Share

Kembali Ke Ibukota

Author: Aspasya
last update Last Updated: 2023-11-02 07:56:45

Manor Duan, Perbatasan Utara Kaili

"Jenderal Duan!" Seorang pria berlari kencang menuju kediaman sang Jenderal.

"Ahao kenapa kau lari seperti dikejar hantu?" Seorang pelayan wanita menatapnya dengan heran.

Dia tengah menyapu halaman dan menyiram bunga-bunga di halaman. Cuaca yang panas membuat semuanya kering dan berdebu.

"Bibi, aku harus bertemu Jenderal Duan. Ada berita penting dari Dataran Tengah." Ahao berkata dengan terbata-bata karena napasnya tersengal-sengal setelah berlarian dengan kencang.

"Baiklah! Aku mengerti, tetapi sebaiknya tarik napas pelan-pelan dan setelah napasmu normal pergilah melapor pada Tuan Jenderal!" Wanita paruh baya itu menyarankan.

"Baik Bibi!" Ahao menuruti sarannya dan menarik napas pelan-pelan.

"Aku ke sana Bibi." Setelah napasnya normal dan tidak tersengal-sengal, Ahao bergegas menuju ruangan utama kediaman Jenderal Duan.

Jenderal Duan Xiao Tian merupakan putra pertama dari Tetua Duan dari Istri Di, istri sahnya. Meski dia tidak mewarisi kehebatan klan Duan di bidang musik tetapi dia sangat berprestasi di bidang militer.

Semenjak muda dia belajar pada Jenderal Mo Yuan yang merupakan ayah kandung Jenderal Mo Ye dan jenderal legendaris dari Kaili. Bersama beberapa putra-putra Jenderal Mo dan beberapa putra bangsawan lain di ibukota, dia belajar strategi perang dan olah kanuragan.

Namun orang terdekatnya adalah Ming Feng Ying, putra Perdana Menteri saat itu. Mereka bersahabat meski usia mereka berselisih cukup jauh.

Persahabatan mereka bermula dari pernikahan Ming Feng Ying dengan Duan Yu Yao yang merupakan adik bungsu ayahnya.

"Ada apa kau berteriak-teriak seperti itu?" Sebuah suara yang tegas dan berwibawa menegur Ahao saat pria itu bahkan belum melapor.

"Ah Tuan Jenderal!" Ahao segera membungkukkan tubuhnya meski sang Jenderal masih berada di dalam ruang belajarnya.

"Masuklah!" Duan Xiao Tian memanggil Ahao dan memintanya untuk masuk.

"Ada apa? Apakah ada sesuatu yang penting?" Duan Xiao Tian menatap pria di depannya sebentar dan kemudian sibuk menulis di selembar kertas.

"Jenderal Duan ada kabar dari Dataran Tengah. Mata-mata kita melihat sinyal Pedang Es beberapa malam yang lalu. Bukan hanya seorang, tetapi mata-mata kita di Tanah Bebas juga melihat sinyal itu." Ahao melaporkan dengan hati-hati.

Duan Xiao Tian berhenti menulis. Terdiam beberapa saat menatap hasil kaligrafinya. Sebuah seni yang disukainya selain bermain pedang dan tombak tentunya. Duan Xiao Tian dikenal sebagai salah satu seniman kaligrafi terbaik di Kaili.

"Kau yakin atas laporan itu?" Duan Xiao Tian meletakkan kuasnya di dalam mangkok tinta dan berjalan mendekati Ahao.

"Saya sudah mengirimkan orang-orang ke wilayah timur Kaili dan para Raja Bawahan juga melaporkan hal yang sama. Kini mereka menunggu perintah Tuan Duan dan juga Yang Mulia Kaisar Ao Yu Long." Ahao kembali memaparkan hasil kerjanya beberapa hari ini.

"Dan ini adalah surat dari Yang Mulia Kaisar Ao Yu Long!" Ahao mengangsurkan sebuah gulungan surat pada Jenderal Duan.

"Surat?" Duan Xiao Tian bergumam pelan. "Baiklah! Pergilah dan katakan pada para prajurit untuk bersiap berangkat kapan pun aku perintahkan!" Duan Xiao Tian mengibaskan lengan jubahnya.

"Baik Tuan Jenderal!" Ahao menangkupkan tangannya dan membungkukkan tubuhnya kemudian undur diri untuk melaksanakan perintahnya.

Setelah Ahao pergi, Duan Xiao Tian duduk termenung di ruang belajarnya. Dia tidak berada di ibukota saat terjadi pemberontakan dan kemudian mendapatkan berita mengenai membekunya ibukota dan kematian Kaisar Ao Yu Long dan adiknya, Duan Xiao Jiao.

Kemudian dibukanya gulungan surat tadi dan membacanya dengan serius dan hati-hati. Cukup lama dia termenung dengan gulungan surat masih terbuka di atas mejanya.

"Yang Mulia aku sangat bersyukur Anda masih hidup dan mendapatkan kembali Pedang Es dan bahkan mampu memanggil Naga Es. Aku akan kembali ke ibukota dan menjaga Kaili hingga Anda kembali." Jenderal Duan tersenyum dan mulai menulis balasan untuk Ao Yu Long.

Setelah itu mengirimkan surat balasan pada Ao Yu Long melalui merpati. Kemudian memerintahkan pasukannya untuk bersiap kembali ke ibukota secepatnya.

"Jenderal! Ini semua di luar dugaan bukan?" Tetua Duan, keponakan mendiang ayahnya, berbicara dengan hati-hati saat mereka berdua berbincang di ruang belajarnya menjelang keberangkatannya kembali ke ibukota.

"Iya, semua di luar dugaan. Aku harus kembali ke ibukota. Pastikan untuk memblokade perbatasan dari Negeri Utara maupun Dataran Tengah. Situasi di sana sedang tidak baik-baik saja." Pesannya kepada sang saudara sepupu.

"Tentu saja! Aku akan selalu menjaga perbatasan. Aku harus bersiap-siap untuk mengajari murid-muridku. Ingatlah untuk berdoa terlebih dahulu sebelum meninggalkan Manor!" Pria itu mengingatkan sebelum meninggalkan Jenderal Duan yang masih menatap keluar jendela ruang belajarnya.

Pikirannya kembali pada serentetan peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudah kematian Kaisar Ao Yu Long. Dia menyadari jika dirinya terjebak dalam tugas yang didesakkan para tetua bangsawan kuno untuk mengatasi masalah di perbatasan barat.

"Menurut laporan Tuan Ming, Yang Mulia Kaisar Ao Yu Long meninggal bukan karena pertarungan tetapi disebabkan racun Lotus Biru. Racun dari Istana Bunga yang mematikan untuk orang-orang seperti beliau." Duan Xiao Tian kini bertopang dagu menatap kosong pemandangan mansionnya dari jendela ruang belajarnya.

"Yang jadi pertanyaanku hingga kini siapa yang dapat membawa racun dari lembah selaksa bunga hingga ke istana?" Duan Xiao Tian mendesah pelan.

Semua itu terus berputar-putar di kepalanya. Seakan sebuah teka-teki yang sulit untuk dipecahkannya. Selama beberapa tahun ini dia terus menyelidiki penyebab pemberontakan Ibu Suri Guan dan juga kematian Kaisar.

Selintas ini suatu hal yang biasa terjadi dalam intrik perebutan kekuasaan dalam sebuah pemerintahan. Namun Duan Xiao Tian tahu benar ini tidak sesederhana itu.

"Ibu Suri memang memiliki pasukan dari Jenderal Dong dan juga jenderal-jenderal lain yang berpihak padanya. Namun semua orang tahu mereka tidak akan mampu menghadapi Pasukan Penjaga Kekaisaran yang dipimpin Mo Ye dan juga Pasukan Mo Yu di bawah pimpinan Won. Belum lagi jika Kaisar Ao menggunakan kekuatan Pedang Es-nya." Duan Xiao Tian kembali bergumam seorang diri.

Mustahil untuk bisa menang jika para pemberontak itu tidak didukung kekuatan yang lain. Atau mungkin diprovokasi oleh pihak-pihak tertentu sehingga mereka merasa percaya diri dapat menumbangkan kekuasaan Ao Yu Long.

Artinya, pemberontakan Ibu Suri Guan sama sekali tidak ada maknanya selain mengacaukan situasi di Kaili. Sungguh sesuatu yang sia-sia karena akibatnya sangat fatal.

Dalam sekejap Klan Ao, Klan Guan dan beberapa keluarga bangsawan kuno lainnya habis dibantai oleh Pasukan Mo Yu tanpa tersisa. Berlanjut dengan kabar dibantainya Klan Ming di Hutan Kematian. Kekuatan Kaili benar-benar telah digerogoti hingga ke akarnya.

Duan Xiao Tian berdiri dan berjalan menuju rak-rak yang berjejer rapi di sepanjang dinding ruang belajarnya.

Diambilnya sebuah kitab tebal dan membawanya ke mejanya. Itu adalah sebuah kitab yang ditulis mendiang ayahnya. Kitab yang menceritakan sejarah dan peta wilayah Kaili secara terperinci. Banyak informasi yang terdapat di kitab ini. Termasuk mengenai peta politik sekte, klan dan juga Raja-raja bawahan.

"Ayah apa yang akan kau lakukan di situasi seperti ini?" Duan Xiao Tian membuka lembar demi lembar halaman kitab sembari bergumam lirih.

"Tian'er, sejarah panjang Kaili mencatat banyak hal. Salah satunya adalah perseteruan-perseteruan antar klan, sekte dan juga para penguasa. Namun ingatlah suatu hal jika itu berhubungan dengan politik, tidak ada perseteruan ataupun kerjasama yang abadi." Ucapan ayahnya terngiang kembali.

Beberapa tahun kemudian dia pun mendengar ucapan yang sama dari Kaisar muda Ao Yu Long. Saat dia memutuskan untuk bekerjasama dengan Tanah Bebas dan Dataran Tengah. Hampir semua pejabat pemerintahan menolak klausul itu.

"Tidak ada perseteruan ataupun kerjasama yang abadi. Angin bisa berubah arah begitu pun dengan kepentingan. Selama itu masih dalam koridor, sebuah perubahan akan menggiring kita dalam perseteruan dan kerjasama yang baru dengan orang-orang yang baru juga." Demikian Ao Yu Long mengungkapkan pendapatnya.

Ao Yu Long memang masih muda. Namun pengalamannya di medan perang maupun dalam menghadapi intrik politik tak diragukan lagi. Dia kerap menemani Ming Feng Ying berdiplomasi dengan banyak pihak untuk mencapai kesepakatan.

Mungkin dia satu-satunya putra Kaisar yang lebih sering berada di luar istana yang megah dan nyaman. Hal ini pernah diungkapkan sang ayah yang waktu itu masih menduduki tahta.

"Biarkan dia berada di luar agar dia tahu tidak semua tempat aman dan nyaman. Agar dia tahu tidak semua orang tahu tentang dirinya dan menyukainya. Dalam hidup selalu saja ada hitam dan putih, baik dan buruk serta pro dan kontra. Biarkan dia menghadapi semua itu maka kelak dia akan menjadi kaisar yang bijak!"

Ucapan sang Kaisar waktu itu melekat dalam benaknya. Saat Ao Yu Long mengikutinya berkampanye di barat, dia tidak mendapatkan perlakuan istimewa.

Seluruh pasukan tahu dia adalah putra Kaisar, seorang pangeran. Namun di medan pertempuran dia adalah seorang prajurit, sama dengan mereka semua harus tunduk pada perintah pemimpin pasukan.

Bertahun-tahun itu terjadi hingga karir militernya melesat bak meteor. Ketika menjadi jenderal seluruh pasukannya tunduk dan setia kepada dirinya bukan karena dia putra Kaisar tetapi karena dia adalah seorang jenderal yang cakap.

Begitu pun saat naik tahta. Semua orang tahu, dia menduduki tahta bukan sekadar faktor keturunan. Tak diragukan lagi dia adalah putra Kaisar meski ibunya hanya seorang selir kecil.

Tak diragukan lagi dialah pemilik Pedang Es selanjutnya karena pedang itu telah memilihnya. Serta tidak ada yang meragukan kebijakan militer maupun politiknya. Ao Yu Long memang Kaisar Negeri Kaili, itu tidak diragukan lagi

"Yang Mulia, aku senang kau kembali lagi. Aku akan menjaga Kaili seperti perintahmu hingga Anda kembali nanti." Duan Xiao Tian tersenyum dan menutup kitab itu. Bersiap untuk segera berangkat ke ibukota Kaili bersama pasukannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Penguasa Sembilan Pintu Kematian    Suasana Tenang Yang Menghanyutkan

    Meigui Jin, Ibukota Negeri UtaraLi Feng Hai menatap Permaisuri Ye Yang hampir saja memuntahkan darah saat membuka kotak-kotak peti yang dibawanya. Wanita cantik itu seketika menjadi pucat pasi. Perutnya terasa mual."Yang Mulia, selain itu ada pesan dari Tuan Xie Jing Cuan sebagai pemilik Wisma Lonceng Naga." Li Feng Hai menyerahkan sebuah gulungan.Permaisuri Ye membacanya dan kemudian berteriak marah melemparkan gulungan itu. Jika kedua peti berisi kepala Kasim Zhou dan Kasim Zheng membuatnya merasa ngeri, maka gulungan itu membuatnya naik darah."Apa kalian ingin membuatku bangkrut," geramnya seraya melirik Li Feng Hai.Li Feng Hai hanya tersenyum tipis. Kemudian dia menjelaskan tujuannya datang ke Negeri Utara selain membawa kepala kedua kasim yang dipenggal Wu Hongyi dan juga tagihan dari Xie Jing Cuan atas merusak Wisma Lonceng Naga."Yang Mulia, Negeri Kaili tidak akan ikut campur suksesi di Negeri Utara. Namun, Kaisar Ao

  • Penguasa Sembilan Pintu Kematian    Pertarungan Berakhir

    Seperti yang dikatakan Xie Jing Cuan tadi, matahari perlahan-lahan muncul di timur. Meski masih malu-malu, tetapi sinarnya cukup untuk menyinari pedang di tangan Xie Jing Cuan.Di halaman wisma, di mana semua orang berkumpul, Pedang Bulan milik Wu Hongyi tiba-tiba bergetar dan melayang. Pedang itu terbang melesat meninggalkan halaman."Ketua," gumam Wu Hongyi lirih. Dia berusaha untuk bangun dan mengikuti pedangnya. Namun, tubuhnya tak mampu lagi."Yu, kita harus ke danau!" Fu Rui segera memapah Wu Hongyi dan membawanya terbang. Diikuti Ketua Qilin dan yang lain. Sebelum itu Dun Ming sempat meminta para pelayan wisma untuk mengurus jenazah Kang Li.Mereka tiba di danau yang membeku, tepat saat Xie Jing Cuan melemparkan Pedang Matahari yang bersatu dengan Pedang Bulan ke arah Zhang Jiawu dan tepat menancap di dadanya. Pria itu menatap dadanya yang terluka parah. Dicabutnya pedang itu dan melemparkannya. Dia hendak menyerang

  • Penguasa Sembilan Pintu Kematian    Aku Tidak Akan Mati Semudah Itu

    Ketua Qilin tertegun, pasir keemasan berhamburan di halaman wisma. Sosok Feiyu berdiri tegak di tengah halaman dengan pusaran pasir mengelilinginya."Aku tidak keberatan untuk menyapu bersih kalian semua," ucapnya dengan tatapan dingin pada para anggota sekte Lotus Hitam yang tersisa."Bai Hua, sebaiknya kita mundur dan membantu Ketua," Yang Hui berbisik pelan. Bai Hua tidak segera menyahut.Dia menatap sekelilingnya sekilas. Kemudian dia mengangguk dan memberi isyarat agar seluruh anggota sekte mundur mengikutinya.Para tetua sekte Lotus Hitam itu pun mundur dengan terbang menjauhi wisma.Sementara itu Kang Li berusaha membantu Wu Hongyi dan Dun Ming. Namun,jurus tapak beracun milik kedua Kasim dari Negeri Utara itu mengenai dadanya. Kang Li pun tersungkur jatuh melayang dari atap aula utama."Kang Li!" Dun Ming berteriak panik dan meluncur turun untuk menangkap tubuh Kang Li. Sedangkan Wu Hongyi menatap keduanya yang meluncur d

  • Penguasa Sembilan Pintu Kematian    Membekukan Danau Hu

    Ao Yu Long hanya memandangi kepergian Jenderal Duan. Dia melirik atap aula utama di mana Wu Hongyi dan Dun Ming masih bertarung dengan kedua Kasim dari Negeri Utara. Di sisi lain, Dong Xiu Bai dan Mu Jin masih berjaga-jaga melindungi Pangeran Dong Fang Xian. "Xie Jing Cuan, mau tidak mau aku harus bertarung dengan Zhang Jiawu bukan?" gumamnya seraya menatap Zhang Jiawu yang masih berdiri tegak tak jauh darinya. "Aku tidak ingin bertarung denganmu, Yang Mulia." Pria berhanfu dan berjubah hitam bermotif bunga lotus itu berkata dengan kesal. "Bagiku bukan masalah, apakah harus bertarung denganmu atau tidak," sahut Ao Yu Long santai. Dia tersenyum tipis dan tangannya bergerak mengangkat pedang esnya. Pedang itu berkilau kebiruan ditimpa sinar bulan. Menimbulkan kilatan-kilatan kebiruan yang indah, tetapi juga mengerikan. Siapa pun tahu jika pedang itu ditebaskan dengan kekuatan

  • Penguasa Sembilan Pintu Kematian    Formasi Bunga Lotus Mekar

    Kelopak-kelopak lotus hitam berhamburan menyerang Wu Hongyi dan Dun Ming. Pedang Bulan Wu Hongyi berkelebat cepat mencacah kelopak-kelopak lotus itu hingga hancur berkeping-keping.Zhang Jiawu memberi isyarat pada anggota sekte Lotus Hitam yang masih berada di luar untuk menyerbu masuk. Wu Hongyi yang menyadari situasi mulai tidak menguntungkan mereka, membunyikan lonceng di jarinya. Begitu juga dengan Dun Ming.Dari kegelapan malam, muncul sosok-sosok mayat hidup yang menghadang para anggota sekte Lotus Hitam. Sementara Kang Li sadar betul dia tidak akan bisa menahan mereka semua sendirian. Dia mengibaskan selendang putihnya disertai mantra Sutra Kematian.Selendang putih itu berkelebat dengan cepat, meliuk-liuk dan menghajar sepuluh pembunuh bayaran dari organisasi Tangan Kematian. Yu Jue, pimpinan mereka pun terluka cukup parah. Namun, kedatangan orang-orang dari sekte Lotus Hitam membuat Kang Li kerepotan.Beruntung sa

  • Penguasa Sembilan Pintu Kematian    Pertarungan Di Malam Bersalju 2

    Seorang pria muda tampan berhanfu dan jubah hijau muda tersenyum menatap sang kasim. Memamerkan deretan giginya yang putih berseri-seri dan senyum yang teramat manis. "Dun Ming, si pemilik senyum malaikat," gumam Kasim Zhou. Dun Ming, ketua pintu kematian ke-lima, tersenyum tipis menganggukkan kepalanya. "Wah, rupanya Kasim Zhou masih mengingatku dengan baik. Aku sungguh merasa terhormat." Dun Ming kembali memamerkan senyuman yang bak malaikat. Sayangnya, senyum indahnya itu hampir dipastikan membawa maut bagi orang-orang di sekelilingnya. Karena itu dia dijuluki Pemilik Senyum Malaikat Maut. "Jangan halangi aku!" Kasim Zhou menyipitkan matanya dan tanpa basa-basi menyerang Dun Ming dengan pedangnya. Pemuda tampan itu hanya tersenyum tipis dan terbang menghindari serangan sang kasim. Dia melompat ke atap aula utama bergabung dengan Wu Hongyi yang tengah bertarung dengan Kasim Zheng. Wu Hongyi tertegun, tetapi tidak bertanya dan justru menjadi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status