Tubuh Rawindra tiada hentinya mengeluarkabn cahaya yang besar yang langsung memancar ke atas langit.Energi dari kekuatan cahaya ini melindungi Pendekar Tangan Satu ini dari jangkauaan siapapun yaang berusaahaa mendekatinya."Kekuatan apa itu?" tanya Adista yang berusaha bangkit setelah terpental menabrak pepohonan di dalam Hutan terlarang."Kekuatan Rawindra besar sekali! Berasal darimana kekuatan sebesar itu?" ujar Sagara penuh tanda taanya.Pendekar Matahari ini tercengang dengan energi cahaaya besaar yaang tiba-tiba keluar dari daalam tubuh Rawindra tanpa henti hingga sekaraang."Bagaimana cara kita mendekari Windra, Tuan Muda? Kondisinya baru pulih dari raacun pelemas tulang tapi sudah bisa mengeluarkan kekuaatan sebesar itu! Siapa yang menyembuhkannya? Apa kekuatab Rawindra tidak sengaja terbuka oleh penyembuhan yang dilakukan orang asing ini?" tanya Adista."Kita harus segera mengamankan Rawindra sebelum anggota Perguruan Pedang Patah memergoki Windra dalam kondisi seperti seka
Sagara dan Adista berhasil membawa Rawindra kembali ke paviliun tanpa ketahuan oleh anggota Perguruan Pedang Patah, karena sebagian besar anggota perguruan bergerak ke Hutan Terlarang."Hufh! Akhirnya kita berhasil kembali juga! Peserta seleksi lainnya masih tidur, jadi kita aman untuk istirahat sejenak. Kamu tidak apa-apa kami tinggal di sini, Windra?" tanya Adista."Tidak apa-apa! Terima kasih, sahabat!" sahut Rawindra.Adista memeluk Rawindra kemudian pergi meninggalkan Rawindra seorang diri.Ada perasaan aneh yang mengalir di dalam diri Rawindra, saat Adista memeluknya.Perasaan senang sekaligus merasakan getaran di dalam tubuhnya yang belum pernah dirasakannya."Apa yang sedang terjadi? Apa aku menyukai Adista tanpa aku sadari?" batinnya dalam hati.Rawindra benar-benar memanfaatkan waktu sehari sebelum babak selanjutnya untuk beristirahat memulihkan kondisi tubuhnya, walaupun sebenarnyaa kondisi tubuhnya sudah sehat dan bugar.Tidak ada kejadian apapun selama waktu istirahat ini
"HAH!""Loh! Kok aku yang bertanding?"Tentu saja Rawindra terkejut dengan situasi yang tidak terduga ini.Seharusnya dia berada di giliran ke sepuluh, tapi sekarang dia berada di giliran keenam sebelum pertandingan seleksi antara Adista melawan pendekar Tinju Besi."Apa yang telah terjadi, Windra? Kenapa giliranmu berubah?" tanya Sagara."Aku tidak tahu, Kak Sagara!" sahut Rawindra."Pendekar Tangan Satu diharapkaan segera naik ke arena pertarungan seleksi!" seru panitia seleksi pertarungan ini."Aku harus naik ke atas arena untuk bertarung agar tidak dianggap gugur!" ujar Rawindra."Ada seseorang yang telah menukar giliraanmu tanpa kita ketahui, Windra! Berhati-hatilah di atas sana!" seru Sagara."Baik, Kak Sagara!"*****Pendekar Mata Dewa benar-benar pendekar yang berkarisma, yang memiliki tatapan mata tajam dan dingin.Walaupun umurnya sepantaran dengan Rawindra, namun sikap pendekar ini lebih dewasa daripada usianya.Dilihat dari wajahnya, pendekaar ini sepertinya bukan berasal
Pendekar Mata Dewa terkejut kalau ada pendekar di dunia bawah ini yang mengenali teknik kultivasi yang digunakannya.Satyaloka memutuskan menggunakan pedang kultivasi karena merasakan energi yang begitu kuat dari diri Rawindra yang terpancar keluar untuk menekan dirinya.Pendekar ini khawatir kalau energi yang bersifat pemusnah ini akan melenyapkan dirinya kalau tidak segera diredam dengan kekuatan energi chi."Baru kali ini aku merasakan energi pendekar yang begitu kuat, bahkan melebihi chi yang ada pada Immortal hasil kultivasi! Bagaimana mungkin di dunia yang begitu rendah ini, menyimpan suatu energi yang begitu kuat? Apalagi energi ini berada di dalam tubuh pendekar yang hanya memiliki tangan kanannya saja, sedangkan tangan kirinya buntung?" batin Pendekar Mata Dewa ini."Bagaimana, Pendekar Mata Dewa? Apa tanggapanmu terhadap tuduhan dari Pendekar Tanpa Bayangan ini?" tanya panitia seleksi."Bukan magis sebenarnya, tapi aku akan bersikap adil dengan menggunakan ilmu pendekar saja
"Pertandingan berikutnya antara Pendekar Tanpa Bayangan melawan Pendekar Tinju Besi!"Suara dari panitia seleksi pertandingan bagaikan dewa penolong bagi Rawindra karena pertanyaan Sagara yang sangat memojokkan dirinya."Kok Adista bertanding setelah pertandinganku? Apa Pendekar Mata Dewa yang mengatur semua ini? Tapi aku sungguh berterima kasih terhadap Satyaloka yang telah mengatur semua ini. Mungkin juga dia sudah menduga Sagara dan Adista akan curiga terhadap diriku yang menang mudah melawan Pendekar Mata Dewa yang hebat!" batin Rawindra.Adista juga terkejut dengan pemanggilan dirinya oleh panitia seleksi."Wah! Aku juga maju ke urutan tujuh padahal sebenarnya urutan kedelapan!" seru Adista. "Aku tanding dahulu ya ...!""Semoga berhasil, Adista!" ujar Rawindra yang ikut maju untuk mendukung sahabatnya ini dari dekat.Tujuan lainnya adalah menghindar dari Sagara untuk sementara.Rawindra masih dilema untuk memberitahukan Sagara atau tidak tentang dirinya yang diungkapkan oleh Saty
"RAWINDRA!"Suara yang cukup merdu di telinga ini menghentikan langkah Rawindra yang hendak keluar dari tempat seleksi pertandingan untuk menghirup udara segar."Siapa yang memanggilku? Suaranya bukan suara Adista ... siapa dia?" batin Pendekar Tangan Satu ini.Spontan Rawindra berbalik untuk melihat siapa yang memanggil namanya dan juga untuk mengetahui siapa pemilik suara merdu ini.Seorang gadis yang cantik jelita dengan balutan pakaian hijau mendekatinya dengan tersenyum.Rawindra tidak pernah melihat gadis ini sebelumnya, tapi gadis ini sangat cantik dan eksotik dengan gigi-gigi putihnya yang berjejer rapi saat tersenyum."Ada apa, Nona? Apa Nona tidak salah orang?" tanya Rawindra yang cukup heran ada gadis secantik gadis di hadapannya yang menegurnya dari jauh tadi."Memangnya kenapa? Aku tidak boleh menegurmu?" tanya gadis cantik ini dengan perasaan kesal."Boleh saja! Tapi, aku kan hanya pemuda bertangan satu ... masih banyak pendekar lainnya yang lebih baik daripada aku!" sah
"Kamu dipanggil untuk babak selanjutnya, Adista! Heran juga, kenapa secepat itu kamu bertanding lagi di babak selanjutnya," ujar Sagara."Aku mengundurkan diri saja, Tuan Muda! Seharusnya aku jadi pelayanmu saja dan tidak ikut bertanding di seleksi Perguruan Pedang Patah ini!" sahut Adista."Kamu pantas, Adista! Apa kata Windra kalau kamu tidak muncul untuk melanjutkan seleksi? Aku tahu kamu menyukai Windra. Beri dia kesempatan,nanti dia akan menyukaimu. Atau ... kamu ingin Windra bersama Pendekar Dewi Naga?" gurau Sagara."Tuan Muda ini apa-apaan sih? Siapa yang menyukai Windra? Aku hanya menganggapnya sebagai sahabat saja!" ujar Adista."Kamu dengar tidak tadi siapa lawanmu berikutnya? Kalau dengar, pasti kamu jadi lebih bersemangat untuk ikut seleksi!" "Siapa lawanku memangnya, Tuan Muda?" tanya Adista."Calon kekasih Rawindra!" sahut Sagara sambil tertawa."Serius, Tuan Muda?" tanya Adista yang mulai kembali normal dengan cepat."Benar juga kan kataku ... kamu akan kembali normal
Setelah kepulan asap menghilang, tampak dua sosok pendekar wanita ini masih berdiri tegak dan saling berhadapan."Hebat sekali Adista!" seru Rawindra saat melihat Pendekar Tanpa Bayangan ini masih berdiri tegak, walaupun tubuhnya penuh kotoran debu."Aku tidak menyangka kalau Adista sangat hebat kemampuan ilmu bela dirinya. Andai saja tidaak ada Dewi Naga ini, aku jamin Adista bisa sampai ke pertandingan puncak dan mungkin saja menjadi Juara Sejati!" ujar Sagara."Kalau Kak Sagara juga melangkah ke pertandingan puncak, pasti Adista akan mengalah kepadamu," sahut Rawindra."Aku tidak akan menyetujuinya, Windra! Aku hanya ingin menjadi Juara Sejati dengan semua kemampuanku, bukan karena diberikan oleh Adista!" seru Sagara."Aku tahu itu, Kak Sagara! Tapi aku tahu sifat Adista ... dia tetap akan memberikan kemenangan kepadamu!"*****Sementara itu, suasana di arena pertandingan semakin memanas setelah serangan dasyat dari Pendekaar Dewi Naga bisa diredam dengan sempurna oleh Pendekar Ta