Share

3. Tes DNA

Author: Yully Kawasa
last update Last Updated: 2025-11-27 11:29:07

“Siapa namamu? Mana KTP mu?” tanya Lintang tak melepaskan tatapannya dari wajah wanita itu.

“Namaku Aurelia Chan, ini KTP ku,” jawab wanita itu menyodorkan kartu tanda penduduk pada Lintang.

“Gladis. Siapa yang mengakuisisi Restoran A?” tanya Lintang melalui telepon seluler.

"Aurelia Chan."

Mendengar jawaban dari sahabatnya diseberang membuat Lintang diam seribu bahasa. Kini pandangan matanya menatap Aurelia. “Kenapa kamu mau menikah denganku? Apa kau tahu kondisiku?”

"Karena aku sudah lama mencintaimu, tapi kamu sama sekali tak pernah menyadari keberadaanku. Kalau dengan cara ini aku bisa bersama denganmu, maka aku siap,” kata Aurelia, tangannya meraih telapak tangan Lintang untuk meyakinkan.

Lintang yang merasa kecolongan, akhirnya hanya dapat menganggukkan kepalanya sebagai tanda setuju.

Anggukan kepala Lintang sontak saja membuat Melia dan sang suami gembira.

“Kalian akan mengadakan pemberkatan sekarang, tapi urusan surat menyurat nanti akan diurus setelah Lintang selesai operasi,” ujar ayah Lintang, jelas sekali kebahagiaan terpancar dari raut wajahnya.

Pendeta yang didatangkan khusus untuk mendoakan kondisi Lintang menjelang operasi, akhirnya memberkati mereka dalam pernikahan yang kudus.

“Lintang Wang dan Aurelia Chan sekarang kalian bukan lagi dua, melainkan satu. Karena apa yang sudah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia,” kata Pendeta.

Setelah pemberkatan nikah selesai, brankar yang diatasnya terbaring tubuh Lintang digiring oleh perawat dan keluarganya menuju ruang operasi.

Orangtua Lintang sama sekali tidak tertarik untuk bertanya siapa Aurelia sebenarnya, apalagi mencari tahu tentang Perusahaan MIX. Bagi mereka keselamatan Lintang jauh lebih penting dari pada menanyakan asal usul Aurelia.”

Aurelia hanya memperhatikan tingkah laku kedua orangtua Lintang yang tidak tenang, mereka terlihat gelisah. Pasangan suami istri itu mondar mandir tepat di depan ruang operasi.

Ketakutan semakin menyerang ketika dua dokter lainnya berlari memasuki ruangan operasi.

“Pergilah ke bank darah dan tambah dua kantong darah O untuk pasien. Cepatlah!” kata perawat dari balik pintu yang hanya terbuka kecil.

Pasangan suami istri itu saling berpandangan, namun sedetik kemudian keduanya sadar keselamatan Lintang sekarang adalah hal yang terpenting. Segera saja pasangan suami istri itu menuju bank darah dan membayar dua kantong darah.

Setelah darah berada dalam genggaman Shan Yue Wang, ayah Lintang. Keduanya kembali berlari menuju ruang operasi dan memberikan dua kantong darah itu kepada perawat.

Aurelia sama sekali tidak tertarik untuk tahu apa yang terjadi, ketika melihat sendiri Shan Yue yang secara tiba-tiba menarik Melia ke sudut ruangan. Jelas sekali Shan Yue terlihat marah.

“Apa kamu selingkuh dibelakangku?” Shan Yue menatap Melia dengan tatapan garang.

“Apa kau sudah gila? Mana mungkin aku mengkhianati pernikahan kita? Bukan kamu saja yang kaget, tapi aku juga. Bagaimana mungkin Lintang memiliki golongan darah yang berbeda dengan kita berdua?” tanya Melia bingung sendiri.

Keduanya terdiam, mencoba mengembalikan ingatan ketika Lintang dilahirkan.

Setelah mengingat sesuatu Shan Yu bertanya bingung, “Bukankah golongan darah Lintang saat dilahirkan adalah A? Dokter sendiri yang memberitahu aku. Lagian perawat sama sekali tidak salah mengambil bayi dan diantarkan kepada kita. Aku hapal betul tanda lahir yang ada di pinggang anak kita. Lintang juga memiliki tanda lahir itu. Sebenarnya apa yang terjadi?”

“Darah anak kita berbeda dengan golongan darah kita, dan sebagai orangtua … kita juga tidak bisa mendonorkan hati untuk Lintang,” kata Melia pelan.

Setelah berpikir panjang, keduanya sepakat untuk melakukan tes DNA setelah Lintang selesai menjalani operasi. Namun mereka sepakat melakukan itu secara diam-diam, bagi mereka apapun hasilnya nanti Lintang tetap akan menjadi putra kesayangan mereka.

Setelah menunggu lama akhirnya dokter-dokter keluar dari ruangan operasi.

“Dokter bagaimana keadaaan anak saya? Proses operasinya berjalan lancar, kan? Jangan katakan kalau operasi itu gagal dokter? Kenapa tadi dua dokter lain berlari masuk ke dalam dengan cepat? Apakah terjadi sesuatu dengan anak kami?” Melia menyerang para dokter dengan segudang pertanyaan.

“Operasi berhasil, tubuh pasien menerima baik hati pendonor, jadi tidak usah khawatir karena kami akan mengawasi pasien selama masa pengobatannya. Kalian boleh menjenguk Lintang setelah berada di ruangan khusus, jadi bersabarlah. Ingat, jika sedikit saja ada perubahan pada tubuh pasien atau sesuatu yang mencurigakan, maka segera beritahu perawat yang ditugaskan khusus untuk mengawasi Lintang. Perawat itulah yang akan segera menghubungi kami,” kata salah satu dokter yang mengoperasi Lintang.

Kalau kedua orangtua Lintang bahagia mendengar berita itu, berbeda dengan Aurelia. Baginya itu adalah luka yang tidak akan pernah sembuh. Walaupun demikian dia senang mengetahui tubuh Lintang merespon baik hati pendonor.

Orangtua Lintang sama sekali tidak memperhatikan raut wajah kesedihan yang tampak jelas dari pancaran mata wanita itu, bahkan air bening berhasil lolos dari pelupuk mata Aurelia, hatinya hancur mendengar berita dokter.

Keluarga Lintang hanya dapat mengikuti dari belakang ketika brankar didorong perawat menuju ruangan lainnya. Walaupun ingin memeluk Lintang tapi tidak bisa mereka lakukan.

"Maaf, tapi kalian haru menunggu untuk bisa menjenguk pasien. Nanti ada parawat yang akan menemui dan mengatakan kapan bisa menjenguk Lintang,” kata sang dokter sebelum berlalu pergi.

Walaupun operasi telah berhasil, tapi tidak juga membuat orangtua Lintang dapat duduk tenang. Keduanya tetap saja mondar mandir didepan pintu ruangan.

Setelah cukup lama menunggu akhirnya mereka diijinkan untuk masuk secara bergantian.

“Apakah ayah sudah mengambil rambut Lintang?” tanya Melia menatap sang suami.

"Sudah, sebaiknya kita langsung melakukan test DNA sekarang. Ayah tidak sabar ingin tahu yang sebenarnya,” kata Shan Yue dan melangkah menuju ruang pemeriksaan DNA.

Setelah menyerahkan sampel DNA, keduanya kembali agar Aurelia tidak curiga.

Tiga hari kemudian ….

“Apakah Anda mau mengambil hasil tes DNA?”

Pasangan suami istri itu hanya dapat menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dan langsung menunjukkan KTP.

“Ini hasil tes DNA nya,” kata lelaki itu sambil menyerahkan map cokelat kepada Shan Yue.

Shan Yue menerima map cokelat itu dengan tangan gemetar. Meskipun bisa memprediksi hasilnya, tapi pasangan suami istri itu berharap akan ada keajaiban yang menyatakan kalau Lintang adalah putra kandung mereka.

“Terima kasih,” kata Shan Yue datar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Penguasa Yang Tak Terduga   13. Terusir dari rumah

    Darah segar yang mengalir dari tangannya, sama sekali tidak dirasakan Lintang. Hatinya jauh lebih sakit menerima kenyataan itu.“Aku dan Melia menginginkan kamu mendekam di penjara dalam waktu yang lama, brengsek!” bentak Shan Yue emosi. “Apa kamu mau menyusun rencana untuk membunuh Brayen kembali? Tidak akan pernah bisa! Secara hukum kamu bukan putra kami lagi dan kami tidak menerima orang asing di rumah ini!” teriak Shan Yue.“Pergi dari sini sekarang juga, brengsek!” bentak Shan Yue.“Jangankan rumah ini, halaman rumah ini saja tidak menerimamu!” Melia menatap Lintang emosi.Lintang terkejut melihat sang ayah memegang ponsel miliknya, tiba-tiba ….GUBRAKKK !!!!BRAKKK !!!!Lintang hanya dapat menarik nafas panjang, ketika sang ayah membanting ponsel miliknya tepat dihadapannya.“Apa kamu mau protes? Kamu tidak punya hak untuk itu! Semua fasilitas yang selama ini kamu gunakan adalah milikku!” teriak Shan Yue.“Kenapa masih di sini? Apa kamu berharap kami akan berubah pikiran? Tidak

  • Penguasa Yang Tak Terduga   12. Kemarahan Shan Yue dan Melia

    Walaupun tidak bersalah, tapi sesuai peraturan yang berlaku, maka Lintang akan mendekam dibalik jeruji besi sampai persidangan di mulai.Sedangkan Brayen masih belum sadarkan diri di rumah sakit, Brayen koma.Tanpa keluarga Wang sadari mereka telah ditipu mentah-mentah oleh putranya. Brayen bukan koma, dia sesungguhnya tidak apa-apa. Semuanya hanyalah permainannya dengan sang dokter.“Aku rasa waktu seminggu lebih dari cukup untuk membuat orangtuamu ketakutan. Sudah saatnya kamu siuman, brengsek! Jangan sampai ada yang curiga,” bentak dokter itu kesal pada Brayen.“Aku itu pasien, jadi jangan marah-marah. Kalau aku koma beneran, apa kamu mau?” Brayen tersenyum menatap sahabatnya.Ya! Dokter yang menanganinya tidak lain adalah sahabat karibnya.“Maka tunjukkan dirimu sekarang!”“Ya sudah, sebagai pasien, aku ikuti saramu, pak dokter.”BUKKK !!!!AUW ….Lintang menjerit pelan, ketika dokter memukul pelan punggungnya. Dia tidak dapat menahan tawanya melihat raut wajah sahabatnya yang sed

  • Penguasa Yang Tak Terduga   11. Pengacara kondang utusan sang istri

    ***“Ayah, bagaimana keadaan Brayen dan ibu? Mereka baik-baik saja, kan?” tanya Lintang khawatir.Ya! Kekhawatiran Lintang membuatnya memilih langsung ke rumah sakit untuk mengetahui kondisi saudara dan ibunya.Namun bukan jawaban yang diterima Lintang tapi justru pemborgolan paksa dari pihak kepolisian.“Anda, kami tahan atas percobaan pembunuhan terhadap saudara Brayen Lei.”Kata-kata polisi itu seperti petir yang menyambar tepat di telinga Lintang.PLAKKK !!!!Lintang sama sekali tidak merasakan sakit akibat tamparan sang ayah. Dia masih bingung dengan apa yang terjadi.“Apa yang terjadi denganmu? Kamu bukan lagi Lintang yang dulu ayah kenal. Dulu … bahkan untuk melukai orang lain, kamu tidak akan tega. Sekarang? Kamu bahkan tidak segan-segan membayar orang untuk membunuh?! Kenapa kamu mau membunuhnya? Sekarang Brayen terbaring kritis di dalam, apa kamu sudah puas?” teriak Shan Yue murka.Kini Lintang menyadari kenapa polisi memborgolnya secara paksa.“Terus terang Lintang kecewa p

  • Penguasa Yang Tak Terduga   10. Terjebak

    “Pasien membutuhkan golongan darah A sebanyak enam kantong. Silahkan berhubungan dengan bank darah, harus secepatnya. Pasien kehilangan cukup banyak darah,” kata dokter panik.Shan Yue langsung saja berlari ke bank darah dan mengurus pembelian enam kantong darah yang diminta dokter.“Ini darahnya, dokter,” kata Shan Yue semakin khawatir.Tanpa berkomentar, sang dokter langsung saja mengambil darah yang dibutuhkan pasien.“Jadi yang sedang terbaring di dalam adalah Brayen?” tanya Melia, airmatanya kembali mengalir.“Aku telah kehilangan putraku selama dua puluh empat tahun, aku tidak mau kehilangan dia lagi, apalagi untuk selamanya, Yah. Aku tidak bisa,” tangis Melia pecah.Mengingat masih berada di rumah sakit, Shan Yue langsung saja menarik Melia ke dalam pelukannya dan membiarkan istrinya menangis di dada bidangnya.“Siapa yang telah melakukan ini pada putra kita, Yah?”“Polisi sedang meng-interograsi pelaku, tapi mereka mengalami kesulitan karena pelaku tidak mau mengeluarkan satu

  • Penguasa Yang Tak Terduga   9. Aku mengalah, bukan berarti kalah!

    "Brayen tidak setuju, Ayah,” protes Brayen.“Maksudmu?” Shan Yue terkejut.“Kalau memang ayah menganggap aku dan Lintang itu sama, harusnya pembagian warisan harus adil. Aku lima puluh persen, begitupun dengan Lintang. Bukannya aku yang lebih banyak dari Lintang,” kata Brayen tersenyum.“Jadi kamu tidak keberatan kalau pembagiannya seperti itu? Sama rata?” Shan Yue bertanya memastikan.“Kalau pembagiannya seimbang, itu baru adil,” kata Brayen tersenyum.“Baiklah. Kalau begitu ayah akan membagi rata warisan itu kepada kalian berdua,” kata Shan Yue tersenyum bahagia.‘Lintang, aku mengalah bukan berarti kalah! Ini adalah permulaan kehancuranmu!’ guman Brayen emosi.***Seminggu kemudian ….“Kalau permintaan anda seperti itu, maaf aku tidak bisa,” kata lelaki yang kini berdiri didepan Brayen.“Ternyata aku salah menilaimu, aku pikir kamu akan melakukan apa saja untuk putramu yang sedang terbaring di rumah sakit. Bukankah anakmu butuh uang untuk operasi? Pikirkan baik-baik sebelum anakmu

  • Penguasa Yang Tak Terduga   8. Pembagian Warisan

    Lintang hanya dapat menarik nafas panjang, ketika semua anggota group justru setuju mengeluarkannya. Dia tidak menyangka selama ini telah bergaul dengan orang-orang yang hanya melihat seseorang berdasarkan status.Dia tidak dapat membaca kelanjutan obrolan group, karena dia telah dikeluarkan.Lintang tidak tahu apa lagi yang mereka obrolkan, tapi satu hal yang pasti. Dia sadar sedang menjadi selebriti dadakan di group yang diusulkan untuk dibentuknya dulu.“Itulah kehidupan, Lintang. Disaat kamu memiliki segalanya, kamu akan disanjung dan dieluk-elukkan. Diantara dua puluh teman, syukur-syukur kalau kamu mendapatkan satu teman yang bisa menerima kondisimu saat dalam kesulitan,” kata Aurelia.Lintang tidak menjawab, dia diam membeku.“Sekarang apa yang akan kamu lakukan?” tanya Aurelia menatap sang suami.“Waktu tidak akan berhenti hanya karena aku mengalami masalah. Apapun yang mereka katakan, to tidak ada yang dapat mengubahnya. Aku memang terlahir dari orangtua yang serba kekurangan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status