Share

Kecurigaan Hanna

Kini kegalauan melanda hati Sarah Zivana. Dia yang juga sedang beristirahat di rumahnya merasa aneh, karena sejak tadi kepulangannya dari Malang, bahkan Laskar belum memberikan kabar sedikit pun kepadanya.

"Bener-bener nih si Laskar, bikin gue iri aja! Pasti sekarang dia lagi melepas rindunya tuh sama si Hanna, makanya telepon darinya tak satupun ia respon!" Sarah ngedumel sendiri di kamarnya sambil sesekali mengecek layar ponsel yang sejak tadi ia genggam.

Lalu, kriing ...

Akhirnya suara ponselnya berbunyi, dengan sigap Sarah langsung melihat siapa yang menghubunginya.

"Laskar video call?" Tanpa basa-basi Sarah langsung mengangkat panggilan video dari kekasihnya itu.

"Sayang, kenapa baru nelpon sih?"

"Ssst, jangan keras-keras! Nanti Hanna kebangun!"

"Ih kok kamu gemes banget sih kalau lagi video call?! Aku jadi pengen kesitu."

"Jangan gila ya Sar,"

"Hem oke. Terus kenapa baru nelpon?" Nada bicaranya tiba-tiba naik tiga kunci.

"Astaga, ssstt jangan keras-keras dong ngomongnya! Kamu kaya gak ngerti aja sih Sayang, Hanna kangen sama aku, abis makan dia langsung terkapar gitu di sofa!" ujar Laskar sambil terkekeh geli.

"Fine, derita orang ketiga emang gini nih!"

"Ya jangan gitu dong Sayang, besok 'kan kita bisa ketemu lagi di kantor!"

Saat mereka sedang asik melakukan panggilan video, tiba-tiba Hanna terbangun dan tak sengaja mendengar sedikit pembicaraan Laskar dan wanita itu di balik layar ponselnya.

"Video call sama siapa Sayang?" ujar Hanna yang terbangun dengan rambut berantakan, Laskar dengan reflek langsung menutup layar ponselnya.

"Eee itu anu Sayang, bos aku! Dia mau mastiin kalau aku udah sampai Bandung apa belum, gitu!"

"Nerima video call dari bos tapi kok bisik-bisik gitu?"

Jleb!

Laskar mulai panik dan bingung mau menjawab apa lagi, sekarang dia sudah tidak bisa mengelak lagi. Hanna sudah mulai memantau setiap perkembangan dirinya dan juga teman-temannya di kantor.

'Ah mampus gue, pakai alesan apa lagi ya supaya Hanna gak curiga?' Laskar mengumpat dalam batinnya.

"Laskar? Halllllooo? Aku lagi ngomong sama kamu nih!" Hanna menjentikkan jarinya ke wajah Laskar yang tampak bengong dan panik.

"Eh iya Sayang, gimana gimana?"

Karena sudah mulai bete, Hanna berlalu meninggalkan Laskar yang mencurigakan dengan tatapan sinisnya.

"Mau kemana lagi Sayang?"

"Boker! Mau ikut?"

"Astaga, galak amat. Gak deh, makasih!"

Hanna masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya dengan sedikit di banting karena kesal. Dia masih bertanya-tanya tentang wanita yang tadi ada di panggilan video bersama Laskar.

'Besok 'kan kita bisa ketemu lagi di kantor.'

"Siapa ya wanita itu? Ini udah kesekian kalinya loh aku mergokkin dia yang lagi telponan sama cewek!" Hanna menggerutu di atas toiletnya.

"LASKAR PRATAMA, mulai main api dia sama gue. Liat aja!"

***

"Sayang, dasi ku yang belang-belang biru kamu taro dimana ya?" teriakan suara dari balik kamar itu mengagetkan Hanna yang sedang menyirami bunga anggreknya di halaman depan rumah.

"Kebiasaan deh!" Hanna bedesis.

"Di laci bawah meja Sayang, aku satuin sama kaos kaki kamu!" jawabannya dengan lantang.

Laskar mencari dasinya di dalam laci itu, dia bersiap-siap lebih awal karena hari ini adalah hari pertama masuk kantor setelah kepulangannya dari Malang bersama Sarah. Laskar bercermin sambil memakai pomade di rambutnya, dia menatanya sedemikian rupa hingga membuat penampilannya semakin tampan dan menggoda.

"Aku pergi sekarang ya Han!" Terlihat Laskar yang sudah begitu siap dengan setelan jas berwarna senada dengan dasi belangnya, membuat pesonanya tak diragukan lagi.

Fix, Laskar adalah jenis makhluk yang diciptakan oleh Tuhan dengan pahatan wajah yang sempurna.

"Hemm, wangi banget sih suamiku! Coba liat sini, dasinya agak miring tuh!" ujarnya sambil membetulkan dasi suaminya yang masih terlihat berantakan dan miring.

Laskar menunduk karena postur mungil istrinya tak mungkin mampu menggapai lehernya yang jenjang.

"Sarapannya udah kamu bawa 'kan? Aku udah siapin di meja tadi!"

"Udah dong, nih udah aku masukin ke paper bag!"

"Oke deh. Eh tapi kamu gak lupa 'kan kalau hari ini kita mau konsultasi ke dokter kandungan?"

"Iya Sayang, aku gak akan lupa kok! Jam 5 sore. Oke aku inget!"

"Ya udah gih berangkat, hati-hati jangan ngebut!"

"Siap bos!"

Sebelum masuk kedalam mobilnya, Laskar tak lupa memeluk dan mengecup kening Hanna, lalu Hanna pun membalasnya dengan mengecup lembut punggung tangan suaminya. Laskar masuk ke dalam mobilnya dan berlalu meninggalkan Hanna di sana. Saat mobil Laskar telah tenggelam di makan jalan, Hanna langsung melancarkan aksinya.

Dia masuk ke kamar, dan menggeledah koper suaminya yang kemarin belum sempat ia bongkar. Satu persatu pakaian kotor, ia keluarkan dari dalam koper Laskar. Sejauh ini belum ada benda yang mencurigakan, sampai Hanna mencoba membuka resleting terakhir yang ada di dalam kopernya, di sana ada satu benda yang menarik perhatian Hanna saat itu.

Ya!

Sebuah celana dalam wanita dengan model G-string dan bungkus alat kontrasepsi pria terselip di antara pakaian kotor milik Laskar. Hanna terdiam saat melihat kedua benda itu dalam koper suaminya. Matanya mulai mengembun, dan kantongnya mulai kendur menahan air mata yang sebenarnya tak ingin ia teteskan saat itu.

"Astaghfirullah Laskar!"

Hanna terduduk lemas sambil memeluk kedua kakinya di sana. Pandangannya seakan tak mau lepas dari kedua benda menjijikan itu. Kali ini nafasnya mulai terasa berat, karena menahan emosi dan tangis dalam batinnya.

'Pantes aja, tiap aku telepon atau video call, sikapnya selalu berubah menjadi aneh!'

Akhirnya air mata itu mengalir deras di pipinya, ternyata apa yang selama ini ia takutkan terjadi juga. Dia bermain api di belakang Hanna, wanita baik yang sudah rela meninggalkan keluarganya demi untuk mengabdikan dirinya pada sosok suami yang salah. Bagai mendengar petir di siang bolong, harapannya yang ingin memiliki keturunan dari Laskar kini pupus sudah.

Kriing ...

Suara dering ponsel miliknya seakan berbunyi di waktu yang kurang tepat. Tapi Hanna penasaran dan mencoba menggapai ponselnya yang tergeletak di atas kasur.

"Ibu?!"

"Ada apa ya dia nelpon?" ujarnya sambil menyeka air mata dan mengatur suaranya agar tak terdengar seperti orang yang baru saja menangis.

"Ehem, ha-halo Bu, Assalamualaikum!"

"Waalaikumussalam Nak, apa kabar kamu Sayang?"

"Alhamdulillah, Hanna sehat dan baik! Ibu apa kabar? Bapak gimana Bu, sehat juga?"

"Alhamdulillah Nak, kami disini baik-baik saja! Nak Laskar sehat?"

"Sehat Bu alhamdulillah. Emm ada apa ya Bu, tumben nelpon?"

"Gak ada apa-apa kok Sayang, tiba-tiba Ibu gak enak hati terus kepikiran kamu, takut kamu kenapa-napa. Ya udah Ibu telpon deh biar tenang!"

"Ya ampun Bu, kirain kenapa! Hanna baik kok Bu, Hanna sehat. Ibu gak perlu khawatir, jaga kesehatan ya Bu, jangan capek-capek!"

"Iya Nak, Ibu merasa lega karena udah tau keadaanmu. Ya udah, Ibu tutup telponnya ya Assalamualaikum Sayang!"

"Waalaikumussalam wr.wb."

Brugh.

Setelah menerima telepon dari Ibunya, Hanna langsung membaringkan tubuhnya di kasur dan kembali menangis. Bukan lagi menangisi Laskar, namun menangisi Ibunya. Dia berpikir, yang jauh saja bahkan peka kalau sesuatu telah terjadi kepada dirinya.

"Ah sial, harusnya aku gak boleh lemah! Aku harus selidiki ini semua dan pergoki mereka berdua secepatnya! Aku tau apa yang harus aku lakukan sekarang!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status