Share

Khilaf yang Indah Part. 2

Kriing ...

Bunyi suara telepon dalam tas kerja Laskar membangunkan Laskar dalam tidurnya, dia yang masih hanyut dalam suasana kehangatan Sarah tiba-tiba mulai meraba tasnya. Alangkah terkejutnya Laskar saat mengetahui bahwa yang menghubunginya adalah Hanna, sang istri tercintanya. Laskar segera beranjak dari tempat tidur dan melipir ke kamar mandi untuk menerima telepon dari istrinya.

"Ha-halo Sayang, iya ada apa?"

"Kamu masih dimana sih, kok gak biasanya jam segini belum nyampe rumah?"

"Oh iya, ini Sayang. Aku lagi meeting di luar sama klien, tapi ini udah beres kok. Tunggu aku pulang yah, bye Sayang!"

Laskar segera menutup teleponnya memangkas semua pembicaraannya tanpa menunggu Hanna membalas omongannya terlebih dahulu.

"Oke Sa--"

Tut ... Tut ...

"Loh kok di tutup? Belum juga aku jawab, ih aneh!"

Hanna menggelengkan kepalanya seraya kebingungan. Laskar yang terlihat sangat panik setelah menerima telepon segera bergegas memakai bajunya kembali untuk segera pulang.

"Kamu mau kemana sih? Buru-buru amat!" Terlihat tubuh indah Sarah yang masih menggeliat di atas tempat tidur dengan hanya selembar selimut yang menutupi tubuhnya. Dia nampak tersenyum manja kepada Laskar yang telah memberinya kepuasan batin hari ini.

"Maaf Sarah, tapi aku harus segera pulang! Hanna nunggu aku dirumah, nanti kita ketemu lagi oke?!" ujarnya sambil berlalu begitu saja meninggalkan Sarah dan sisa kehangatannya di tempat itu.

'Ah sial, bego sekali kamu Laskar! Kenapa kamu bis ke pancing lagi sih sama Sarah?' Laskar terlihat panik dalam mobil sambil memukul-mukul setir yang ia genggam.

'Oke, aku harus tenang!'

Laskar menarik napas panjang sebelum turun dari mobilnya, dia mencoba untuk bersikap wajar saat bertemu istrinya nanti.

Tok ... tok ...

"Assalamualaikum Sayang, aku pulang!"

"Iya sebentar!"

Teriakan lembut itu terdengar dari balik pintu. Hanna membuka pintu dengan senyuman manis di bibirnya seraya menyambut sang suami yang telah lelah bekerja seharian.

Lalu ia mencium punggung tangan suaminya. Rasa sesal itu tampak jelas di wajah Laskar saat melihat perlakuan istrinya yang menyambut hangat kedatangan dirinya.

"Sini sayang, tasnya aku bawain!"

Perhatian dan kelembutan Hanna semakin membuat Laskar merasa bersalah dan menyesal, Hanna melenggang masuk ke kamarnya untuk menyimpan tas kerja suaminya lalu belok ke dapur untuk menyiapkan makan malam untuk Laskar.

'Apa yang sudah aku lakukan? Kenapa aku tega mengkhianati ketulusan cinta Hanna?'

Pertanyaan itu mulai berputar lagi mengelilingi otaknya sekarang. Sesekali terlihat Laskar memegangi kepalanya seperti orang yang sedang frustasi. Hanna datang dari arah dapur dengan secangkir teh hangat ditangannya.

"Ini minum dulu Sayang, kamu hari ini keliatannya capek banget yah, mau aku pijitin?"

Senyuman manja ini yang selalu Laskar rindukan dari sosok Hanna. Senyum manis dengan gigi gingsulnya menambah keindahan dari wajah Hanna.

"Gak usah Sayang, aku hanya butuh istirahat aja kok!" Laskar tiba-tiba memeluknya erat dan menyimpan tehnya di meja, beberapa kali kecupan mesra mendarat di kening istrinya.

"Kamu kenapa sih dari tadi melukin aku gak lepas-lepas, terus ini kening aku sampe basah gini sama air liur kamu!" Senyumnya kembali merekah dibalik wajah cantiknya.

"Aku cuma lagi kangen aja nih sama istri ku yang bawel ini!"

Laskar mencoba mengumpat menutupi kesalahan yang telah dilakukannya dengan Sarah tadi. Berkali-kali Laskar mencoba bersikap tenang dan wajar agar Hanna tidak mencurigainya.

"Eh iya Sayang, pinjem kunci mobil dong, kayanya ada barang aku yang ketinggalan deh pas belanja bulanan kemaren!"

"Oh, ini!"

Laskar merogoh saku celananya dan memberikan kunci mobil itu kepada Hanna.

"Ya udah kalau gitu, aku mandi dulu deh. Bau banget badan ku!"

Laskar melenggang masuk ke kamar mandi dan Hanna membuka pintu mobil, ia mencari lipstiknya yang terjatuh waktu itu. Lipstik kesayangannya yang dia beli saat jalan-jalan ke Bogor, tempat orang tuanya tinggal. Hanna adalah anak perempuan satu-satunya dari tiga bersaudara, dia si bontot yang sangat manja.

Zidan, Kakak pertamanya yang kini sedang mengambil studi di Amerika dan Yoga, Kakak keduanya yang sudah menikah juga dan kini menetap di Malang, kampung halaman istrinya. Mereka bertiga lahir dari keluarga yang sederhana. Ayah Hanna hanya seorang pensiunan guru dan Ibunya hanya membuka usaha warung sembako kecil-kecilan di rumahnya.

Hanna mengubek seisi mobil, namun dia tak menemukannya di sana, malah Hanna menemukan sesuatu yang lain dari dalam mobil suaminya. Alangkah terkejutnya Hanna saat mendapati sebelah anting wanita yang tegeletak di jok mobil itu.

"Anting? Punya siapa ini? Perasaan, aku gak pernah punya yang modelnya seperti ini!"

Hati Hanna mulai resah dengan kejanggalan yang akhir-akhir ini mulai dia temukan pada suaminya. Hanna mulai takut kalau suaminya diam-diam sudah bermain api di belakangnya.

"Aku harus tanya Laskar!"

Hanna mencoba untuk tidak terlalu cepat mengambil kesimpulan sebelum mendengar penjelasan suaminya. Dengan segenap rasa ragu, akhirnya Hanna membawa antingnya kerumah dan mencoba untuk bertanya langsung kepada Laskar.

"Sayang!"

Panggilan lembut terdengar dari ruang tamu, Laskar yang telah selesai mandi dengan sigap menghampiri panggilan sang istri.

"Ada apa Han?" ujarnya dengan telanjang dada dan rambut yang masih basah.

"Aku boleh tanya gak?"

"Boleh dong, mau tanya apa Sayang?"

Laskar menggenggam kedua tangan Hanna dengan wajah yang sangat dekat dengan wajah Hanna hingga netra mereka bertemu. Hanna mengeluarkan anting yang ia temukan di jok mobil Laskar lalu memperlihatkannya kepada Laskar.

"Ini anting siapa ya? Tadi aku nemuin ini di jok mobil kamu!" Tatapan curiga itu mulai menatap tajam ke arah Laskar, Laskar yang sudah terjebak situasi tiba-tiba mulai berkelit dengan sigapnya.

"Anting? Masa sih ada anting di mobilku?" Dia mengumpat di balik basa-basi busuknya.

"Oh iya aku baru inget! Mungkin ini anting Bu Karina, staf aku di kantor. Tadi dia nebeng bareng aku pas pulang. Kasian dia kelihatan buru-buru banget, katanya sih mau ada keperluan. Kalau nunggu taksi online kelamaan, ya udah deh aku anter Bu Karina sampe depan rumahnya! Mungkin karena terburu-buru, jadi antingnya gak sengaja jatuh."

Umpatan itu terdengar sangat terlalu bertele-tele dan kurang masuk akal bagi Hanna. Dengan rasa was-was di hatinya, Hanna mencoba mengiyakan penjelasan dari Laskar.

"Oh, oke. Kalau gitu besok balikin ya!"

Hanna menyodorkan sebelah anting itu kepada Laskar.

"I-iya Sayang." sahutnya terbata-bata.

'Ah sial, itu pasti anting milik Sarah, kok ceroboh banget sih dia?!'

Laskar terus berdalih menyembunyikan kedok busuknya dari Hanna. Sebelum pertemuannya dengan Sarah, Laskar masih menjadi suami yang amat sangat menjaga teguh kesetiaannya, banyak wanita yang silih berganti menggodanya namun tak satupun mengugurkan kesetiaanya terhadap Hanna. Tapi entah kenapa saat pertemuannya dengan Sarah, Laskar merasa ada yang berbeda dari dirinya.

Sarah sungguh mempunyai daya tarik tersendiri yang wanita lain tak punya.

Hingga Laskarpun tak sengaja menanam bom waktu yang ia buat sendiri. Entah kapan bom itu akan meledak, yang pasti tak akan berlangsung lama, dia bahkan seperti sedang menggali kuburannya sendiri.

"Ayo duduk sini, aku siapin makan malem buat kamu ya!" ujarnya lembut.

Hanna pergi ke dapur untuk mengambil makan malam yang sudah ia siapkan untuk suaminya. Hanna bukan wanita bodoh, dia diam bukan berarti tidak tau apa-apa. Di balik kepolosannya menghadapi Laskar, dia menyimpan banyak siasat untuk menyelidiki sang suami yang akhir-akhir ini bersikap aneh dan mencurigakan.

Hanna memang pandai menutupi rasa curiganya di depan Laskar. Laskar yang tampak gugup karena hampir saja pengkhianatannya terbongkar, sedang mencoba menenangkan dirinya dengan menghela nafas panjang berkali-kali.

"Udah siap nih, yuk makan!" ujar Hanna sambil menata makanannya di atas meja. Dengan hati yang masih was-was, Laskar mencoba menikmati hidangan yang telah disiapkan oleh istrinya itu.

"Sayang, aku boleh tanya gak?"

"Boleh dong, mau tanya apa?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status