Seorang gadis cantik bersurai panjang memasuki sebuah ruangan. Ia memakai sebuah mahkota kecil di kepala, menandakan bahwa ia adalah seorang putri. Dengan langkah anggun, ia melangkah ke dalam ruangan di mana seseorang sedang tertidur.
Ruangan itu luas dengan dominasi warna putih. Tidak banyak properti yang digunakan di dalamnya, hanya ada satu tempat tidur besar, dua lemari, meja, dan beberapa kursi. Meskipun begitu, ruangan tersebut terlihat elegan. Vas bunga menambah kecantikan ruangan tersebut, tetapi sang putri tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari ranjang di hadapannya. Salah satu tabib terkenal sudah berada di sana.
Seorang gadis bersurai panjang dengan rambut coklat sedang tertidur. Tidak diketahui kapan ia akan bangun. Tubuhnya terlihat pucat, dan luka di pergelangan tangannya belum sembuh sama sekali. Meskipun telah ada beberapa tabib yang mencoba mengobatinya.
"Putri Kiana, Alpha Daren," sapa tabib tersebut.
Kiana tersenyum membalas sapaan tabib itu, sementara Daren tetap diam dengan wajah dingin dan kejamnya.
"Dasar gadis lemah! Apakah dia tidak mampu menyembuhkan dirinya sendiri! Aku malu memiliki seorang anggota seperti dia," ejek Daren yang baru saja memasuki ruangan.
Moon Goddess tampaknya berpihak padanya. Dia diberikan belahan jiwanya yang lemah. Lihat saja kondisi gadis itu sekarang, hanya bisa berbaring lemah. Bagaimana mungkin dia bisa menjadi luna, pasangan Alpha terkuat dan paling kejam. Tubuhnya dipenuhi luka yang belum sembuh. Bahkan di wajahnya masih ada bekas cakaran dari serangan para Rogue dua hari yang lalu.
Ya, gadis itu telah tidak sadarkan diri selama dua hari ini. Ini menyebabkan kebingungan bagi semua orang. Mereka belum pernah bertemu dengan seorang gadis seperti ini sebelumnya. Dia tidak dapat berganti bentuk dan menyembuhkan dirinya sendiri. Padahal, luka seperti itu tidaklah berarti apa-apa bagi werewolf.
"Jangan mengganggunya dengan berisik seperti itu! Jika kamu datang hanya untuk mencemoohnya, lebih baik pergi dari sini," ujar Kiana yang duduk di samping gadis yang masih tertidur itu.
"Memang dia lemah, kamu lihat sendiri. Jika dia bisa bertahan hidup dalam kondisinya saat ini, aku akan membiarkannya tinggal di sini."
"Apakah kamu berjanji?" Kiana tersenyum.
Sementara itu, Daren hanya mendengus. Matanya memperhatikan dengan seksama apa yang dilakukan oleh adiknya itu. Kiana akan memberikan perawatan pada gadis itu. Meskipun gadis itu bukan seorang tabib, kemampuan yang dimilikinya tidak boleh dianggap remeh.
Kiana mulai membuka kain yang menutupi luka Elisa. Ia membersihkan luka tersebut dengan lembut. Meskipun pelan, Kiana merasa takut melukai gadis yang telah menyelamatkannya. Setelah luka dibersihkan, Kiana menaburkan bubuk abu-abu. Bubuk itu adalah obat yang digunakan oleh leluhur mereka untuk mengeringkan luka dengan cepat.
"Apa ini akan bermanfaat? Sudah dua hari luka ini belum sembuh," tanya Kiana pada tabib yang membantunya.
"Saya tidak tahu, putri. Tapi kita harus mencobanya," jawab tabib tersebut sambil menundukkan kepala sebagai tanda hormat.
"Baiklah, kamu bisa pergi sekarang," pinta Kiana.
"Tentu, putri. Saya permisi."
Meskipun ia tahu bahwa itu mungkin tidak akan berguna bagi Elisa, mereka harus mencoba segala cara. Luka-luka Elisa tidak mau sembuh. Padahal, itu hanya bekas gigitan Rogue biasa. Kecuali, para Rogue itu menggunakan sihir dalam pertarungan kemarin.
Tidak mungkin ada sihir di Lotus Pack. Mereka yang memiliki sihir telah dimusnahkan oleh werewolf terdahulu. Dan sekarang, Alpha Daren tidak mengizinkan penyihir masuk ke dalam packnya.
Seorang Alpha yang kejam dan ditakuti oleh semua pack, dia tidak akan tinggal diam. Dia akan dengan senang hati memusnahkan mereka dengan tangannya sendiri.
"Bolehkah aku membunuhnya sekarang?" tanya Daren santai sambil tetap menatap tajam gadis bernama Elisa itu. Ia tidak mengerti bagaimana adiknya bisa bertemu dengan gadis lemah ini.
"Jangan sekali-kali melukai temanku, atau kamu akan mati di tanganku, Daren!"
Kiana menatap tajam kakaknya tanpa takut. Tangannya bergerak seolah-olah ingin merenggut nyawa. Dia bahkan dengan santainya memanggil Alpha dengan sebutan langsung. Jika itu terjadi, berarti gadis itu serius.
"Hmph, aku akan pergi saja." Daren pergi meninggalkan adiknya yang masih marah dan menatapnya dengan tajam.
Setelah kakaknya pergi, Kiana melanjutkan tugas yang tertunda. Ia menutup luka Elisa dengan kain bersih yang telah disiapkan sebelumnya. Ia sedikit meringis melihat bahwa luka tersebut masih belum kering. Ia tahu betapa sakitnya gigitan Rogue.
Setelah selesai dengan luka Elisa, ia keluar dari kamar itu dan membiarkan gadis cantik itu beristirahat. Mungkin saja ramuan itu akan segera efektif. Ia berharap Elisa segera bangun dari tidurnya.
"Rapihkan semuanya, tetapi jangan berisik. Aku tidak ingin Elisa merasa terganggu," perintah Kiana langsung diikuti oleh dua omega yang menunggunya di luar pintu. Omega adalah sebutan untuk anggota terlemah di dalam werewolf. Mereka sering bekerja sebagai pembantu di kerajaan pack, juga sering disebut sebagai maid.
Kiana pergi mencari raja dan ratu. Ia perlu memberikan informasi terkini tentang keadaan Elisa dan juga ingin meminta pendapat tentang apa yang harus dilakukan agar gadis yang telah menyelamatkannya itu bisa kembali bangun.
Sementara itu, di luar, seseorang memperhatikan dua omega yang membersihkan sisa-sisa obat di dekat Elisa. Sebenarnya, orang itu telah berada di sana sejak tadi, memperhatikan gadis bernama Kiana mengobati Elisa. Dia duduk di dahan pohon yang mengarah ke jendela.
Setelah dua omega selesai membersihkan semuanya dan pergi, orang itu menghilang dan muncul di dalam ruangan itu tepat di samping tempat tidur Elisa.
"Gadis yang malang," ucapnya sambil menyentuh pipi Elisa dengan lembut.
Dia memperhatikan wajah cantik gadis itu yang terlihat pucat. Seperti gadis itu kekurangan darah. Perlahan, ia menyentuh bekas cakaran yang diberikan oleh serigala. Ia mengusapnya mengikuti bentuk cakaran yang cukup banyak di wajah cantiknya, membuat wajah gadis itu tidak sempurna lagi.
"Pantas saja mereka tidak bisa menyembuhkanmu, luka ini disebabkan oleh sihir," ucapnya sambil menatap luka yang masih tertutup kain.
Pria itu menjadi serius. Dia mengeluarkan cahaya ungu dari telapak tangannya dan menyentuh luka Elisa. Keningnya berkerut seolah-olah ia menahan sesuatu. Tiba-tiba cahaya itu menyinari seluruh tubuhnya dan Elisa.
Tidak tahu apa yang terjadi, setelah cahaya itu memudar, luka-luka itu menghilang tanpa bekas. Bahkan kain yang menutupi luka itu juga ikut menghilang entah ke mana. Tubuh gadis itu menjadi lebih cerah dan segar dari sebelumnya.
"Kau harus lebih sabar lagi. Jangan mati sebelum bertemu denganku. Sampai kita bertemu kembali suatu saat," ucap pria itu sebelum menghilang dalam keheningan.
Yang tersisa hanyalah gadis yang tidur dengan nyenyaknya. Bibirnya melengkung seperti tersenyum mendengar ucapan pria yang baru saja menghilang.
Kiana tergesa-gesa di Lorong Istana. Dia sedikit berlari setelah mendengar berita hari ini. Elisa sudah bangun dari tidurnya. Itulah yang didengarnya dari tabib baru-baru ini. Padahal belum ada sejam dirinya meninggalkan gadis itu.Sebenarnya bukan hanya itu, ada yang lebih mengejutkan lagi. Maka dari itu ia ingin melihat dengan matanya sendiri. Ia tidak bisa mempercayai tabib itu tanpa adanya bukti."Tidak mungkin!" ucap Kiana saat sudah berada di sana. Kedua tangannya refleks menutup mulut setelah melihat apa yang ada di hadapannya sekarang. Ia benar-benar tidak bisa mempercayainya.Seorang gadis telah duduk dan tersenyum manis padanya. Padahal baru beberapa jam yang lalu, ia melihat Elisa masih terbaring lemah. Bahkan wajahnya begitu pucat. Namun, sekarang sepertinya berbalik arah. Wajah gadis itu sudah cerah kembali. Tak hanya itu, apa yang dikatakan tabib tadi benar adanya. Luka di tubuh Elisa telah hilang tak berbekas.Apa yang terjadi sebenarnya? Bagaimana mungkin luka sebesar
Di dalam sudah ada tiga orang yang menatap kedatangan Elisa dan juga Kiana. Dua orang tersenyum ramah pada dirinya. Sedangkan satu yang lain, menatapnya tajam. Seakan-akan Elisa hanyalah sampah baginya."Gadis ini yang menyelamatkanmu Kia?" tanya wanita yang duduk disebelah seorang pria. Wanita itu begitu cantik dan juga terlihat masih muda. Dia memakai gaun yang begitu indah. Ditambah sebuah mahkota cantik bertengger di kepala wanita tersebut. Siapa lagi kalau bukan sang ratu. Wajahnya hampir sama dengan Kiana."lya ratu," ucap Kiana memberi hormat padanya."Salam hormat raja dan ratu," sapa Elisa ketika sudah di depan mereka. Dia merasa begitu familiar dengan tempat itu. Tempat yang tidak pernah diubah sama sekali. Bahkan perabotan yang ada di dalam masih sama. Saat dirinya masih berada di dalam istana Ratusan tahun yang lalu."Kau sangat cantik El," puji wanita bergaun panjang turun dari singgasananya. Elisa hanya bisa tersenyum malu. Dia tidak menyangka akan bertemu dengan ratu se
"Aku Alpha Daren Gregson dari Lotus pack akan-.""Stop!" teriak ratu. Dirinya melepaskan pelukan raja dan tanpa basa-basi menarik pedang yang berada di pinggang suaminya, menempelkannya pada lehernya sendiri. Matanya menatap sang putra tajam."Ibu!" teriak Kiana melihat ratu yang begitu menakutkan. Gadis itu berlari mendekati sang ratu."Jangan ada yang mendekat!" Teriakan ratu membuat Kiana berhenti saat itu juga. Kepalanya menggeleng pelan, berharap ibunya tak melakukan hal aneh."Ibu, Kiana mohon jangan lakukan itu," pinta Kiana mulai terisak. Namun, ibunya tak menghiraukan Kiana. Bahkan kini, pedang itu semakin mendekat ke lehernya."Jika kau mengeluarkan kata itu, maka ibu akan memutuskan leher ini sekarang juga!" ancam ratu, membuat raja bergidik.Tidak hanya itu, putrinya juga merasa takut. Meskipun ia tahu ratu hanya mengancam, tapi tetap saja dirinya takut jika ibunya berbuat nekat."Daren, jika leher ibumu sedikit saja tergores, ayah akan membunuhmu!" geram raja pada putrany
"Lepaskan Ren!" teriak Valeri. Dia mengayunkan tangannya yang ditarik oleh pria yang menjadi kekasihnya sekaligus sang Alpha. Cekalan pria itu terlepas, tapi hanya sebentar saja. Ketika tangan itu terlepas, dengan cepat dirinya dibawa ke pelukan Daren. Pria itu berusaha menenangkan Valeri dalam pelukannya. Dia tidak ingin kekasihnya mengamuk di istana, karena bisa merusak barang-barang di sana. Terlebih lagi, Valeri adalah serigala yang kuat. Oleh karena itu, ia memilih gadis tersebut menjadi kekasihnya, berharap bisa menjadi luna pack ini kelak."Dengarkan aku, Val," ucap Daren masih berusaha menenangkan wanita itu.Plak. Sebuah tamparan mengenai wajah sang wanita. Valeri terdiam sambil menatap Daren, terkejut karena kekasihnya baru saja menamparnya."Maafkan aku, jika tidak begitu, kau tak akan tenang," ucap Daren menyesal. Dia tidak pernah memukul Valeri sedikit pun sebelumnya, bahkan ini adalah yang pertama kalinya. Dan itulah mengapa ia sangat menyesal. Valeri pasti akan sangat m
"Bukankah ini," ucap Elisa terputus. Dia tak menyangka jika bunga berwarna biru kehitaman itu ada di pack Daren. Setau dirinya, bunga itu hanya ada di dunia sihir dan tidak bisa tumbuh di tempat lain. Namun, hari ini dia melihat dengan matanya sendiri jika bunga itu bisa hidup dan tumbuh subur.Sementara itu, mereka sedang berada di dunia werewolf. Tidak mungkin bunga itu begitu saja tumbuh tanpa campur tangan sihir. Namun, Elisa tidak melihat ada sihir di sekitar bunga berdaun tunggal tersebut. Lalu, dari mana tanaman itu tumbuh?Dia harus menemukan jawabannya nanti. Sekarang, dirinya ingin menyentuh bunga tersebut. Sedikit lagi tangannya mengenai bunga itu, tapi tak bisa. Tiba-tiba saja Kiana menarik tangannya sedikit kasar."Maaf. Itu tidak boleh disentuh, Li. Kau hanya akan membuat tanaman itu mati," ujarnya."Kenapa?" tanya Elisa."Tanaman itu tidak bisa disentuh oleh makhluk lain. Hanya penyihir saja yang bisa menyentuhnya. Jika selain itu, maka bunga itu akan layu dan khasiatny
Seseorang masuk dengan tergesa-gesa bersama dua orang yang lain. Mereka bertiga bertingkah sombong, mengangkat dagu mereka tinggi-tinggi seakan menjadi penguasa pack."Apa yang kau lakukan di sini!" teriak salah satu dari mereka."Ada apa? Kau tak lihat kami sedang membuat ramuan untuk raja dan ratu," kesal Kiana.Kiana begitu kesal melihat wajah Valeri yang angkuh. Tatapan tak bersahabat pun diberikannya. Sedangkan Elisa mengambil beberapa botol untuk meletakkan ramuan yang sudah jadi. Dia mengisi botol-botol tersebut dengan penuh dan menyimpan beberapa botol di tas miliknya.Baru saja ingin mengisi kembali botol yang kosong, tangannya terhempas begitu saja. Wadah berisi ramuan yang berwarna merah itu tumpah seketika. Tidak hanya itu, botol-botol yang berada di tangan Elisa pun pecah karena jatuh ke lantai."Apa yang kau lakukan!" teriak Kiana sambil menggenggam tangan Valeri.Dia menarik paksa Valeri untuk keluar, namun Valeri tidak ingin. Malah gadis itu kembali berjalan menuju Eli
Pintu ruangan terbuka paksa kembali. Seorang pria dengan kedudukan tinggi datang menghampiri beberapa orang yang sedang berkumpul. Dia datang dengan tergesa-gesa, dadanya terasa sesak. Wajahnya terlihat sedikit khawatir, meskipun tidak tahu apa yang membuatnya khawatir. Yang ia rasakan hanyalah rasa khawatir dan sedikit kesakitan saat ini, meskipun hanya sebentar."Apa yang terjadi di sini?" tanya Daren sambil menyentuh dadanya yang masih terasa perih. Dia berjalan mendekati adiknya dan beberapa tabib di sana. Semakin mendekat, rasa sakit semakin terasa. Saat itu juga, dia melihat seorang gadis lemah di sana, menatapnya dengan tatapan penuh kesakitan. Tubuhnya bergetar hebat, air mata sudah membasahi wajahnya. Salah satu tangannya berada di dalam sebuah ember berisi air yang mendidih."Apa yang kau lakukan!" Refleks Daren teriak ketika melihat air tersebut semakin mendidih. Sontak saja, dia bergerak cepat mendekati Elisa, menyentuh dan menarik tangan gadis itu keluar dari air dengan c
Elisa berjalan di sebuah taman, tempat yang tak pernah berubah sejak terakhir kali ia berada di sana. Bahkan tanaman yang ada masih tetap berada di sana. Bayangan dua pasangan yang sedang bercengkrama terlintas di salah satu bangku. Sang wanita duduk di bangku panjang dengan seorang pria yang tidur dipangkuannya. Namun, tiba-tiba saja kedua insan itu menghilang dari pandangannya. Elisa tersenyum kecut ketika mengingat semua kenangan indah di taman tersebut.Elisa menghirup udara di sore hari itu. Masih sama terasa begitu menyegarkan. Angin kecil meniup-niup rambutnya hingga bergerak tak beraturan. Tangannya menyentuh bangku panjang dan merasakan tekstur bangku yang tak pernah berubah itu. Sepertinya taman ini dirawat dengan baik oleh mereka."Akhhh," ringis Elisa ketika tak sengaja tangannya yang terluka menyentuh bangku itu."Berhati-hatilah."Kalimat itu tiba-tiba datang dari arah belakang Elisa. Ia menoleh ke arah sumber suara. Keningnya mengerut ketika melihat siapa yang datang.S