wajah Dewantara.

"Baiklah, jika itu keputusanmu, aku terima. Jaga diri baik-baik. Kalau ada apa-apa hubungi aku, ya?"

Dewantara mengusap pipi Senja dengan lembut. Sedangkan Senja merasa tak enak hati atas keputusannya. Namun, memang untuk sekarang tidak ada pilihan lain selain mengikuti wasiat Wijaksana.

Setelah tak ada yang disampaikan lagi, Dewantara pamit. Walaupun berat menerima keputusan Senja, tapi setidaknya dia sudah mencoba menawarkan diri untuk menjadi pelindung kekasihnya.

***

Senja berdiam diri menyaksikan aktivitas Abimanyu yang sedang mengatur ulang barang-barang di rumahnya. Entah untuk apa, yang pasti Senja hanya bisa manut.

Senja menelisik setiap inci wajah Abimanyu. Sosoknya tampak tak asing, tapi entah kapan tepatnya mereka pernah bertemu.

Kecanggungan begitu terasa antara Abimanyu dan Senja. Sungkan untuk memulai percakapan.

Begitu pun dengan Abimanyu. Baginya, berdua di dalam rumah dengan lawan jenis adalah hal yang tabu. Walaupun tugasnya kadang mengharuskan dia siap dalam berbagai situasi dan kondisi. Namun, kali ini ada perasaan yang berbeda.

Cukup lama keheningan menyelimuti, hanya suara deritan atau benda-benda yang berpindah tempat sebagai melodi mengiringi kecanggungan.

Senja tidak kuat jika terus berada dalam situasi seperti itu, hingga dia berinisiatif untuk memulai percakapan.

"Em, aku harus panggil kamu apa?" tanya Senja sembari memilin ujung bajunya, menyalurkan rasa gugup yang datang melanda.

Abimanyu seketika membalikkan badan, sejenak menghentikan aktivitas. Ditatapnya gadis yang lebih muda lima tahun darinya, mencoba mencari sesuatu dari raut wajah itu.

"Terserah. Kamu majikan, jadi berhak memanggil apa saja." Abimanyu kembali membereskan beberapa figura bergambar Wijaksana, tata letak di rumah ini harus berubah.

"Yang pasti, aku lebih tua darimu," sambung Abimanyu seraya melenggang pergi membawa kotak berisi figura tadi.

Senja mencibir, kesal dengan perlakuan bodyguard tampan itu. Harusnya dia tidak berbicara dengan kulkas berjalan.

"Kalau enggak tampan, sudah kugaruk wajahnya dengan garfu!" gerutu Senja, lalu bangkit menyusul Abimanyu.

Senja merasa bosan karena hanya berdiam diri menjadi penonton aksi bodyguard-nya yang tidak bisa diam.

Sesekali dia mencoba untuk membantu Abimanyu, tapi ditolak dengan cara mengambil apa saja yang Senja bawa. Hingga kekesalan datang memenuhi relung hati.

"Setidaknya buat aku lebih berguna di sini. Kamu itu kulkas atau manusia, sih? Enggak ada ramah-ramahnya!" gerutu Senja, kontan mendapat tatapan tajam dari Abimanyu.

Abimanyu bersandar pada meja yang isinya hiasan dari kaca, dia membuang napas kasar seraya memasukkan kedua tangan ke saku celana.

Senja terkesima melihat Abimanyu. Dia seperti tengah melihat model berpose, tampan dan memesona. Namun, seketika bayangan Dewantara membuatnya sadar.

"Jangan berpikiran aneh. Kalau kamu mau dirimu berguna, siapkan dokumen perpindahan kuliahmu," tutur Abimanyu, kembali membelakangi Senja. Dia mulai berkutat dengan laptop yang dibawanya.

Senja terdiam sesaat mencerna penuturan Abimanyu. Lalu, dengan kesal dia menarik Sang bodyguard, hendak memaki atas keputusan sepihak. Namun, lagi-lagi semua hanya cukup sampai kerongkongan.

"Jangan membantah. Ini demi keselamatanmu!" seru Abimanyu, kembali fokus pada pekerjaannya.

Senja mengacak rambut seraya menggeram dengan tangan yang mengepal kuat. Kini emosinya sudah membuncah, dia mengentak-entakkan kaki dan pergi meninggalkan Abimanyu yang tak acuh.

***

Untuk ke sekian kalinya Senja berdecak, kesal melihat keberadaan Abimanyu di kamarnya.

"Kamu ngapain ke sini? Sana keluar!" usir Senja kasar.

Sayangnya Abimanyu tak menggubris. Dia malah membenarkan posisi CCTV dekat jendela kamar Senja.

Pasalnya, tadi siang Abimanyu memasang CCTV di setiap sudut ruangan yang diperkirakan berbahaya dan sebagai antisipasi agar sang pembunuh tidak bisa mengincar nyawa Senja.

"Hei, kulkas! Kamu dengerin aku enggak, sih?!" Kali ini Senja mulai tersulut emosi, tapi sayangnya Abimanyu setia bergeming.

Kesal karena tidak dihiraukan, Senja melempar bantal ke arah Abimanyu, tapi ternyata bodyguard itu berhasil menangkisnya.

Senja semakin gemas, hingga dia nekat menarik Abimanyu untuk keluar dan sayangnya tak ada pergerakan dari pria itu.

Tingkah Senja malah membuat Abimanyu ingin terbahak. Sebisa mungkin Abimanyu bersikap wajar, jangan sampai dia terlihat goyah di depan Senja. Baginya, bersikap dingin dan cuek adalah pilihan tepat, melihat situasi dan kondisi saat ini tidak menutup kemungkinan hal buruk akan terjadi.

Napas Senja tersengal-sengal. Emosi, malu dan lelah berbaur menjadikan dirinya menyerah untuk mengusir Abimanyu dari kamarnya sendiri.

"Baiklah, aku bicara baik-baik. Keluar dari sini. Kamu tidak berhak berada di kamar seorang gadis," papar Senja yang masih mencoba mengatur napas.

Kini giliran Abimanyu yang menelisik penampilan Senja. Dia melipat satu tangan di depan dada dan satunya mengelus-elus dagu.

"Apa kamu berpikir aku akan melalukan sesuatu padamu? Sayangnya, penampilanmu 6 dari 10. Bukan perempuan ideal," terang Abimanyu membuat emosi yang mulai reda kembali membludak.

Baru saja akan berucap, Abimanyu melenggang pergi. Meninggalkan Senja yang mematung dengan perasaan campur aduk.

"Dasar kulkas gila!" teriak Senja yang masih didengar oleh Abimanyu.

Abimanyu tersenyum simpul, ada rasa bahagia yang terselip tatkala wajah Senja yang tengah marah. Baginya itu lucu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pengawal Dingin itu Ternyata Jodohku   Bab 20 Lembaran Baru

    Aroma melati menguar di ruangan dengan lampu temaram, membuat suasana indah bertabur harapan dan doa.Di atas ranjang yang penuh bunga, dua orang tengah melepas rasa cinta dengan ikatan halal yang sudah diikrarkan.Tak ada ucapan yang keluar sebagai bentuk ungkapan rasa, hanya tatapan dan sentuhan sebagai perwakilan cinta. Mereka sudah membuka lembaran baru kehidupan.“Bi.” Senja membenarkan posisi tidurnya, dia bersandar di dada bidang Abimanyu.“Hmm, apa Sayang?” Pria itu membiarkan gadis yang sudah sah menjadi istrinya agar bisa leluasa untuk berbaring di sampingnya dengan nyaman.“Kenapa kamu selalu dingin padaku dulu?” tanya Senja penasaran.Abimanyu diam sejenak, dia lalu mengelus surai hitam milik Senja. “Aku memang seperti itu, Sayang. Mungkin karena profesiku yang selalu dalam bahaya, membentukku menjadi pria dingin. Tapi, nyatanya tidak seperti yang kamu kira, ‘kan?”Senja cengengesan, baru sadar akan kepribadian Abimanyu yang sesungguhnya. Peribahasa ‘Jangan menilai orang d

  • Pengawal Dingin itu Ternyata Jodohku   Bab 19 Kejujuran

    Abimanyu mengernyit, silau dengan cahaya yang terlalu terang. Dengan perlahan, dia mulai membuka mata menyesuaikan dengan cahaya di ruangan itu.Ruangan serba putih dengan bau obat yang menyengat, pria itu sudah bisa menebak keberadaannya saat ini. Dia menggerakkan tangan, tapi ada sesuatu yang menahannya.Dengan kepala yang berdenyut, Abimanyu mencoba melihat ke sisi kanan. Seulas senyum terbit di bibir pucatnya, pelan dia mengusap surai hitam milik perempuan yang tengah terlelap seraya menggenggam tangannya.“Senja,” gumam Abimanyu dengan suara parau, sukses membuat orang yang dimaksud terbangun.Dengan pelan Senja mengucek mata, lalu dia membeku seraya menatap Abimanyu tak percaya, sedetik kemudian Senja berhambur ke pelukan Abimanyu.“Alhamdulillah, syukurlah. Akhirnya kamu sadar juga, Bi,” lirih Senja membuat tubuh Abimanyu yang lemah langsung menegang.Cukup lama Senja memeluk Abimanyu yang tak merespons. Khawatir, akhirnya gadis itu melihat keadaan Abimanyu.“Kamu kenapa?” tany

  • Pengawal Dingin itu Ternyata Jodohku   Bab 18 Terungkap

    Rasti kebingungan mencari Senja di ruang tunggu operasi. Lampu di atas pintunya sudah mati, itu berarti operasi telah usia. Dia mendesah panjang, obrolannya dengan Deni terlalu lama sampai dia lupa ada orang yang perlu diperhatikan.Dengan cepat Rasti bertanya ke salah satu perawat tentang keberadaan Abimanyu. Setelah nomor dan nama ruangan didapatkan, Rasti segera meluncur ke tempat tujuan.Ruang anggrek nomor 17, dari kaca ruangan, dia melihat Senja duduk di depan Abimanyu yang terbujur lemah di brankar rumah sakit.Rasti segera masuk, dia menyerahkan bungkusan makanan untuk Senja. Rasti tetap memaksa gadis itu untuk makan.“Kalau kamu tidak makan, aku yang akan kena omel Abimanyu. Makanlah!” titah Rasti tak terbantahkan.Akhirnya, Senja mau menyantap makanan yang dia sediakan. Walaupun terlihat tak berselera, tapi Senja tidak mau menyusahkan Rasti.Setelah acara makan malam selesai, Rasti dan Senja sama-sama duduk di depan Abimanyu. Mereka berdua saling berhadapan.“Mbak, terima ka

  • Pengawal Dingin itu Ternyata Jodohku   Bab 17 Tabir Kebenaran

    “Oh, perempuan berambut sebahu yang berpakaian tomboi itu?” tanya Marisa, membuat perasaan Senja tak karuan.“Kamu kenal dia?” tanya Dewantara, dia berdiri menjulang di samping Marisa.Perempuan itu mengedikkan bahu, dia lalu mengajak Dewantara untuk duduk kembali.“Ya, dia temanku. Tapi, sayangnya dia juga tak mendukungku untuk berhubungan dengan Abimanyu. Menyebalkan. Ah, sudahlah. Selesaikan urusanmu dengan dua orang itu. Aku muak melihat mereka!” Marisa menatap Senja dengan benci, orang yang dia ajak berteman malah jadi musuh dalam waktu singkat.Dewantara bangkit dan kembali berhadapan dengan Abimanyu. Dia mulai kesal karena pria itu mengulur waktunya.“Abimanyu, cepat katakan di mana dokumen itu? Semua akan selesai dengan baik,” ujar Dewanta berusaha bernegosiasi.Abimanyu tersenyum miring, lalu tanpa diduga dia meludahi wajah Dewantara. Membuat pria itu menggeram kesal.“Kamu pikir aku sebodoh itu? Teruslah berusaha dan sampai mati pun aku tidak akan memberitahu di mana dokumen

  • Pengawal Dingin itu Ternyata Jodohku   Bab 16 Dalang

    Dia duduk di depan Senja dan Abimanyu yang sudah berpindah posisi. Rambut klimis dengan setelan jas hitam menambah kesan elegan, tidak lupa sepatu yang mengkilap dia letakkan di meja yang menjadi batas dengan dua tawanannya.“Apa kalian masih kaget dengan kedatanganku? Atau tak menyangka jika semua adalah ulahku?” tanya tuan muda pada Senja dan juga Abimanyu.Abimanyu tak bersuara, dia sedang memandang sosok di depannya dengan analisa yang terus berputar di benak.“Jadi, itu alasanmu bersikukuh ingin menikah dengan Senja, Dewantara?” tanya Abimanyu membuat Senja kembali bercucuran air mata.Senja tak mampu bersuara, walaupun mulutnya tak lagi dibekap, tapi fakta yang baru dia ketahui membuat dirinya sakit hingga tak ada kalimat yang mampu menjabarkannya.Pria yang menjalin hubungan dan melamarnya berkali-kali, ternyata bajingan berkedok malaikat.“Hemm, memang seperti itu,” jawab Dewantara, seraya memainkan sebuah kubik di tangannya.“Ah, aku kesal jika mengingat penolakanmu. Padahal,

  • Pengawal Dingin itu Ternyata Jodohku   Bab 15 Tawanan

    Abimanyu terus menghubungi Rasti, ponselnya aktif, tapi tak ada jawaban dari seberang sana.Abimanyu harus memfokuskan hati, pikiran dan panca indranya pada jalanan dan titik biru di layar pipih sebagai petunjuk jalan.Dirinya benar-benar khawatir dan menyesal akan kelalaiannya. Harusnya dia langsung pulang dan tetap ada di dekat Senja. Untunglah, ponsel Senja masih bisa dilacak, jadi dia akan mengikuti jejak yang ada di ponsel Senja.“Kamu di mana, Senja?” gumam Abimanyu, hatinya sungguh dikabuti dengan kecemasan.Kini mobil sedan yang dia tumpangi masuk ke sebuah bangunan bekas pabrik gula yang sudah lama terbengkalai.Dengan sangat hati-hati, dia memarkirkan mobil di ujung bangunan. Sebelum keluar, dia mempersiapkan peralatan yang sekiranya diperlukan. Pistol yang sudah terisi penuh peluru juga belati yang dia selipkan dibalik ikat pinggang.Dengan keyakinan kuat dan tekad bulat, Abimanyu keluar dari mobil dan memasuki sarang penyamun seorang diri. Namun, sebelumnya dia kirim lokas

  • Pengawal Dingin itu Ternyata Jodohku   Bab 14 Penculikan

    Senja mengerjapkan mata, rasa kantuk masih menguasai, tapi perutnya tidak bisa berkompromi. Diliriknya jam weker yang ada di nakas dekat ranjang, baru pukul 02.00 WIB. Perutnya kembali berbunyi mendemokan meminta diisi. Makan malam tadi, dia hanya menyantap beberapa suap.Dengan gontai, Senja turun dari ranjang dan melangkah menuju dapur. Namun, baru saja beberapa langkah, Senja dikejutkan dengan kehadiran perempuan lain di rumah Abimanyu.“Kamu siapa?!” Senja bertanya dengan suara setengah berteriak, perempuan yang dimaksud menoleh, lalu dia tersenyum simpul.“Hai, Senja,” sapanya, polos. Dia tampak terkejut karena Senja bangun dini hari.“Kamu siapa?!” Kini Senja mulai takut dan curiga.Perempuan yang tidak lain Rasti mulai berbicara pelan-pelan, dia menjelaskan bahwa dirinya adalah partner Abimanyu yang diutus untuk menjaga Senja sementara. Awalnya, Senja tak percaya. Namun, saat Rasti memperlihatkan riwayat chatnya dengan Abimanyu, barulah Senja melunak.“Memang ke mana dia?” tan

  • Pengawal Dingin itu Ternyata Jodohku   Bab 13 Pilihan

    Dewantara tersenyum senang, dia tidak menyangka Senja menghubunginya dan meminta untuk bertemu. Biasanya, Senja sulit untuk sekedar ditemui, karena ada Abimanyu. “Ayo, Sayang!” seru Dewantara, dia menarik kursi untuk kekasihnya.Senja yang agak sungkan pun dengan canggung akhirnya duduk juga. Padahal, bukan kali ini saja pria itu bersikap romantis, tapi sekarang ada rasa tak nyaman yang hinggap di relung hatinya. Setelah memesan makanan, akhirnya Senja membuka percakapan.“Mas, em ... apa lamaran Mas tempo hari masih berlaku?” tanya Senja langsung pada inti masalah.Tubuh Dewantara menegak, dia seperti mendapat sebuah lotre setelah sekian lama mencoba keberuntungan.“Tentu saja, Sayang. Bahkan, aku akan tetap memperjuangkanmu jika kamu masih menolak,” jawab Dewantara serius.“Kenapa?” Senja butuh kepastian dan meyakinkan hatinya.“Karena aku mencintaimu, tak rela jika kamu harus jatuh ke tangan orang lain. Apalagi, kamu sekarang sendiri, aku semakin khawatir.” Dewantara menggenggam e

  • Pengawal Dingin itu Ternyata Jodohku   Bab 12 Kecewa

    Abimanyu melirik Senja yang terdiam menatap jalanan. Ada yang aneh pada gadis itu.Sore tadi, saat dirinya menjemput Senja, dia dikagetkan dengan matanya yang sembab. Jangan lupakan juga keterlambatan Senja dari jam yang sudah dijanjikan untuk dijemput.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Abimanyu, khawatir.Senja menoleh, dia menatap Abimanyu. Lalu, bayangan tentang Abimanyu dan Marisa yang sedang berpelukan, membuat Senja memalingkan wajah. Dia tak kuasa menatap Abimanyu.“Aku baik-baik saja,” jawab Senja. Menatap jalanan lebih baik untuknya.Abimanyu semakin bingung. Senja berlaku tidak seperti biasanya. Gadis itu tidak mengomel atau berceloteh tentang kegiatannya di kampus, seperti biasanya. Namun, Abimanyu tidak mau menanyakan lebih jauh. Dalam benaknya, Abimanyu menjaga perasaan Senja. Mungkin saja gadis itu tengah dirundung masalah pribadi.Tidak ada pembicaraan lagi hingga mobil memasuki pelataran rumah. Setelah mobil terparkir rapi, Senja bergegas keluar mobil dan masuk ke rumah. Dia

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status