Seorang gadis berlari menjauhi perkelahian itu. Dia terlalu takut untuk membantu kedua gadis yang sedang membuat pertahanan diri. Tanpa menoleh lagi, dirinya berlari dan menghilang di antara semak-semak.
Sementara itu, Elisa dan Kiana masih bertarung. Mereka mengeluarkan semua tenaga untuk melawan para Rogue. Satu Rogue sudah tewas di tangan Kiana. Entah sejak kapan gadis itu berganti shift dengan wolfnya.
Sedangkan Elisa masih bertarung dengan salah satu Rogue menggunakan belatinya. Seandainya saja ia bisa berganti shift, sudah sejak tadi ia menggigit, memisahkan kepala dari badan para Rogue itu. Sayangnya, ia tidak bisa.
Untung saja ia sudah melatih ilmu bela diri, jadi mudah baginya untuk menghindari gigitan para Rogue tersebut. Meskipun begitu, para Rogue tetap lebih kuat daripada dirinya.
"Mereka terlalu kuat, bagaimana ini?" wolf Kiana berbicara pada Elisa.
Keduanya saling membantu satu sama lain. Jika Elisa tersudut, maka Kiana akan menerkam Rogue itu.
"Kau harus membunuh dua serigala itu, yang ini akan aku tangani," jawab Elisa berlari menjauhi Kiana.
Saat Kiana sibuk dengan dua serigala, Elisa mengeluarkan sihirnya untuk membunuh Rogue yang akan menerkamnya dengan taring tajam. Namun, tepat saat di hadapan Elisa, tubuh Rogue tersebut membeku. Dia tersenyum meremehkan. Dengan cepat belatinya menusuk sang Rogue yang tak bisa bergerak karena sihir yang ia gunakan.
"Matilah kau!" teriak Elisa sambil menekan belatinya sampai menusuk jantung Rogue tersebut.
Satu Rogue telah tewas, masih ada dua lagi. Sedangkan dirinya sudah terlihat kelelahan karena telah menggunakan sihirnya.
Elisa melihat Kiana yang masih bertarung dengan salah satu dari mereka. Ternyata Rogue yang lain sudah tewas dan tergeletak tak jauh dari tempat gadis itu bertarung. Meskipun begitu, Elisa bisa melihat jika tubuh gadis itu juga sudah kelelahan.
Melihat kesempatan itu, musuh pun menerjang ingin menerkam tubuh Kiana. Dengan cepat Elisa bangkit dan menggunakan sihirnya. Tepat saat itu juga, serigala yang ingin menerkam Kiana terhempas ke samping. Setelah itu, Elisa langsung berlari sambil mencengkram belatinya kuat. Dia mulai bertarung, melukai kaki depan Rogue. Rogue kesakitan, ia mulai membalasnya. Tanpa ampun berusaha melukai Elisa.
"Kiana, kamu cari bantuan sekarang. Biar dia aku yang hadapi," teriak Elisa sambil terus menghindari terjangan demi terjangan sang Rogue.
Setelah Kiana pergi, Elisa segera mulai membalas serangan Rogue yang terlihat cukup kuat itu. Pertarungan itu cukup melelahkan bagi dirinya. Apalagi sejak tadi ia sudah menggunakan sihir. Ketika ia menggunakan salah satu sihirnya, maka energinya pun semakin berkurang. Hal itu membuat tubuhnya cepat lelah dan lamban dalam bertarung.
Sedangkan Rogue tersebut semakin kuat, bahkan gerakannya pun semakin liar. Serigala itu menggigit lengan Elisa dengan kuat, lalu membanting tubuh gadis itu ke arah pohon besar. Akibatnya, Elisa mengeluarkan darah segar dari mulutnya. Dia meringis karena hantaman pohon tersebut membuat dadanya terasa sakit, seakan hidupnya hanya tersisa sebentar lagi. Meskipun begitu, ia tetap berusaha berdiri dengan sisa-sisa tenaga yang dimiliki. Seluruh tubuhnya terasa remuk, dan ia sudah tidak bisa bertarung lagi. Pakaiannya juga sudah berubah warna karena luka-luka di tubuhnya mengeluarkan darah.
Luka-luka Elisa tidak bisa sembuh dengan cepat karena dirinya begitu lemah. Padahal setiap werewolf sudah diberikan kekuatan untuk menyembuhkan diri, tapi tidak bagi Elisa. Gigitan kecil saja membuat dirinya lemah, hingga pada akhirnya ia kalah. Luka-luka di tubuhnya semakin terasa sakit, dan matanya pun sudah semakin redup.
Sebenarnya ia bisa saja menyembuhkan luka dengan sihirnya, tapi sekarang tidak bisa. Tenaganya sudah terkuras semuanya. Kini, harapan satu-satunya hanyalah Kiana.
"Ternyata cuma segitu saja kemampuanmu, gadis lemah," ejek Rogue tersebut.
"Berisik!" teriak Elisa sambil menyentuh dadanya, ia bersandar di pohon.
"Hahahaha. Kau akan mati ditanganku. Jadi bersiaplah."
Rogue tersebut langsung menerkam Elisa, sedangkan gadis itu hanya bisa pasrah sekarang. Elisa memejamkan matanya tak ingin melihat serigala itu menerkamnya. Bertepatan saat itu juga, serigala lain menerjang Rogue tersebut. Elisa membuka matanya dan terkejut ketika ada sepasang mata indah sedang menatapnya, lalu pergi dari hadapannya.
"Elisa, kau tak apa?" tanya Kiana khawatir setelah baru tiba.
"Ya, aku tidak apa-apa," Elisa tersenyum.
Sekali lagi ia melihat serigala berbulu hitam tersebut. Betapa menakutkannya serigala itu menghabisi nyawa Rogue tanpa rasa kasihan, mengoyak-ngoyak tubuh musuhnya hingga berceceran di tanah. Elisa tercengang dengan hal itu, baru kali ini ia melihatnya. Tiba-tiba saja serigala itu berubah menjadi seorang manusia, tubuh polosnya terekspos begitu saja. Sontak Elisa memalingkan wajahnya ke arah lain. Lebih mengejutkan lagi, serigala tersebut adalah Daren.
Pantas saja tubuhnya terlihat tegap dan kuat. Ia tidak menyangka jika seorang Daren mau menolongnya, padahal pertemuan mereka di awal begitu tidak baik.
"Apa dia bisa berjalan?" tanya Daren setelah selesai memakai pakaiannya.
Kiana menatap Elisa seolah meminta jawaban.
"Tentu, aku bisa berjalan sendiri," jawab Elisa. Ia berusaha berdiri dan dibantu oleh Kiana. Sedangkan Daren pergi meninggalkan keduanya, bahkan tidak ingin membantunya.
"Pelan-pelan, aku akan membantumu," kata Kiana setia di samping Elisa.
"Merepotkan saja," suara itu terdengar jelas di telinga Elisa.
Mereka berjalan meninggalkan kawanan Rogue yang telah tewas. Daren berjalan di depan, sedangkan Elisa dan Kiana di tengah. Beberapa Warrior berjalan di belakang. Setiap berjalan, Elisa mengeluarkan suara ringisan.
"Apa kau tidak bisa berjalan lebih cepat, gadis lemah?" cibir sang Alpha.
Baru saja ingin menjawab perkataan Daren, tiba-tiba saja tubuh gadis itu menjadi lemah. Bahkan pandangannya semakin lama semakin kabur. Hingga pada akhirnya, tubuh tersebut jatuh ke tanah.
Seketika itu juga teriakan Kiana terdengar. Daren yang mendengar pun langsung berbalik melihat keadaan. Dengan cepat, ia datang dan menggendong Elisa. Ia pun kembali menggunakan kekuatan wolf miliknya agar cepat sampai di pack. Sesampai di sana, ia membaringkan Elisa dengan hati-hati. Tak bisa dipungkiri jika dadanya terasa nyeri, merasakan sakit yang gadis itu rasakan.
"Panggilkan tabib sekarang," perintah Daren pada adiknya.
"Apa dia akan baik-baik saja, Daren? Mate, bertahanlah," suara wolfnya terdengar di kepala.
Daren tak menghiraukan ucapan wolfnya, ia malah menatap wajah gadis yang terlihat pucat itu. Dirinya tak menyangka jika wolfnya seorang gadis lemah. Untuk berganti shift saja tidak bisa. Tak lama, seorang tabib datang dan menundukkan hormat pada Daren.
"Cepat periksa gadis itu."
"Baik Alpha."
Daren melihat bagaimana tabib tersebut memeriksanya. Setelah beberapa saat, tabib tersebut pun telah selesai.
"Dia kekurangan banyak darah, tapi saya akan memberikan ramuan untuk hal itu. Ia akan segera pulih dalam beberapa hari," jelas tabib tersebut.
Daren sedikit tidak senang mendengarnya, ia malah ingin gadis tersebut mati saja. Dengan begitu, dirinya tak harus bersanding dengan gadis lemah. Ia merasa malu jika semua rakyatnya mengetahui hal itu. Moon Goddess sepertinya membencinya. Seorang Alpha terkuat ditakdirkan bersama wolf terlemah di packnya. Apakah itu seimbang? Ia rasa tidak. Bagaimana bisa sang Luna menjaga rakyatnya jika tidak bisa menjaga diri sendiri? Apalagi sekarang, dirinya sudah memiliki kekasih, seorang gadis yang lebih pantas bersanding dengannya.
Daren menghembuskan napas dan keluar dari kamar tersebut. Ia butuh istirahat sekarang dan juga sedikit bermain dengan wanitanya.
Seorang gadis cantik bersurai panjang memasuki sebuah ruangan. Ia memakai sebuah mahkota kecil di kepala, menandakan bahwa ia adalah seorang putri. Dengan langkah anggun, ia melangkah ke dalam ruangan di mana seseorang sedang tertidur.Ruangan itu luas dengan dominasi warna putih. Tidak banyak properti yang digunakan di dalamnya, hanya ada satu tempat tidur besar, dua lemari, meja, dan beberapa kursi. Meskipun begitu, ruangan tersebut terlihat elegan. Vas bunga menambah kecantikan ruangan tersebut, tetapi sang putri tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari ranjang di hadapannya. Salah satu tabib terkenal sudah berada di sana.Seorang gadis bersurai panjang dengan rambut coklat sedang tertidur. Tidak diketahui kapan ia akan bangun. Tubuhnya terlihat pucat, dan luka di pergelangan tangannya belum sembuh sama sekali. Meskipun telah ada beberapa tabib yang mencoba mengobatinya."Putri Kiana, Alpha Daren," sapa tabib tersebut.Kiana tersenyum membalas sapaan tabib itu, sementara Daren teta
Kiana tergesa-gesa di Lorong Istana. Dia sedikit berlari setelah mendengar berita hari ini. Elisa sudah bangun dari tidurnya. Itulah yang didengarnya dari tabib baru-baru ini. Padahal belum ada sejam dirinya meninggalkan gadis itu.Sebenarnya bukan hanya itu, ada yang lebih mengejutkan lagi. Maka dari itu ia ingin melihat dengan matanya sendiri. Ia tidak bisa mempercayai tabib itu tanpa adanya bukti."Tidak mungkin!" ucap Kiana saat sudah berada di sana. Kedua tangannya refleks menutup mulut setelah melihat apa yang ada di hadapannya sekarang. Ia benar-benar tidak bisa mempercayainya.Seorang gadis telah duduk dan tersenyum manis padanya. Padahal baru beberapa jam yang lalu, ia melihat Elisa masih terbaring lemah. Bahkan wajahnya begitu pucat. Namun, sekarang sepertinya berbalik arah. Wajah gadis itu sudah cerah kembali. Tak hanya itu, apa yang dikatakan tabib tadi benar adanya. Luka di tubuh Elisa telah hilang tak berbekas.Apa yang terjadi sebenarnya? Bagaimana mungkin luka sebesar
Di dalam sudah ada tiga orang yang menatap kedatangan Elisa dan juga Kiana. Dua orang tersenyum ramah pada dirinya. Sedangkan satu yang lain, menatapnya tajam. Seakan-akan Elisa hanyalah sampah baginya."Gadis ini yang menyelamatkanmu Kia?" tanya wanita yang duduk disebelah seorang pria. Wanita itu begitu cantik dan juga terlihat masih muda. Dia memakai gaun yang begitu indah. Ditambah sebuah mahkota cantik bertengger di kepala wanita tersebut. Siapa lagi kalau bukan sang ratu. Wajahnya hampir sama dengan Kiana."lya ratu," ucap Kiana memberi hormat padanya."Salam hormat raja dan ratu," sapa Elisa ketika sudah di depan mereka. Dia merasa begitu familiar dengan tempat itu. Tempat yang tidak pernah diubah sama sekali. Bahkan perabotan yang ada di dalam masih sama. Saat dirinya masih berada di dalam istana Ratusan tahun yang lalu."Kau sangat cantik El," puji wanita bergaun panjang turun dari singgasananya. Elisa hanya bisa tersenyum malu. Dia tidak menyangka akan bertemu dengan ratu se
"Aku Alpha Daren Gregson dari Lotus pack akan-.""Stop!" teriak ratu. Dirinya melepaskan pelukan raja dan tanpa basa-basi menarik pedang yang berada di pinggang suaminya, menempelkannya pada lehernya sendiri. Matanya menatap sang putra tajam."Ibu!" teriak Kiana melihat ratu yang begitu menakutkan. Gadis itu berlari mendekati sang ratu."Jangan ada yang mendekat!" Teriakan ratu membuat Kiana berhenti saat itu juga. Kepalanya menggeleng pelan, berharap ibunya tak melakukan hal aneh."Ibu, Kiana mohon jangan lakukan itu," pinta Kiana mulai terisak. Namun, ibunya tak menghiraukan Kiana. Bahkan kini, pedang itu semakin mendekat ke lehernya."Jika kau mengeluarkan kata itu, maka ibu akan memutuskan leher ini sekarang juga!" ancam ratu, membuat raja bergidik.Tidak hanya itu, putrinya juga merasa takut. Meskipun ia tahu ratu hanya mengancam, tapi tetap saja dirinya takut jika ibunya berbuat nekat."Daren, jika leher ibumu sedikit saja tergores, ayah akan membunuhmu!" geram raja pada putrany
"Lepaskan Ren!" teriak Valeri. Dia mengayunkan tangannya yang ditarik oleh pria yang menjadi kekasihnya sekaligus sang Alpha. Cekalan pria itu terlepas, tapi hanya sebentar saja. Ketika tangan itu terlepas, dengan cepat dirinya dibawa ke pelukan Daren. Pria itu berusaha menenangkan Valeri dalam pelukannya. Dia tidak ingin kekasihnya mengamuk di istana, karena bisa merusak barang-barang di sana. Terlebih lagi, Valeri adalah serigala yang kuat. Oleh karena itu, ia memilih gadis tersebut menjadi kekasihnya, berharap bisa menjadi luna pack ini kelak."Dengarkan aku, Val," ucap Daren masih berusaha menenangkan wanita itu.Plak. Sebuah tamparan mengenai wajah sang wanita. Valeri terdiam sambil menatap Daren, terkejut karena kekasihnya baru saja menamparnya."Maafkan aku, jika tidak begitu, kau tak akan tenang," ucap Daren menyesal. Dia tidak pernah memukul Valeri sedikit pun sebelumnya, bahkan ini adalah yang pertama kalinya. Dan itulah mengapa ia sangat menyesal. Valeri pasti akan sangat m
"Bukankah ini," ucap Elisa terputus. Dia tak menyangka jika bunga berwarna biru kehitaman itu ada di pack Daren. Setau dirinya, bunga itu hanya ada di dunia sihir dan tidak bisa tumbuh di tempat lain. Namun, hari ini dia melihat dengan matanya sendiri jika bunga itu bisa hidup dan tumbuh subur.Sementara itu, mereka sedang berada di dunia werewolf. Tidak mungkin bunga itu begitu saja tumbuh tanpa campur tangan sihir. Namun, Elisa tidak melihat ada sihir di sekitar bunga berdaun tunggal tersebut. Lalu, dari mana tanaman itu tumbuh?Dia harus menemukan jawabannya nanti. Sekarang, dirinya ingin menyentuh bunga tersebut. Sedikit lagi tangannya mengenai bunga itu, tapi tak bisa. Tiba-tiba saja Kiana menarik tangannya sedikit kasar."Maaf. Itu tidak boleh disentuh, Li. Kau hanya akan membuat tanaman itu mati," ujarnya."Kenapa?" tanya Elisa."Tanaman itu tidak bisa disentuh oleh makhluk lain. Hanya penyihir saja yang bisa menyentuhnya. Jika selain itu, maka bunga itu akan layu dan khasiatny
Seseorang masuk dengan tergesa-gesa bersama dua orang yang lain. Mereka bertiga bertingkah sombong, mengangkat dagu mereka tinggi-tinggi seakan menjadi penguasa pack."Apa yang kau lakukan di sini!" teriak salah satu dari mereka."Ada apa? Kau tak lihat kami sedang membuat ramuan untuk raja dan ratu," kesal Kiana.Kiana begitu kesal melihat wajah Valeri yang angkuh. Tatapan tak bersahabat pun diberikannya. Sedangkan Elisa mengambil beberapa botol untuk meletakkan ramuan yang sudah jadi. Dia mengisi botol-botol tersebut dengan penuh dan menyimpan beberapa botol di tas miliknya.Baru saja ingin mengisi kembali botol yang kosong, tangannya terhempas begitu saja. Wadah berisi ramuan yang berwarna merah itu tumpah seketika. Tidak hanya itu, botol-botol yang berada di tangan Elisa pun pecah karena jatuh ke lantai."Apa yang kau lakukan!" teriak Kiana sambil menggenggam tangan Valeri.Dia menarik paksa Valeri untuk keluar, namun Valeri tidak ingin. Malah gadis itu kembali berjalan menuju Eli
Pintu ruangan terbuka paksa kembali. Seorang pria dengan kedudukan tinggi datang menghampiri beberapa orang yang sedang berkumpul. Dia datang dengan tergesa-gesa, dadanya terasa sesak. Wajahnya terlihat sedikit khawatir, meskipun tidak tahu apa yang membuatnya khawatir. Yang ia rasakan hanyalah rasa khawatir dan sedikit kesakitan saat ini, meskipun hanya sebentar."Apa yang terjadi di sini?" tanya Daren sambil menyentuh dadanya yang masih terasa perih. Dia berjalan mendekati adiknya dan beberapa tabib di sana. Semakin mendekat, rasa sakit semakin terasa. Saat itu juga, dia melihat seorang gadis lemah di sana, menatapnya dengan tatapan penuh kesakitan. Tubuhnya bergetar hebat, air mata sudah membasahi wajahnya. Salah satu tangannya berada di dalam sebuah ember berisi air yang mendidih."Apa yang kau lakukan!" Refleks Daren teriak ketika melihat air tersebut semakin mendidih. Sontak saja, dia bergerak cepat mendekati Elisa, menyentuh dan menarik tangan gadis itu keluar dari air dengan c