Raksa Wangsa, ayah Kirani, yang merasakan pemberontakan di hati Kirani, mulai mengawasi anak gadisnya ini dengan ketat.
Dia melihat Kirani yang sedang menolong Sakya Kumara untuk keluar dari rumah, tapi dia membiarkannya karena firasatnya mengatakan sudah saatnya Kirani menemukan seseorang yang bisa melindunginya, daripada terus-terusan bersamanya hidup dalam pelarian yang tidak jelas.
Raksa juga sudah merasakan hawa kegelapan yang dibawa anggota Sekte Teratai Merah yang sudah mengetahui keberadaan rumahnya yang sekarang.
“Paling tidak, Kirani aman untuk sementara ... dia tidak tahu seberapa pentingnya dia bagi kelanjutan kehidupan manusia di Dunia Mortal ini. Aku sudah menduga kalau pemuda bernama Sakya Kumara itu pendekar sakti yang sedang kehilangan kekuatannya. Semoga dia bisa melindungi Kirani kelak," harap Raksa.
Belum sempat Raksa berpikir lagi, pintu rumahnya sudah didobrak dari luar dengan kerasnya.
Braakk ...!
“Raksa Wangsa ... kamu sembunyikan dimana pusaka Sekte Teratai Merah? tanya Abimanyu Mangkubumi si Pendekar Pedang Setan.
“Aku tidak tahu maksudmu," jawab Raksa singkat.
"Jangan pura-pura kamu Raksa! Serahkan pusaka yang dibawa istrimu ini maka aku akan mengampuni nyawamu," kata Abimanyu.
"Aku penasaran siapa sebenarnya yang membunuh Sahira. Kamu atau si Abinawa itu ...” kata Raksa dengan nada sinis.
“Raksa ...! Raksa ...! Kamu tidak pernah belajar dari masa lalu! Sahira itu milik sekte Teratai Merah, bukan milikmu!" kata Abimanyu.
“Sahira itu istriku ... Dia sudah bukan anggota Sekte Teratai Merah lagi! Sekte mana yang tega menghabisi pilar dari sekte itu sendiri ... atau jangan-jangan kamu juga menyimpan perasaan sama Sahira?” ejek Raksa lagi.
“Jangan banyak bicara kamu! Tunjukkan pusaka sekte Teratai Merah, maka akan kuampuni nyawamu!" seru Abimanyu.
“Kalau tidak, jangan salahkan Pedang Setan ini akan mampir di lehermu ...” ancamnya lagi.
“Dasar Setan ... kamu tidak pantas berada di dunia manusia! Pergi kamu dari Dunia Mortal ini. Kamu dan si Iblis Abinawa itu tidak pantas berada di dunia ini!” teriak Raksa.
Buugggh ...
Tendangan dari Abimanyu tepat mendarat di dada Raksa yang membuatnya terjungkal ke belakang.
Raksa memegang dadanya yang terasa sakit dan sesak terkena tendangan yang keras dari Abimanyu.
“Cepat beritahukan dimana kamu menyimpan Pusaka Teratai Merah yang diinginkan ketua!" tegas Abimanyu lagi.
“Lebih baik aku mati. Pusaka itu tidak pantas berada di tangan ketuamu!” tantang Raksa.
“Baiklah ... kalau itu keinginanmu, akan kukabulkan," jawab Abimanyu penuh kemarahan.
Pendekar Pedang Setan ini langsung mengarahkan pedangnya ke dada Raksa. Tentu saja Raksa Wangsa juga bukan pendekar sembarangan. Dengan mudahnya dia menghindari tusukan pedang dari Abimanyu.
Raksa Wangsa semasa jayanya terkenal sebagai Pendekar Tangan Geledek. Tangan saktinya ini bisa mengeluarkan jurus pukulan yang energinya sanggup membuat lawan terdiam dan terluka parah. Tangannya juga sekuat baja, bisa menanhan tebasan pedang setajam apapun.
"Begitu saja keahlianmu ... Pendekar Pedang Setan?" sindir Raksa Wangsa.
Abimanyu yang merasa dipermalukan oleh Raksa Wangsa marah besar dan memerintahkan anggota sekte Teratai Merah mengeroyok Raksa Wangsa.
"Habisi dia!" teriaknya kepada anak buahnya.
"Hahaha ... dasar pengecut ... beraninya main keroyok! Mana kemampuanmu yang hebat itu? Ternyata dirimu hanya pecundang!" ejek Raksa Wangsa.
Raksa Wangsa terus menghina Abimanyu yang dianggapnya turut andil dalam kematian istrinya ini.
"Beraninya kamu menghinaku ... pendekar sialan!" teriak Abimanyu penuh kemarahan.
"Kalau berani, sini hadapi aku ... jangan hanya bisa mengandalkan anak buah! Dasar pengecut!" ejek Raksa lagi.
Hanya dalam sekejab, seluruh anggota sekte Teratai Merah tergeletak tidak berdaya oleh pukulan tangan geledek dari Raksa Wangsa.
"Anggota Teratai Merah bukanlah lawanku! Maju sini!" tantang Raksa Wangsa.
"Kamu memang hebat! Pantas Sahira memilihmu sebagai pasanganmu ... tapi aku harus menghabisimu! Sayang sekali ...!" ujar Abimanyu yang sebenarnya kagum dengan kehebatan Raksa Wangsa.
*****
Kirani yang sudah menyelamatkan nyawa Sakya Kumara bermaksud untuk kembali ke rumahnya yang terletak di tengah hutan ini.
Dia berharap ayahnya tidak mengetahui perbuatannya ini. Jadi, dia mempercepat langkahnya menuju rumah. Kalau ayahnya tahu dia mengeluarkan Sakya Kumara dari rumahnya, maka bisa jadi keselamatan pemuda ini terancam, karena ayahnya akan terus mencari pemuda ini sampai ketemu.
Asap tebal tampak mengepul ke angkasa dari kejauhan yang dilihatnya saat dia mulai mendekati rumahnya. Asap ini berwarna hitam yang menandakan ada sesuatu yang besar yang sedang terbakar.
Perasaan cemas mulai menghinggapi diri Kirani, karena hanya rumah mereka satu-satunya yang berada di dekat hutan ini. Dia berharap bukan rumah satu-satunya milik mereka yang terbakar.
“Apakah ayah baik-baik saja? tanyanya dalam hati.
Tapi gadis ini sadar ayahnya tidak akan baik-baik saja. Terlebih, dengan segala kejadian yang sudah pernah mereka alami.
Semakin dekat ke rumahnya semakin nyata dilihatnya asap tebal ini, yang memang ternyata berasal dari rumahnya. Rasa cemas berubah menjadi rasa panik di dalam hatinya.
Kirani berlari kencang menuju ke arah rumahnya yang sudah terbakar habis untuk mencari ayahnya.
Tidak ada tanda-tanda keberadaan ayahnya di rumah ini.
Bahkan mayat ayahnya juga tidak berhasil dia temukan, jika ayahnya terbakar bersama rumahnya.
Kirani tertunduk lesu, terduduk diam sambil menangis. Sekarang dia sebatang kara di dunia ini. Bahkan sampai sekarang, dia tetap tidak tahu kenapa mereka harus bersembunyi dan berpindah-pindah tempat terus.
Ayahnya yang diharapkannya bisa menjelaskan semuanya, sekarang lenyap entah ke mana. Semuanya hanya menjadi misteri baginya, sampai dia bisa menemukan ayahnya kembali.
Abimanyu berkata-kata sendiri seakan hati kecilnya sangat mengagumi kehebatan Raksa Wangsa.Traaang ...!Pedang yang tiba-tiba diayunkan Abimanyu langsung ditangkis oleh tangan baja Raksa.Wuussh ... Buuuk .... Duaarr ....Sebuah pukulan langsung didaratkan Raksa Wangsa ke dada Abimanyu saat celah pertahanannya terbuka yang menimbulkan ledakan kecil.Pedang terlepas dari tangan Abimanyu, sedangkan dirinya terdorong jauh ke belakang oleh tenaga pukulan geledek dari Raksa Wangsa."Uhuk ...!"Abimanyu terbatuk mengeluarkan darah dari mulutnya, menandakan kalau pukulan tangan geledek dari Raksa Wangsa tepat mengenai organ dalamnya."Kamu memang hebat ... Raksa Wangsa! Aku menyerah! Seharusnya aku melindungi keluargamu, bukannya menuruti perintah Bimasena!" kata Abimanyu sambil tersenyum.Raksa Wangsa terkejut mendengar pengakuan dari Abimanyu. tapi dia tidak bisa begitu percaya saja terhadap mulut manis Pendekar Pedang Setan ini."Jangan-jangan dia lagi melakukan muslihatnya yang terkenal
Sakya Kumara terbangun dengan sinar matahari terik yang masuk melalui celah dedaunan pohon-pohon di hutan, yang menyinari matanya membuat penglihatannya menjadi silau oleh cahaya matahari ini.Posisi Sakya Kumara saat ini dalam keadaan terduduk bersandar pada salah satu pepohonan besar di hutan ini. Matanya juga masih belum terbiasa dengan suasana terang akibat terik matahari ini.Pandangannya masih belum jelas akibat teriknya cahaya matahari yang masuk ke hutan melalui celah-celah dedaunan ini.“Aku di mana? Kenapa aku tidak berada di dalam rumah petani itu lagi?” Sakya merasa heran dengan kondisinya sekarang yang berada di dalam hutan belantara yang dia tidak tahu ada di mana.Badannya masih terasa lemas dan sakit di seluruh punggungnya. Kaki dan tangannya hampir tidak bisa digerakkan seakan tubuh manusia ini sudah mati. Sakya menyesali dirinya, kenapa harus masuk ke dalam tubuh manusia yang sepertinya sudah mati ini.Saat tertidur tadi, dia telah mendapatkan kembali sedikit ingatan
Setelah rasa sakit itu, Sakya Kumara tahu bahwa perjalanannya baru saja dimulai. Dia harus segera berangkat ke Kota Singkarak hanya dalam waktu tiga hari saja karena kemampuan Kirani hanya bisa membuat tubuh mati ini bergerak bebas selama itu. Jika dia gagal, maka butuh minimal empat hari lagi untuk membuatnya kembali segar bugar kembali.Rasa sakit yang luar biasa dirasakan Sakya Kumara saat energi Kirani memasuki seluruh tubuhnya. Tubuhnya terasa terbakar hingga hendak berteriak sekencang-kencangnya seperti tadi. Untung saja, hasilnya sepadan dengan yang didapatkannya. Sekarang, semua kekuatannya kembali lagi kepadanya walaupun hanya sementara waktu saja. Setidaknya, sampai Tabib Sakti Adheswara bisa menyembuhkan dirinya dengan mengembalikan tubuh aslinya di Dunia Mortal ini.Untung saja, kemampuan Kirani terbatas membangkitkannya saja. Bau busuk orang mati masih melekat di tubuh yang digunakan Sakya ini bisa dinetralisir, sehingga tidak menyebar keluar lagi. *****"Maaf, Sakya
Kota Singkarak merupakan salah satu kota di Dunia Mortal yang sangat padat penduduknya. Semua kegiatan perdagangan berlangsung terus menerus di kota ini tanpa henti seharian penuh. Jadi Kota Singkarak adalah kota yang hidup terus menerus. Jika malam tiba, pusat hiburan bertebaran di kota ini yang buka sampai pagi hari.Kota ini masih berada di gugusan pulau Nusantara yang merupakan gugusan pulau terpadat di Dunia Mortal. hampir semua penduduk Dunia Mortal memilih tinggal di gugusan pulau Nusantara yang serba lengkap dibandingkan gugusan pulau lainnya.Hampir semua penduduk Dunia Mortal terutama yang menghuni gugusan pulau Nusantara tinggal di sini."Ramai sekali kota ini, Sakya!" ujar Kirani. "Baiknya kamu beli pakaian ganti, karena badanmu sudah bau sekali!""Memangnya ada yang jual pakaian di kota ini? Setahuku pakaian itu kita buat sendiri!" ujar Sakya."Kalau di sini, kamu bisa beli pakaian dengan beberapa perak saja!" jelas Kirani.Kirani kemudian membawa Sakya ke salah satu pen
Setelah seharian menelusuri Kota Singkarak, akhirnya Sakya Kumara menemukan iblis bernama Thaxos yang bisa mengantarnya ke iblis juga yang mengetahui seluk beluk Kota Singkarak ini.“Kita sudah sampai!” ujar Thaxos saat mereka tiba di pinggiran kota dekat hutan yang jauh dari keramaian kota."Aku hanya lihat hutan saja, Thaxos! memangnya iblis ini tinggal di mana?" tanya Kirani."Ikuti saja aku ... dia tidak tinggal di dalam hutan tapi di bawah hutan!" jawab Thaxos."Maksudnya?" tanya Kirani lagi.Sakya tetap waspada, khawatir Thaxos menipunya karena mereka belum benar-benar kenal dengan iblis ini."Ikuti saja langkahku ... banyak jebakan di dalam hutan ini,jadi jangan sampai melangkah di luar langkah kakiku!" kata Thaxos memperingatkan Sakya dan Kirani."Kenapa mesti menaruh jebakan? Apa temanmu ini banyak diincar pendekar atau iblis?" tanya Sakya penasaran."Tidak begitu Pangeran ... hanya iuntuk berjaga-jaga saja dari perampok dan sejenisnya!' jelas Thaxos.Thaxos kemudian bergerak
Sakya Kumara tidak mengira akan bertemu dengan Kavita Kamala, seorang gadis cantik yang sangat mengetahui seluk beluk Kota Singkarak beserta penghuninya.Baru kali ini dia menjumpai gadis iblis yang cukup cantik yang pemberani dan tanpa rasa takut terhadap siapapun."Bantuan apa yang kalian butuhkan dariku?" tanya Kavita begitu Sakya tidak menyebut-nyebut Pangeran Iblis lagi."Kami ingin kamu mengantarkan kami ke Tabib Sakti Adheswara di Kota Singkarak ini! Kalau bisa sekarang juga, karena waktu kami sudah menipis!" kata Sakya Kumara dengan perasaan cemas."Kenapa waktu kalian menipis? Kalian sudah hampir mati?" tanya Kavita."Kurang lebih begitulah Nona Kavita! Bagaimana?" desak Sakya Kumara lagi. "Kamu tahukan rumah Tabib Sakti Adheswara yang berasal dari Dunia Iblis?" "Jelas aku tahu rumah Tabib Sakti Adheswara! Tapi ada syaratnya!" ujar Kavita."Apa syaratnya Nona Kavita?" tanya Sakya Kumara.“Aku bisa mengantarkanmu bertemu Tabib Sakti, tapi semua itu ada imbalannya! seru Kavita
Sakya Kumara dan Kirani berpisah dengan Kavita Kumala yang langsung meninggalkan mereka dan kembali ke tempatnya semula."Semoga saja gadis iblis ini tidak berbohong dan menipu kita! Aku merasa dari tadi tidak percaya terhadap niat gadis iblis ini!" kata Kirani yang sudah curiga dengan tingkah laku Kavita yang aneh."Jangan berburuk sangka dahulu! Mungkin saja dia benar mau membantu kita ... hanya sifatnya saja yang jelek!" ujar Sakya."Semoga saja demikian ... aku punya firasat jelek mengenai masalah ini!" ujar Kirani lagi.Sakya naik duluan dan membuka penutup lorong rahasia ini. Benar saja kata Kavita, dia masih berada di pinggiran kota, karena yang tampak hanya pepohonan di sekelilingnya.Setelah merasa keadaan aman, Sakya meminta Kirani menyusulnya. Tapi baru beberapa saat mereka di atas permukaan, terdengar langkah kaki dan suara percakapan yang cukup jelas.Tap ... tap ... tap ...Suara langkah kaki makin mendekati tempat Sakya dan Kirani yang sedang bersembunyi."Mudah-mudahan
Batas waktu Sakya Kumara sudah makin kritis, namun dia masih saja belum menemukan Tabib Sakti Adheswara yang bisa diduga Sakya bisa mengembalikan tubuhnya seperti sedia kala. Tindakan Kavita yang menyerahkan Kirani kepada pimpinan sekteTeratai Merah membuat harapan untuk bebas dari tubuh manusia mati ini menjadi sirna. Tidak mungkin dalam waktu singkat mereka berhasil menemukan tabib ini, apalagi Kavita telah menipu mereka mentah-mentah.Bisa jadi lokasi yang ditunjukkan Kavita juga bukan lokasi sebenarnya, hanya lokasi perangkap untuk menyerahkan Kirani kepada sekawanan anggota sekteTeratai Merah yang menyusul mereka ke pinggiran hutan ini.Tik ... Tok ... Tik ... Tok ...Waktu terus bergulir bagaikan denting kematian yang menghantui Sakya Kumara. Sebentar lagi kebebasannya akan terenggut oleh waktu. Dia akan terkurung lagi selama 4 hari sampai tenaga Kirani pulih untuk membuatnya bisa bergerak bebas lagi.Itupun kalau mereka berhasil lolos dari kejaran anggota sekteTeratai Merah. J