Prince menyambar jaketnya, lalu mengendari motornya seperti orang gila. Ia terus memutar tuas gas di tangannya dan fokus pada kondisi jalan di depannya. Malam ini, Rotterfort masih terasa hidup, karena ada festival tahunan untuk merayakan keberhasilan panen warga. Orang-orang masih asyik mengobrol dengan teman-temannya di kafe, membeli camilan di toko-toko, bahkan pawai hasil pertanian baru saja lewat di depan Prince.
Namun, saat ini ia benar-benar tidak tertarik untuk turut berpesta dengan warga, karena ia sedang mengkhawatirkan istrinya yang mungkin saja sekarang sudah tewas! Prince benar-benar tidak mengerti jalan pikiran Ella yang liar—kalau tidak ingin dibilang gila dan ceroboh. Kesabaran yang dimiliki Ella benar-benar tipis, karena ia tidak bisa menunggu Prince menyelesaikan beberapa urusan di kantor sebelum memenuhi janjinya untuk menemui Ben. Kesabaran Ella yang habis itu, membuat Prince panik seperti sekarang, ketika Grace meneleponnya dan menyadari posisi
“Bukankah itu Grace?” tanya Prince, matanya menyipit untuk memastikan bahwa penglihatannya tidak salah. “Sedang apa dia?” Begitu Ben menepikan mobilnya, Prince langsung turun menghampiri Grace. Di belakangnya, Ben pun menyusul, setelah mengantongi sebuah senapan di saku mantel kirinya. Sedangkan Grace hampir terkena serangan jantung saat melihat dua pria itu muncul di sebelahnya. “Apa yang kau lakukan di sini, Grace?” tanya Prince. “Aku …” “Dan di mana Ella?” lanjut Prince. “Kenapa kau sendirian?” “Dia—” “Apa temanmu itu nekat melakukan hal bodoh?” sergah Ben. “Apa dia pergi ke gudang James sendirian?” Grace mengangguk. “Aku sudah memintanya untuk tidak pergi, tapi Ella tetap bersikeras ke sana. Bahkan aku juga menyuruhnya untuk lapor ke polisi, tapi—” “Nic!” teriak Prince saat melihat Ben tiba-tiba berlari. “Kau mau ke mana?” “Aku akan menyusul si Bodoh Ella!” “Tunggu!” “Sebaiknya kalian tunggu di sini,” ucap Ben. “Kalau aku tidak kembali dalam waktu setengah jam, kalian h
Kening Ben mengerut saat ia mendapati gudang James sudah dikepung oleh banyak polisi. Lebih dari lima mobil dan puluhan polisi menggrebeknya. Selain itu, puluhan, bahkan mungkin ratusan orang—dan mungkin dari seluruh penjuru dunia dan segala umur—yang terlihat kebingungan ada di sana. Namun, wajah-wajah bingung itu, perlahan berubah menjadi penuh kelegaan dan tangis bahagia. Berulang kali beberapa dari mereka mengucapkan terima kasih pada para polisi. Sedikit demi sedikit, mereka diangkut oleh mobil polisi dan ambulans meninggalkan tempat itu. Melihat kekacauan ini, Ben segera menghubungi Prince dan Grace, meminta mereka untuk menyusul. “Apa yang terjadi?” tanya Ben pada salah seorang polisi yang berjaga. Bukannya menjawab, polisi itu malah meminta identitas Ben dan menginterogasinya. Melihat dan mendengar tingkah serta jawaban Ben yang mencurigakan, polisi itu hendak menggiring Ben ke mobil polisi dan memborgolnya. “Nicholas? Apa yang kau lakukan di sini?” “Jensen, apa yang ter
Ella tidak benar-benar bisa mengingat bagaimana ia bisa sampai di tempat ini. Bau menyengat disinfektan, terakhir ia mencium aroma yang sama adalah saat ia meninggalkan rumah sakit tempat Nana dan Rosaline dirawat. Hal terkahir yang ia ingat adalah wajah seorang pria dan suaranya yang terus berteriak di dekat telinga Ella agar ia tetap membuka mata. Namun, bukan pria itu, pria yang berdiri yang saat ini berdiri di dekatnya hanya diam menatapnya. Sedetik kemudian, ia segera berlari—entah ke mana. Ella mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan seketika ia menyadari di mana dirinya berada saat ini. Sedikit nyeri di bagian perutnya, membuatnya meringis dan memaki dengan suara kecil. Ella berusaha bangkit, tapi kepalanya masih terasa sedikit pening dan entah mengapa tubuhnya terasa lelah sekali. “Radella Softucker? Atau kau lebih suka dipanggil dengan nama Radella Loshen?” Ella menoleh ke arah pintu dan melihat seorang pria—dan Ella yakin, bahwa itu adalah pria yang sama, yang berteria
“Benedict!”Sipir penjara itu berulang kali mengetukkan tongkat jaganya ke jeruji penjara, sembari matanya tidak berhenti mengedar, menatap satu per satu narapidana yang sedang berada di lapangan penjara Blackford.“Benedict Cerg!” ulangnya. “Pengacaramu datang,” lanjutnya, saat seorang pria dengan jenggot tak terurus mendekat padanya.“Aku tidak ada jadwal bertemu dengannya.”“Bukan urusanku. Tapi pengacaramu ada di ruang tunggu.”Benedict menghela napas sebelum akhirnya mengikuti langkar sipir penjara. Di sana, di tengah ruang tunggu, Nyonya Cassie Frost, pengacaranya yang berumur lebih dari setengah abad, tersenyum menyambutnya.“Aku ada kabar baik untukmu. Duduklah!”Nyonya Cassie membuka tas kerjanya, kemudian mengeluarkan sebuah map dan mendorongnya ke depan tubuh Ben.“Itu adalah keputusan pengadilan yang memberimu remisi 15 tahun, karena sikap
“Kau tidak akan pergi ke mana-mana tanpa Lucas dan Dave!” “Ayolah, Dad! Aku sudah 21 tahun!” Pagi ini, ruang makan keluarga Softucker kembali tidak tenang seperti hari-hari yang lalu. Putri bungsu keluarga terkaya di Rotterfoort ini kembali berbuat ulah. Kali ini merengek ingin pergi ke kampus dengan mobil barunya. “Untuk apa Dad membelikanku mobil, kalau aku tidak bisa mengendarainya?” “Lucas yang akan menyetir, kau bisa duduk di kursi belakang sambil menyalin tugas dari temanmu.” Radella memutar matanya malas mendengar jawaban dari Dad yang tidak pernah mengizinkannya melakukan apapun. Seolah, Radella akan mati mendadak, jika hilang dari pengawasan Lucas dan Dave. Semenjak tinggal bersama Dad, pria itu benar-benar memastikan bahwa Ella tidak akan pergi tanpa penjagaan. Bahkan Dad bersikeras bahwa Ella harus sekolah di rumah. Hidup penuh kekangan akhirnya membuat Ella berontak di tahun tera
Ben baru sampai di rumahnya saat petang. Seharian ini, setelah urusannya dengan perempuan gila tadi selesai, Vernon mengajaknya ke rumah temannya yang menawari pekerjaan untuk membersihkan kebun-kebunnya.“Vernon, aku sangat berterima kasih soal pekerjaan itu.”“Hey, itu belum seberapa dibanding apa yang ayahmu lakukan untukku.” Vernon melongokkan kepalanya keluar jendela mobil. “Tetanggamu berisik sekali.”Ben menoleh ke rumah tetangganya, yang dia masih ingat adalah milik keluarga Oswald. “Kurasa anaknya sedang berpesta. Tuan dan Nyonya Oswald sedang menjenguk orang tuanya.”“Ah, anak muda,” ujar Vernon mengerti. “Dia akan dapat masalah kalau nanti orang tuanya pulang.”Ben terkekeh mendengar kalimat Vernon.“Kulihat, kau sudah membersihkan halaman rumahmu?”Ben mengangguk. “Tadi sebelum ke tempatmu.”“Mampirlah lagi ke kedai
Suara ketukan di pintu kamar, membuat Ella mengerang sakit, terlebih pening di kepalanya sangat menganggu. Namun, ketukan itu tidak mau juga berhenti sejak semenit yang lalu. Radella perlahan beranjak dari kasur dan dengan langkah sempoyongannya dia menuju pintu, lalu memutar kenopnya.“Kau sudah bangun?”Radella menggaruk kepalanya dan mencoba fokus pada sosok yang berdiri di hadapannya.“Kau mau apa?”“Kemari!” perintah sosok itu, lalu menarik Radella menuju kamar mandi dan menyiramnya dengan air dingin shower yang berhasil membuat Radella menjerit seraya gelagapan untuk mencari oksigen.“Apa kau sudah gila!?” pekik Ella tak terima. “Aku akan mengadukanmu pada nenek!”“Adukan saja! Aku tidak peduli! Kurasa dia juga tidak akan mendengarkanmu!” sahut sosok yang masih menyiram Radella. “Kau adalah tanggung jawabku! Jadi semua yang kau lakukan adalah a
Ben memaki dirinya sendiri berulang kali, menyesali kebodohannya yang turut campur urusan gadis yang ada di gendongannya ini. Kenapa dia harus repot-repot mengembalikannya ke rumah Oscar? Lebih baik dia tinggalkan saja di pinggir jalan! Namun, semuanya sudah terlanjur, dan kini Ben kembali memasuki pekarangan rumah keluarga Oswald. Diturunkannya gadis yang belum sadarkan diri itu di kursi teras, kemudian tangannya mulai sibuk menggedor pintu dengan keras.Tak berapa lama pintu itu terbuka dan seorang gadis lainnya menghambur memeluk Ben.“Cepat pergi! Oscar dan kawan-kawannya sudah gila!” teriaknya seraya mendorong tubuh Ben hingga tersungkur di lantai. “Ella?”Ben menoleh bergantian antara Ella dan gadis yang sedang menindihnya ini. “Kau mengenalnya?”“Tentu saja! Dia sahabatku!” sahut Grace yang langsung berdiri dan menghampiri Ella. “Apa yang terjadi padanya? Kau apakan dia?”“Aku