Share

5. Pusaka

Raksa Wangsa, ayah Kirani, yang merasakan pemberontakan di hati Kirani, mulai mengawasi anak gadisnya ini dengan ketat.

Dia melihat Kirani yang sedang menolong Sakya Kumara untuk keluar dari rumah, tapi dia membiarkannya karena firasatnya mengatakan sudah saatnya Kirani menemukan seseorang yang bisa melindunginya, daripada terus-terusan bersamanya hidup dalam pelarian yang tidak jelas.

Raksa juga sudah merasakan hawa kegelapan yang dibawa anggota Sekte Teratai Merah yang sudah mengetahui keberadaan rumahnya yang sekarang.

“Paling tidak, Kirani aman untuk sementara ... dia tidak tahu seberapa pentingnya dia bagi kelanjutan kehidupan manusia di Dunia Mortal ini. Aku sudah menduga kalau pemuda bernama Sakya Kumara itu pendekar sakti yang sedang kehilangan kekuatannya. Semoga dia bisa melindungi Kirani kelak," harap Raksa.

Belum sempat Raksa berpikir lagi, pintu rumahnya sudah didobrak dari luar dengan kerasnya.

Braakk ...!

“Raksa Wangsa ... kamu sembunyikan dimana pusaka Sekte Teratai Merah? tanya Abimanyu Mangkubumi si Pendekar Pedang Setan.

“Aku tidak tahu maksudmu," jawab Raksa singkat.

"Jangan pura-pura kamu Raksa! Serahkan pusaka yang dibawa istrimu ini maka aku akan mengampuni nyawamu," kata Abimanyu.

"Aku penasaran siapa sebenarnya yang membunuh Sahira. Kamu atau si Abinawa itu ...” kata Raksa dengan nada sinis.

“Raksa ...! Raksa ...! Kamu tidak pernah belajar dari masa lalu! Sahira itu milik sekte Teratai Merah, bukan milikmu!" kata Abimanyu.

“Sahira itu istriku ... Dia sudah bukan anggota Sekte Teratai Merah lagi! Sekte mana yang tega menghabisi pilar dari sekte itu sendiri ... atau jangan-jangan kamu juga menyimpan perasaan sama Sahira?” ejek Raksa lagi.

“Jangan banyak bicara kamu! Tunjukkan pusaka sekte Teratai Merah, maka akan kuampuni nyawamu!" seru Abimanyu.

“Kalau tidak, jangan salahkan Pedang Setan ini akan mampir di lehermu ...” ancamnya lagi.

“Dasar Setan ... kamu tidak pantas berada di dunia manusia! Pergi kamu dari Dunia Mortal ini. Kamu dan si Iblis Abinawa itu tidak pantas berada di dunia ini!” teriak Raksa.

Buugggh ...

Tendangan dari Abimanyu tepat mendarat di dada Raksa yang membuatnya terjungkal ke belakang.

Raksa memegang dadanya yang terasa sakit dan sesak terkena tendangan yang keras dari Abimanyu.

“Cepat beritahukan dimana kamu menyimpan Pusaka Teratai Merah yang diinginkan ketua!" tegas Abimanyu lagi.

“Lebih baik aku mati. Pusaka itu tidak pantas berada di tangan ketuamu!” tantang Raksa.

“Baiklah ... kalau itu keinginanmu, akan kukabulkan," jawab Abimanyu penuh kemarahan.

Pendekar Pedang Setan ini langsung mengarahkan pedangnya ke dada Raksa. Tentu saja Raksa Wangsa juga bukan pendekar sembarangan. Dengan mudahnya dia menghindari tusukan pedang dari Abimanyu.

Raksa Wangsa semasa jayanya terkenal sebagai Pendekar Tangan Geledek. Tangan saktinya ini bisa mengeluarkan jurus pukulan yang energinya sanggup membuat lawan terdiam dan terluka parah. Tangannya juga sekuat baja, bisa menanhan tebasan pedang setajam apapun.

"Begitu saja keahlianmu ... Pendekar Pedang Setan?" sindir Raksa Wangsa.

Abimanyu yang merasa dipermalukan oleh Raksa Wangsa marah besar dan memerintahkan anggota sekte Teratai Merah mengeroyok Raksa Wangsa.

"Habisi dia!" teriaknya kepada anak buahnya.

"Hahaha ... dasar pengecut ... beraninya main keroyok! Mana kemampuanmu yang hebat itu? Ternyata dirimu hanya pecundang!" ejek Raksa Wangsa.

Raksa Wangsa terus menghina Abimanyu yang dianggapnya turut andil dalam kematian istrinya ini.

"Beraninya kamu menghinaku ... pendekar sialan!" teriak Abimanyu penuh kemarahan.

"Kalau berani, sini hadapi aku ... jangan hanya bisa mengandalkan anak buah! Dasar pengecut!" ejek Raksa lagi.

Hanya dalam sekejab, seluruh anggota sekte Teratai Merah tergeletak tidak berdaya oleh pukulan tangan geledek dari Raksa Wangsa.

"Anggota Teratai Merah bukanlah lawanku! Maju sini!" tantang Raksa Wangsa.

"Kamu memang hebat! Pantas Sahira memilihmu sebagai pasanganmu ... tapi aku harus menghabisimu! Sayang sekali ...!" ujar Abimanyu yang sebenarnya kagum dengan kehebatan Raksa Wangsa.

*****

Kirani yang sudah menyelamatkan nyawa Sakya Kumara bermaksud untuk kembali ke rumahnya yang terletak di tengah hutan ini.

Dia berharap ayahnya tidak mengetahui perbuatannya ini. Jadi, dia mempercepat langkahnya menuju rumah. Kalau ayahnya tahu dia mengeluarkan Sakya Kumara dari rumahnya, maka bisa jadi keselamatan pemuda ini terancam, karena ayahnya akan terus mencari pemuda ini sampai ketemu.

Asap tebal tampak mengepul ke angkasa dari kejauhan yang dilihatnya saat dia mulai mendekati rumahnya. Asap ini berwarna hitam yang menandakan ada sesuatu yang besar yang sedang terbakar.

Perasaan cemas mulai menghinggapi diri Kirani, karena hanya rumah mereka satu-satunya yang berada di dekat hutan ini. Dia berharap bukan rumah satu-satunya milik mereka yang terbakar.

“Apakah ayah baik-baik saja? tanyanya dalam hati.

Tapi gadis ini sadar ayahnya tidak akan baik-baik saja. Terlebih, dengan segala kejadian yang sudah pernah mereka alami.

Semakin dekat ke rumahnya semakin nyata dilihatnya asap tebal ini, yang memang ternyata berasal dari rumahnya. Rasa cemas berubah menjadi rasa panik di dalam hatinya.

Kirani berlari kencang menuju ke arah rumahnya yang sudah terbakar habis untuk mencari ayahnya.

Tidak ada tanda-tanda keberadaan ayahnya di rumah ini.

Bahkan mayat ayahnya juga tidak berhasil dia temukan, jika ayahnya terbakar bersama rumahnya.

Kirani tertunduk lesu, terduduk diam sambil menangis. Sekarang dia sebatang kara di dunia ini. Bahkan sampai sekarang, dia tetap tidak tahu kenapa mereka harus bersembunyi dan berpindah-pindah tempat terus.

Ayahnya yang diharapkannya bisa menjelaskan semuanya, sekarang lenyap entah ke mana. Semuanya hanya menjadi misteri baginya, sampai dia bisa menemukan ayahnya kembali.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Joe Parman
Pusaka apa ya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status