Kastara diam tidak menjawab pertanyaan Yudha yang masih paman dari Alina. Dia lupa bahwa banyak keluarga jauh dari Alina yang bekerja padanya. Dan dia mengumpat Bhagaskara yang mulutnya begitu lancar memberitahu semua yang ada di sini bahwa dia membawa Shena sebagai calon istri.
“Jadi apa kau akan memutuskan perjodohkan kalian, Tara? Kau tidak sedang merencanakan poligami kan?” cecar Yudha ingin tahu.
“Tentu saja tidak!” sergah Kastara panas dengan cecaran itu.
“Jangan marah, Tara. Alina adalah kemenakanku. Aku menyayangi dia,” jawab Yudha dengan raut wajah sedih.
“Aku … aku juga sayang padanya, Yudha. Aku yakin dia akan mendapatkan jodoh pengganti yang lebih segalanya dariku,” ucap Kastara pelan.
“Apa kau mencintainya, Tara? Jujur padaku. Aku tidak akan marah padamu. Karena kau tahu, kalian dijodohkan oleh ayah kalian
“Kastara, kenapa semua orang membenciku? Apa kau juga membenciku? Katakan terus terang, Kastara!” ucap Shena terisak.Kastara melongo.“Mengapa kau tanyakan itu? Ada apa sebenarnya? Apa yang terjadi, Shena?” tanya Kastara dengan pandangan bingung.“Tidak apa-apa, mungkin aku sedang depresi, Kastara.” Shena tidak ingin menceritakan telepon dari Stevan dan segera bangkit masuk ke kamar mandi meninggalkan Kastara yang mengernyit bingung.Dia segera menyusul ke depan kamar mandi, “Pasti sesuatu terjadi, Shena. Ceritakan padaku atau aku memanggil Paul untuk memeriksamu lagi?”Pintu kamar mandi langsung terbuka dan Shena muncul dengan wajah yang bercucuran air mata, “Tidak. Aku tidak apa-apa.“Katakan saja, Shena, semakin kau pendam sendiri, semakin kau depresi. Kau ingin kembali ke kota? Tidak ingin berada di sini?” tanya Kastara menghela napas panjang, “Maafkan aku yang tidak memberimu waktu untuk berpikir sebelum membawamu kemari, Shena.”Shena hanya diam seribu bahasa.“Jadi kau … menye
“Jodoh itu bukan masalah sebanding atau tidah, Yah, tetapi cocok atau tidak! Aku tidak bisa memaksa kehendak hatiku hanya untuk menuruti kemauan Ayah!” Kastara membantah keinginan sang ayah yang terus memaksa agar dia menikahi Alina.“Mama sebenarnya juga tidak terlalu suka kau menikah dengan orang luar, Tara. Tapi kalau Shena hamil karena perbuatanmu, kau harus menikahinya,” ujar Widya berpendapat.“Kau tidak usah ikut campur urusan lelaki, Widya! Memangnya segampang itu bisa hamil hanya dengan sekali berbuat? Aku bukan anak kecil yang bisa dibohongi begitu saja. Mungkin saja gadis itu hamil dengan lelaki lain dan menjebak Kastara, pemuda kampung, untuk menikahinya!”“Ayah!”Widya terdiam. Dia tidak menyangkal pendapat Bastian, tetapi membiarkan gadis itu hamil tanpa suami itu terlalu menyedihkan.“Shena hanya melakukannya denganku! Aku yakin … karena … karena ….” Kastara tidak sanggup melanjutkan ucapannya saat dia melihat bayangan Shena berlari menaiki anak tangga.Dengan cepat Kas
“Ada apa, Kastara? Apa kalimatku ada yang salah? kau tersinggung dengan ucapanku?” tanya Shena ragu.“Apa tidak mengerti ucapanku atau kau pura-pura tidak mengerti, Shena? Apa kau pikir aku mengucapkan kata cinta itu hanyalah bualan belaka? Aku tidak pernah satu kali pun mengucapkan kata cinta pada gadis selain dirimu, Shena. Kata-katamu itu sangat menusuk hatiku,” balas Kastara dengan .Dia seperti tersadar bahwa gadis kota itu menolak cintanya. Seperti itu yang dirasakannya! Apa dia salah?Shena terdiam mendengar jawaban Kastara. Bukan begitu yang dimaksudkannya … bukan seperti itu!“Aku … aku … bukan seperti itu maksudku, Kastara, kau jangan tersinggung dulu. Maafkan aku. Aku bersyukur karena masih ada kau disampingku, di saat semua orang menyalahkanku, memutuskan hubungan denganku … hanya kau yang mau menerimaku apa adanya, walau yah … semua itu juga ulahmu yang menodaiku. Tapi … tapi … kau sudah memiliki pasangan yang dijodohkan orang tuamu. Aku tidak mau kau menerimaku dengan t
“Tidak lama lagi kalian akan menjadi orang tua, Tara, Shena. Selamat ya, ditunggu undangannya,” ucap Paul sumringah. Sementara Kastara dan Shena terdiam dan terpaku. Jujur, mereka tidak pernah memikirkan soal anak.“A—aku ti—tidak mungkin hamil se—karang, Do—dokter,” jawab Shena terbata dengan pandangan mata nelangsa. Bagaimana dia harus menjelaskan pada Iwan Duarte yang sebelumnya marah luar biasa hanya karena dia dan Kastara tidur bersama di hotel karena jebakan maut.“Mengapa tidak bisa, Shena? Apa ayah anakmu itu bukan Kastara?” tebak Paul bingung.“Shena … Shena … kita akan menikah, segera, oke?” ucap Kastara menyela di antara percakapan Shena dan Paul.Paul semakin bingung mendengar ajakan menikah Kastara. Jadi mengapa Shena tidak bisa hamil? Apa yang terjadi di antara keduanya? Sungguh membingungkan!“Tapi … apa orang tuamu akan setuju, Kastara? Lalu Alina bagaimana? Aku tidak mau dituduh sebagai pelakor sekaligus pelacur karena hamil di luar nikah! Aku tidak mau!” seru Shena
Kastara mengangguk tanpa ragu, “Kita harus menikah, Shena. Aku mencintaimu, walau aku tahu kau tidak mencintaiku saat ini. Tidak apa, aku yakin cinta bisa tumbuh seiring waktu.”Shena menunduk, air mata mengalir perlahan tanpa suara.“Aku … tidak sedang bermimpi, kan?” ucap Shena lirih, tak mempercayai keberuntungan disela kesialan yang terus menimpa dirinya.Kastara tersenyum kecil, “Apa kau seperti bermimpi?”Lelaki tampan itu mengusap lembut wajah gadis yang membuatnya geram, kesal, sebal, tetapi juga sayang dan terus memikirkannya sejak pertama kali bertemu.Shena memegang lengan Kastara yang menghapus air mata yang jatuh diwajahnya dengan lembut, tangan yang tidak pernah dipikirkannya mampu memberikan kenyamanan dan keamanan untuknya. Dia mendekap tangan itu erat ke pipinya dengan mata terpejam. Menikmati keberuntungan ini sambil berharap semua ini bukan mimpi, andai mimpi, biarkan dia tidur untuk selamanya dalam buaian mimpi ….“Kau setuju, Shena?” tanya Kastara lagi.Apa yang b
“Pa …,” sekali lagi Shena memangil ayahnya satu kali lagim tetapi Iwan Duarte hanya diam tanpa suara walau suara di belakangnya ribut sekali.Tanpa sadar Shena meneteskan air mata, walau dia sama sekali tidak ingin menangis di depan ayahnya, tetapi air mata itu mengalir tanpa bisa dicegah.“Papa,” panggil Shena untuk yang ketiga kalinya.“Shenaa …, kau menangis lagi!” seru Kastara di belakangnya membuat Shena tersentak hingga ponselnya terjatuh.“Ma … maaf, a—aku tidak berniat menangis, Tara. Jangan marah,” jawab Shena terbata.Sementara Iwan Duarte baru saja akan mengucap niatnya menelepon Shena langsung mengurungkan niatnya. Dia ikut mendengarkan percakapan Shena dan Kastara yang terdengar seolah-olah Shena takut pada Kastara. Dahi lelaki paruh baya itu langsung berkerut. Lalu telepon terputus.“Papa meneleponku, Tara ….”Kastara mengernyit, “Apa katany? Apa dia memarahimu lagi?”“Ti-tidak, Tara. Papa sama sekali tidak mengucapkan apa-apa. Mungkin ponselnya terpencet tanpa sadar. Ak
“Kejutan darimu membuatku semakin terpuruk, Ta—ra,” ucap Shena lirih.“Mengapa? Apa kau tidak ingin menikah denganku? Apa karena aku tidak cukup keren? Kampungan? Bodoh?”jawab Kastara dengan nada meninggi.Shena menggeleng cepat, “Jangan seperti itu. Aku tidak menganggapmu kampungan dan bodoh, Tara. Aku—aku tidak pernah menganggapmu seperti itu … semua—semua karena – aku – aku tidak pantas untukmu, Tara. Aku bahkan sudah seperti yatim piatu …!” balas Shena seiring air mata mengalir kembali.“Shena … berhentilah menangis. Ini bukan hal yang perlu kau tangisi, Shena …. Katakan padaku apa yang kau inginkan aku lakukan, Aku akan melakukannya untukmu. Tidak peduli berapa banyak kesulitan, hatiku sudah terpatri padamu, Shena. Tidak akan pernah berubah lagi. Ini sumpahku padamu,” ucap Kastara dengan sungguh-sungguh membuat air mata gadis itu kembali mengalir deras.“Kau … sungguh, Tara, kau membuatku menjadi semakin cengeng,”balas Shena malu, wajahnya memerah.Kastara tertawa kecil, “Tapi ka
Pagi itu Kastara bersama Shena mengemudikan mobil menuju ke kantor catatan sipil yang ada di kabupaten dengan membawa surat-surat yang dibutuhkan, tidak menunggu lama, satu jam kemudian mobil kembali melaju Ke kabupaten kota yang jaraknya hampir memerlukan jarak tempuh hampir dua jam. Shena tidak banyak kata selama di perjalanan. Dia masih ragu, akankah dia dan Kastara benar-benar menikah dan menjadi keluarga?“Kenapa diam saja? Apa perutmu terasa mual? Kembung? Atau sakit?” tanya Kastara memulai percakapan pagi itu.“Tidak, hanya tidak tahu harus berkata apa, Tara,” jawab Shena sambil mengalihkan pandangan melihat pemandangan dari jendela mobil.“Apa kau masih ragu menikah denganku? Surat itu akan jadi dalam dua hari, Shena. Setelah itu kau akan menjadi tanggung jawabku sepenuhnya,” tukas Kastara dengan sungguh-sungguh.Shena terdiam, walau bagaimana pun dia masih khawatir karena tidak ada seorang pun keluarga Kastara yang mengucapkan selamat padanya atau pun seandainya mereka tidak