Home / Urban / Penguasa Yang Tak Terduga / 2. Aku bersedia menikah denganmu.

Share

2. Aku bersedia menikah denganmu.

Author: Yully Kawasa
last update Last Updated: 2025-11-27 11:14:46

“Berikan ibu waktu enam jam, ibu akan membawa gadis itu kehadapanmu. Ibu akan buktikan, sesuatu yang mustahil bagi manusia tapi tidak ada yang mustahil bagi sang pencipta,” tegas ibu Lintang meninggalkan ruangan itu.

Sepanjang perjalanan sang ibu mengutuk dirinya sendiri. Kenapa aku sampai mengambil keputusan bodoh seperti ini? Padahal aku tahu ini adalah sesuatu yang mustahil. Tapi sudah kepalang tanggung, sekarang satu-satunya cara hanya bisa menemukan gadis seperti yang ada dalam gambaran Lintang.

Sejenak sang ibu terdiam. Tiba-tiba sebuah ide gila terlintas di dalam benaknya. Tanpa ragu, wanita itu langsung saja menelepon seseorang yang sudah lama dikenalnya. Setelah mendapatkan persetujuan, dia langsung berlari menuju tempat parkir, mengeluarkan kunci dan meloncat ke dalam mobil.

Mobil yang dikemudikan Melia Sanjaya meluncur dengan kecepatan tinggi menuju tempat tujuan.

“Kenapa tante bersikeras bertemu denganku?” sungut Stela tanpa ada sopan santunnya.

Ya! Wanita yang ditelepon Melia tidak lain adalah Stela, mantan kekasih Lintang putranya.

“Menikahlah dengan Lintang, Stela. Tante mohon. Apapun yang kau inginkan, maka semuanya akan tante berikan termasuk saham Perusahaan milik kami,” pinta Melia memohon.

“Apa tante sudah gila? Tante jangan egois. Tante memang ingin melihat Lintang bahagia, tapi bukan berarti juga harus meminta aku mengorbankan kebahagiaanku! Aku tidak mau merawat Lintang, aku muak setiap kali mengingat kalau nantinya dia akan duduk di kursi roda untuk waktu yang lama!” geram Stela kesal.

“Apa kamu tidak mencintai Lintang?”

Pertanyaan Melia disambut tawa ejekan dari Stela. “Saat seperti ini tante masih bertanya tentang cinta?”

“Lintang sekarat, Stela. Dia membutuhkan donor hati untuk kelangsungan hidup. Waktunya tidak lama lagi, karena kondisinya terus menurun tapi kami belum juga menemukan pendonor yang tepat,” ujar Melia dengan airmata berlinang.

“Apa tante pikir aku percaya? Jangan menjebakku untuk menjadi pengasuh dengan status pernikahan, Tante. Aku bukan wanita bodoh!” ketus Stela sama sekali tidak percaya dengan ucapan Melia.

Ponsel Melia berbunyi, ada pesan masuk.

Melia mengambil ponsel dari tasnya, dia terkejut dengan banyaknya panggilan dari sang suami. Dia ketakutan. Dengan tangan gemetar Melia membuka pesan dari sang suami.

[Melia, kau di mana? Kenapa tidak mengangkat teleponku? Lintang telah mendapatkan pendonor yang cocok untuknya. Tapi Lintang sama sekali tidak mau diseret ke ruang operasi, jika kau tidak menemukan wanita yang sesuai dengan kriterianya.]

Wajah Melia langsung pucat pasi menemukan kenyataan kalau kalimatnya justru menjadi penghalang bagi Lintang untuk operasi.

“Tante kenapa? Apakah Lintang telah meninggal? Saya turut berdukacita, Tante,” ujar Stela tanpa perasaan.

Melia tidak mempedulikan kalimat Stela, dia langsung saja berlutut dan memegang ujung kaki Stela erat-erat. “Stela, tante mohon menikahlah dengan Lintang. Kamu adalah harapan terakhir tante. Pendonor hati telah ditemukan, tapi Lintang tidak mau di operasi, Lintang bersikeras menemukan sosok yang akan menikah dengannya sebelum masuk ruang operasi. Hanya kamu yang bisa menyelamatkan Lintang, Stela. Tante mohon.”

Stela langsung mendorong tubuh Melia dengan kasar, hingga jatuh, “Harus pakai cara apa agar tante sadar, aku tidak mau menikah dengan Lintang. Kalau Lintang memang ingin menikah, kenapa tante tidak membayar pemulung, ha? Biar sekalian menjadi pengasuh bagi keluarga besar tante!”

Ponsel Melia kembali berbunyi, ada telepon dari sang suami.

“Melia sebaiknya kamu ke rumah sakit sekarang, temui putra kita dan cobalah membujuknya. Waktu kita semakin sempit, sebelum kondisi Lintang benar-benar semakin turun,” terdengar suara dari seberang.

Sejenak Melia menatap Stela sebelum memutuskan sambungan telepon. Dia memilih meninggalkan gadis itu dan naik ke mobil menuju rumah sakit.

Kondisi jalan yang macet, membuat Melia memilih menepikan mobil dan turun, kemudian melanjutkan perjalanan menuju rumah sakit menggunakan motor yang dihadangnya di jalan.

Walaupun pengendara motor sempat mengumpat, tapi melihat airmata yang mengalir dari wajah Melia membuat pria itu tak tega dan membawanya ke rumah sakit tujuan.

“Terima kasih, Pak,” ujar Melia dan langsung berlari memasuki rumah sakit.

Benar saja brankar yang diatasnya terbaring Lintang, terhenti tepat didepan pintu. Dokter tak berani mengambil tindakan lebih karena Lintang mengancam akan meloncat turun dengan segala cara.

“Ada apa denganmu, Lintang? Bukankah menemukan pendonor itu sulit, terus kenapa disaat ada yang bersedia menjadi pendonor tapi kamu justru menolaknya?” tanya Melia dengan nafas tak beraturan, airmata mengalir membasahi wajahnya yang tak terurus.

“Lintang tidak mau egois, Bu. Pendonor itu memiliki kemungkinan besar untuk hidup, sedangkan Lintang? Lintang hanya butuh keajaiban karena kondisi Lintang yang semakin melemah,” jawab Lintang dengan hati perih.

“Itu bukan alasan, Lintang.”

“Bukankah ibu sendiri tidak bisa menemukan wanita yang bersedia menikahi Lintang? Lintang akan menjalankan operasi itu jika ada wanita yang bersedia menikahiku. Titik!” tegas Lintang tetap pada pendiriannya. Lebih tepatnya menolak operasi.

“Aku bersedia menikah denganmu.”

Tiba-tiba seorang wanita tak dikenal telah berdiri didepan Lintang, tanpa senyuman. Tatapannya terlihat datar bahkan tanpa ekpresi. Namun sangat jelas mata gadis itu sembab.

Lintang tertawa kecil, “Sayangnya aku tidak mau menikah dengan wanita sembarangan. Aku maunya menikah dengan wanita yang memiliki usaha dengan penghasilan lumayan banyak, setidaknya enam ratus juta dalam setahun. Itu artinya kau memiliki rata-rata pemasukan sebulan kurang lebih lima puluh juta.”

Melia dan sang suami terkejut mendengar persyaratan yang justru dinaikkan oleh sang putra untuk mengagalkan operasinya. Namun berbeda dengan wanita asing itu, dia justru tersenyum.

“Aku bahkan memiliki penghasilan lebih dari enam ratus juta setahun, apakah sekarang aku memenuhi persyaratan untuk menjadi pendampingmu kelak?” tanya wanita itu menatap Lintang.

“Maksudmu?”

“Kebetulan aku salah satu pemegang 30 persen saham Perusahaan MIX, selain itu aku memiliki usaha peternakan sapi, kuda, kambing terbesar di provinsi ini. Bukankah penghasilanku lebih besar dari persyaratan yang kamu minta?” wanita itu menatap Lintang.

Lintang tersenyum sinis, “Apa kamu pikir aku percaya begitu saja? Tidak!”

Bukannya merespon keraguan Lintang, tapi wanita itu justru mengeluarkan ponsel dari saku kemejanya dan menelepon kemudian mengaktifkan speaker.

“Halo, Bos,” terdengar suara dari seberang.

“Akuisisi Restoran A detik ini juga,” tegas wanita itu.

Lintang terkejut mendengar perintah wanita itu. Restoran A? Bukankah itu salah satu restoran terbaik di kota ini? Apa wanita itu mampu mengakusisinya?

“Apa? Mengakuisisi Restoran A? Apa mereka melakukan kesalahan atau membuat Bos marah?” tanya suara dari seberang.

“Jangan banyak tanya! Lakukan detik ini juga!” perintah wanita itu.

“Baik, Bos.”

Wanita itu langsung memutuskan sambungan telepon setelah selesai memberi perintah.

Benar saja tak berapa lama, telepon wanita itu berdering dan memberitahu kalau Restoran A telah di akuisisi. Tidak mau percaya begitu saja, Lintang memilih menelepon sahabatnya yang kebetulan merupakan manager di Restoran A.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Penguasa Yang Tak Terduga   13. Terusir dari rumah

    Darah segar yang mengalir dari tangannya, sama sekali tidak dirasakan Lintang. Hatinya jauh lebih sakit menerima kenyataan itu.“Aku dan Melia menginginkan kamu mendekam di penjara dalam waktu yang lama, brengsek!” bentak Shan Yue emosi. “Apa kamu mau menyusun rencana untuk membunuh Brayen kembali? Tidak akan pernah bisa! Secara hukum kamu bukan putra kami lagi dan kami tidak menerima orang asing di rumah ini!” teriak Shan Yue.“Pergi dari sini sekarang juga, brengsek!” bentak Shan Yue.“Jangankan rumah ini, halaman rumah ini saja tidak menerimamu!” Melia menatap Lintang emosi.Lintang terkejut melihat sang ayah memegang ponsel miliknya, tiba-tiba ….GUBRAKKK !!!!BRAKKK !!!!Lintang hanya dapat menarik nafas panjang, ketika sang ayah membanting ponsel miliknya tepat dihadapannya.“Apa kamu mau protes? Kamu tidak punya hak untuk itu! Semua fasilitas yang selama ini kamu gunakan adalah milikku!” teriak Shan Yue.“Kenapa masih di sini? Apa kamu berharap kami akan berubah pikiran? Tidak

  • Penguasa Yang Tak Terduga   12. Kemarahan Shan Yue dan Melia

    Walaupun tidak bersalah, tapi sesuai peraturan yang berlaku, maka Lintang akan mendekam dibalik jeruji besi sampai persidangan di mulai.Sedangkan Brayen masih belum sadarkan diri di rumah sakit, Brayen koma.Tanpa keluarga Wang sadari mereka telah ditipu mentah-mentah oleh putranya. Brayen bukan koma, dia sesungguhnya tidak apa-apa. Semuanya hanyalah permainannya dengan sang dokter.“Aku rasa waktu seminggu lebih dari cukup untuk membuat orangtuamu ketakutan. Sudah saatnya kamu siuman, brengsek! Jangan sampai ada yang curiga,” bentak dokter itu kesal pada Brayen.“Aku itu pasien, jadi jangan marah-marah. Kalau aku koma beneran, apa kamu mau?” Brayen tersenyum menatap sahabatnya.Ya! Dokter yang menanganinya tidak lain adalah sahabat karibnya.“Maka tunjukkan dirimu sekarang!”“Ya sudah, sebagai pasien, aku ikuti saramu, pak dokter.”BUKKK !!!!AUW ….Lintang menjerit pelan, ketika dokter memukul pelan punggungnya. Dia tidak dapat menahan tawanya melihat raut wajah sahabatnya yang sed

  • Penguasa Yang Tak Terduga   11. Pengacara kondang utusan sang istri

    ***“Ayah, bagaimana keadaan Brayen dan ibu? Mereka baik-baik saja, kan?” tanya Lintang khawatir.Ya! Kekhawatiran Lintang membuatnya memilih langsung ke rumah sakit untuk mengetahui kondisi saudara dan ibunya.Namun bukan jawaban yang diterima Lintang tapi justru pemborgolan paksa dari pihak kepolisian.“Anda, kami tahan atas percobaan pembunuhan terhadap saudara Brayen Lei.”Kata-kata polisi itu seperti petir yang menyambar tepat di telinga Lintang.PLAKKK !!!!Lintang sama sekali tidak merasakan sakit akibat tamparan sang ayah. Dia masih bingung dengan apa yang terjadi.“Apa yang terjadi denganmu? Kamu bukan lagi Lintang yang dulu ayah kenal. Dulu … bahkan untuk melukai orang lain, kamu tidak akan tega. Sekarang? Kamu bahkan tidak segan-segan membayar orang untuk membunuh?! Kenapa kamu mau membunuhnya? Sekarang Brayen terbaring kritis di dalam, apa kamu sudah puas?” teriak Shan Yue murka.Kini Lintang menyadari kenapa polisi memborgolnya secara paksa.“Terus terang Lintang kecewa p

  • Penguasa Yang Tak Terduga   10. Terjebak

    “Pasien membutuhkan golongan darah A sebanyak enam kantong. Silahkan berhubungan dengan bank darah, harus secepatnya. Pasien kehilangan cukup banyak darah,” kata dokter panik.Shan Yue langsung saja berlari ke bank darah dan mengurus pembelian enam kantong darah yang diminta dokter.“Ini darahnya, dokter,” kata Shan Yue semakin khawatir.Tanpa berkomentar, sang dokter langsung saja mengambil darah yang dibutuhkan pasien.“Jadi yang sedang terbaring di dalam adalah Brayen?” tanya Melia, airmatanya kembali mengalir.“Aku telah kehilangan putraku selama dua puluh empat tahun, aku tidak mau kehilangan dia lagi, apalagi untuk selamanya, Yah. Aku tidak bisa,” tangis Melia pecah.Mengingat masih berada di rumah sakit, Shan Yue langsung saja menarik Melia ke dalam pelukannya dan membiarkan istrinya menangis di dada bidangnya.“Siapa yang telah melakukan ini pada putra kita, Yah?”“Polisi sedang meng-interograsi pelaku, tapi mereka mengalami kesulitan karena pelaku tidak mau mengeluarkan satu

  • Penguasa Yang Tak Terduga   9. Aku mengalah, bukan berarti kalah!

    "Brayen tidak setuju, Ayah,” protes Brayen.“Maksudmu?” Shan Yue terkejut.“Kalau memang ayah menganggap aku dan Lintang itu sama, harusnya pembagian warisan harus adil. Aku lima puluh persen, begitupun dengan Lintang. Bukannya aku yang lebih banyak dari Lintang,” kata Brayen tersenyum.“Jadi kamu tidak keberatan kalau pembagiannya seperti itu? Sama rata?” Shan Yue bertanya memastikan.“Kalau pembagiannya seimbang, itu baru adil,” kata Brayen tersenyum.“Baiklah. Kalau begitu ayah akan membagi rata warisan itu kepada kalian berdua,” kata Shan Yue tersenyum bahagia.‘Lintang, aku mengalah bukan berarti kalah! Ini adalah permulaan kehancuranmu!’ guman Brayen emosi.***Seminggu kemudian ….“Kalau permintaan anda seperti itu, maaf aku tidak bisa,” kata lelaki yang kini berdiri didepan Brayen.“Ternyata aku salah menilaimu, aku pikir kamu akan melakukan apa saja untuk putramu yang sedang terbaring di rumah sakit. Bukankah anakmu butuh uang untuk operasi? Pikirkan baik-baik sebelum anakmu

  • Penguasa Yang Tak Terduga   8. Pembagian Warisan

    Lintang hanya dapat menarik nafas panjang, ketika semua anggota group justru setuju mengeluarkannya. Dia tidak menyangka selama ini telah bergaul dengan orang-orang yang hanya melihat seseorang berdasarkan status.Dia tidak dapat membaca kelanjutan obrolan group, karena dia telah dikeluarkan.Lintang tidak tahu apa lagi yang mereka obrolkan, tapi satu hal yang pasti. Dia sadar sedang menjadi selebriti dadakan di group yang diusulkan untuk dibentuknya dulu.“Itulah kehidupan, Lintang. Disaat kamu memiliki segalanya, kamu akan disanjung dan dieluk-elukkan. Diantara dua puluh teman, syukur-syukur kalau kamu mendapatkan satu teman yang bisa menerima kondisimu saat dalam kesulitan,” kata Aurelia.Lintang tidak menjawab, dia diam membeku.“Sekarang apa yang akan kamu lakukan?” tanya Aurelia menatap sang suami.“Waktu tidak akan berhenti hanya karena aku mengalami masalah. Apapun yang mereka katakan, to tidak ada yang dapat mengubahnya. Aku memang terlahir dari orangtua yang serba kekurangan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status