Sakya Kumara masih tertidur pulas saat Kirani kembali menemuinya. Gadis ini sebenarnya sangat menyukai Sakya Kumara karena selama ini hanya pemuda ini yang dekat dengannya, yang bisa dia ajak bicara. Sedangkan, anak-anak sebayanya saat dia berpindah-pindah tempat, tidak diijinkan sama sekali oleh ayahnya untuk bergaul dengan mereka.
“Apa yang sebenarnya kamu sembunyikan dariku Sakya Kumara? Seandainya kita bertemu di waktu dan tempat yang berbeda, mungkin kita bisa menjadi sahabat ataupun kekasih. Tapi sekarang hal itu sangat tidak mungkin! Ayahku tidak mungkin akan membebaskanmu begitu saja! Dia menolongmu karena ingin mengetahui rahasiamu. Setelah rahasiamu terbongkar, maka kamu akan dibunuhnya demi menutupi rahasia keluarga kami.”
Kirani menatap wajah Sakya Kumara yang masih tertidur lelap, selah tidak hendak berpisah dengan pemuda ini. Namun perpisahan adalah jalan terbaik untuk menyelamatkan nyawa pemuda ini.
"Sakya ... kamu sudah sadar? Bisa bangun tidak, ada yang hendak aku bicarakan denganmu ..."
Pemuda yang ditanya hanya terdiam saja dan masih memejamkan matanya. Tidak ada tanda-tanda kalau Sakya Kumara akan terbangun dan menjawab pertanyaan Kirani.
Kirani menjadi serba salah. Memang Sakya Kumara menyimpan banyak rahasia darinya, tapi pemuda ini seperti dikatakan ayahnya bukanlah pemuda yang jahat. Tapi itu tidak berarti apa-apa jika sudah berhadapan dengan ayahnya.Jahat atau tidak, tetap saja orang asing adalah ancaman bagi keluarganya. Itu adalah prinsip hidup dari ayahnya yang membuat mereka tetap hidup sampai saat ini.
Tidak ada siapapun yang boleh masuk ke lingkaran keluarga mereka yang hanya terdiri dari dia dan ayahnya. Siapapun yang masuk ke lingkaran keluarga ini akan dimusnahkan agar tidak mengganggu lingkaran keharmonisan keluarga ini lagi.
“Aku harus menolong pemuda bernama Sakya Kumara ini. Aku tidak ingin dia terbunuh hanya karena nasib sialnya terdampar di tengah persawahan kami ini,” tekad Kirani.
Kirani sudah bertekad melanggar perintah ayahnya hanya demi menolong seorang Sakya Kumara yang masih belum diketahui asal-usulnya dengan jelas. Menurutnya, pemuda ini sangat berharga untuk diselamatkan dari ayahnya.
“Sakya ...” Kirani berusaha menyadarkan Sakya Kumara yang masih terlelap dengan tenangnya, “bangun Sakya ... kamu dalam bahaya jika terus berada di dalam rumah ini,” ujar Kirani pelan.
Dia tidak bisa berteriak karena khawatir didengar oleh ayahnya.
Kirani berusaha keras membangunkan pemuda ini agar bisa dikeluarkan dari kamar sebelum ayahnya menyadarinya, tapi tetap saja Sakya Kumara tidak bergeming sama sekali.
Sejak tewasnya ibunda Kirani, ayahnya terlalu melindungi Kirani. Tidak ada siapapun yang boleh mendekati putrinya ini. Setiap pria di daerah yang didatanginya berusaha mendekati Kirani, secepat itu pula ayahnya mencegahnya.
Kirani tahu ayahnya hanya hendak melindunginya. Mungkin ini perasaan bersalah ayahnya, karena tidak bisa melindungi ibunya. Mungkin juga karena kasih sayang ayahnya yang besar agar mereka bisa hidup tentram dan damai tanpa gangguan dari sekte Teratai Merah.
Tapi menghilangkan nyawa pemuda di depannya yang belum tentu bersalah ini sangat menganggu pikiran Kirani. Dia bukan seperti ayahnya yang bisa dengan mudah melenyapkan orang yang dianggap berbahaya bagi keluarganya.
“Sakya ... bangun!”
Teriakan pelan dari Kirani sambil mengguncang tubuh Sakya Kumara, tidak berhasil membangunkan pemuda ini.
Sakya Kumara tetap tidak bergeming dari tempat tidurnya.
“Pemuda ini ... Kenapa juga aku repot-repot menolongnya, sedangkan dia sendiri asyik tidur terus.”
Huufh ...!
"Sangat tidak masuk akal bisa tidur nyenyak dengan seluruh rasa sakit yang menerpa tubuhnya," pikir Kirani sambil menatap Sakya Kumara.
Kirani mulai menggerutu dengan kesalnya.
Gadis ini terpaksa menyeret tubuh Sakya Kumara yang masih tidak sadarkan diri, agar bisa dengan segera mengeluarkan pemuda ini dari rumah mereka sebelum ayahnya menemui Sakya Kumara lagi.
Tenaganya masih cukup kuat karena ayahnya juga mengajarkan sedikit ilmu bela diri padanya untuk perlindungan dirinya. Apalagi mereka tinggal di tengah hutan yang masih rawan binatang buas.
Kirani terus menyeret tubuh Sakya Kumara menuju ke arah hutan di belakang rumah mereka. Walaupun merasa kelelahan, tapi Kirani tidak berhenti sama sekali. Semua dilakukannya demi keselamatan Sakya Kumara yang baru dikenalnya.
“Aduh ... makan apa sih kamu ini, berat banget ...!” gerutu Kirani.
Hutan yang terletak di belakang rumah Kirani ini memang masih misterius karena belum pernah ada yang memasuki hutan yang selalu berkabut tebal ini pada waktu-waktu tertentu. Bahkan ayah Kirani sekalipun belum pernah menginjak hutan yang dinamakan Hutan Misteri oleh mereka.
Tanpa kenal lelah, gadis ini terus menyeret tubuh Sakya Kumara makin menjauhi rumahnya. Sungguh luar biasa melihat perjuangan seorang gadis yang menyeret pemuda compang-camping dengan semangatnya yang tanpa henti ini.
“Paling tidak, kamu tidak mati dibunuh oleh ayah. Kalau di hutan kesempatan hidupmu jauh lebih besar!” ujar gadis ini kepada Sakya Kumara, walaupun pemuda ini masih saja terlelap dan tidak mendengar ucapannya.
Kirani meletakkan tubuh Sakya Kumara di bawah pohon besar yang rindang yang bisa melindungi Sakya Kumara dari terik matahari maupun hujan yang sering turun jika hutan ini mulai berkabut.
“Selamat tinggal Sakya Kumara! Semoga kamu sehat selalu dan bisa bangkit kembali! Aku sudah sebisa mungkin menolongmu, jadi maafkan aku jika kamu tidak bisa selamat dari hutan ini!” ujar Kirani yang kemudian berbalik badan untuk meninggalkan Sakya Kumara.
Kirani secepatnya keluar dari hutan yang rimbun ini sambil menyeka air matanya yang terus menetes karena terus menangis. Gadis ini sebenarnya sedih meninggalkan Sakya Kumara yang merupakan satu-satunya orang yang dianggapnya sebagai sahabatnya. Bahkan, dia rela kehilangan kesempatan mengetahui asal-usul ibunya demi pria ini!
Raksa Wangsa, ayah Kirani, yang merasakan pemberontakan di hati Kirani, mulai mengawasi anak gadisnya ini dengan ketat.Dia melihat Kirani yang sedang menolong Sakya Kumara untuk keluar dari rumah, tapi dia membiarkannya karena firasatnya mengatakan sudah saatnya Kirani menemukan seseorang yang bisa melindunginya, daripada terus-terusan bersamanya hidup dalam pelarian yang tidak jelas.Raksa juga sudah merasakan hawa kegelapan yang dibawa anggota Sekte Teratai Merah yang sudah mengetahui keberadaan rumahnya yang sekarang.“Paling tidak, Kirani aman untuk sementara ... dia tidak tahu seberapa pentingnya dia bagi kelanjutan kehidupan manusia di Dunia Mortal ini. Aku sudah menduga kalau pemuda bernama Sakya Kumara itu pendekar sakti yang sedang kehilangan kekuatannya. Semoga dia bisa melindungi Kirani kelak," harap Raksa.Belum sempat Raksa berpikir lagi, pintu rumahnya sudah didobrak dari luar dengan kerasnya.Braakk ...!“Raksa Wangsa ... kamu sembunyikan dimana pusaka Sekte Teratai Me
Abimanyu berkata-kata sendiri seakan hati kecilnya sangat mengagumi kehebatan Raksa Wangsa.Traaang ...!Pedang yang tiba-tiba diayunkan Abimanyu langsung ditangkis oleh tangan baja Raksa.Wuussh ... Buuuk .... Duaarr ....Sebuah pukulan langsung didaratkan Raksa Wangsa ke dada Abimanyu saat celah pertahanannya terbuka yang menimbulkan ledakan kecil.Pedang terlepas dari tangan Abimanyu, sedangkan dirinya terdorong jauh ke belakang oleh tenaga pukulan geledek dari Raksa Wangsa."Uhuk ...!"Abimanyu terbatuk mengeluarkan darah dari mulutnya, menandakan kalau pukulan tangan geledek dari Raksa Wangsa tepat mengenai organ dalamnya."Kamu memang hebat ... Raksa Wangsa! Aku menyerah! Seharusnya aku melindungi keluargamu, bukannya menuruti perintah Bimasena!" kata Abimanyu sambil tersenyum.Raksa Wangsa terkejut mendengar pengakuan dari Abimanyu. tapi dia tidak bisa begitu percaya saja terhadap mulut manis Pendekar Pedang Setan ini."Jangan-jangan dia lagi melakukan muslihatnya yang terkenal
Sakya Kumara terbangun dengan sinar matahari terik yang masuk melalui celah dedaunan pohon-pohon di hutan, yang menyinari matanya membuat penglihatannya menjadi silau oleh cahaya matahari ini.Posisi Sakya Kumara saat ini dalam keadaan terduduk bersandar pada salah satu pepohonan besar di hutan ini. Matanya juga masih belum terbiasa dengan suasana terang akibat terik matahari ini.Pandangannya masih belum jelas akibat teriknya cahaya matahari yang masuk ke hutan melalui celah-celah dedaunan ini.“Aku di mana? Kenapa aku tidak berada di dalam rumah petani itu lagi?” Sakya merasa heran dengan kondisinya sekarang yang berada di dalam hutan belantara yang dia tidak tahu ada di mana.Badannya masih terasa lemas dan sakit di seluruh punggungnya. Kaki dan tangannya hampir tidak bisa digerakkan seakan tubuh manusia ini sudah mati. Sakya menyesali dirinya, kenapa harus masuk ke dalam tubuh manusia yang sepertinya sudah mati ini.Saat tertidur tadi, dia telah mendapatkan kembali sedikit ingatan
Setelah rasa sakit itu, Sakya Kumara tahu bahwa perjalanannya baru saja dimulai. Dia harus segera berangkat ke Kota Singkarak hanya dalam waktu tiga hari saja karena kemampuan Kirani hanya bisa membuat tubuh mati ini bergerak bebas selama itu. Jika dia gagal, maka butuh minimal empat hari lagi untuk membuatnya kembali segar bugar kembali.Rasa sakit yang luar biasa dirasakan Sakya Kumara saat energi Kirani memasuki seluruh tubuhnya. Tubuhnya terasa terbakar hingga hendak berteriak sekencang-kencangnya seperti tadi. Untung saja, hasilnya sepadan dengan yang didapatkannya. Sekarang, semua kekuatannya kembali lagi kepadanya walaupun hanya sementara waktu saja. Setidaknya, sampai Tabib Sakti Adheswara bisa menyembuhkan dirinya dengan mengembalikan tubuh aslinya di Dunia Mortal ini.Untung saja, kemampuan Kirani terbatas membangkitkannya saja. Bau busuk orang mati masih melekat di tubuh yang digunakan Sakya ini bisa dinetralisir, sehingga tidak menyebar keluar lagi. *****"Maaf, Sakya
Kota Singkarak merupakan salah satu kota di Dunia Mortal yang sangat padat penduduknya. Semua kegiatan perdagangan berlangsung terus menerus di kota ini tanpa henti seharian penuh. Jadi Kota Singkarak adalah kota yang hidup terus menerus. Jika malam tiba, pusat hiburan bertebaran di kota ini yang buka sampai pagi hari.Kota ini masih berada di gugusan pulau Nusantara yang merupakan gugusan pulau terpadat di Dunia Mortal. hampir semua penduduk Dunia Mortal memilih tinggal di gugusan pulau Nusantara yang serba lengkap dibandingkan gugusan pulau lainnya.Hampir semua penduduk Dunia Mortal terutama yang menghuni gugusan pulau Nusantara tinggal di sini."Ramai sekali kota ini, Sakya!" ujar Kirani. "Baiknya kamu beli pakaian ganti, karena badanmu sudah bau sekali!""Memangnya ada yang jual pakaian di kota ini? Setahuku pakaian itu kita buat sendiri!" ujar Sakya."Kalau di sini, kamu bisa beli pakaian dengan beberapa perak saja!" jelas Kirani.Kirani kemudian membawa Sakya ke salah satu pen
Setelah seharian menelusuri Kota Singkarak, akhirnya Sakya Kumara menemukan iblis bernama Thaxos yang bisa mengantarnya ke iblis juga yang mengetahui seluk beluk Kota Singkarak ini.“Kita sudah sampai!” ujar Thaxos saat mereka tiba di pinggiran kota dekat hutan yang jauh dari keramaian kota."Aku hanya lihat hutan saja, Thaxos! memangnya iblis ini tinggal di mana?" tanya Kirani."Ikuti saja aku ... dia tidak tinggal di dalam hutan tapi di bawah hutan!" jawab Thaxos."Maksudnya?" tanya Kirani lagi.Sakya tetap waspada, khawatir Thaxos menipunya karena mereka belum benar-benar kenal dengan iblis ini."Ikuti saja langkahku ... banyak jebakan di dalam hutan ini,jadi jangan sampai melangkah di luar langkah kakiku!" kata Thaxos memperingatkan Sakya dan Kirani."Kenapa mesti menaruh jebakan? Apa temanmu ini banyak diincar pendekar atau iblis?" tanya Sakya penasaran."Tidak begitu Pangeran ... hanya iuntuk berjaga-jaga saja dari perampok dan sejenisnya!' jelas Thaxos.Thaxos kemudian bergerak
Sakya Kumara tidak mengira akan bertemu dengan Kavita Kamala, seorang gadis cantik yang sangat mengetahui seluk beluk Kota Singkarak beserta penghuninya.Baru kali ini dia menjumpai gadis iblis yang cukup cantik yang pemberani dan tanpa rasa takut terhadap siapapun."Bantuan apa yang kalian butuhkan dariku?" tanya Kavita begitu Sakya tidak menyebut-nyebut Pangeran Iblis lagi."Kami ingin kamu mengantarkan kami ke Tabib Sakti Adheswara di Kota Singkarak ini! Kalau bisa sekarang juga, karena waktu kami sudah menipis!" kata Sakya Kumara dengan perasaan cemas."Kenapa waktu kalian menipis? Kalian sudah hampir mati?" tanya Kavita."Kurang lebih begitulah Nona Kavita! Bagaimana?" desak Sakya Kumara lagi. "Kamu tahukan rumah Tabib Sakti Adheswara yang berasal dari Dunia Iblis?" "Jelas aku tahu rumah Tabib Sakti Adheswara! Tapi ada syaratnya!" ujar Kavita."Apa syaratnya Nona Kavita?" tanya Sakya Kumara.“Aku bisa mengantarkanmu bertemu Tabib Sakti, tapi semua itu ada imbalannya! seru Kavita
Sakya Kumara dan Kirani berpisah dengan Kavita Kumala yang langsung meninggalkan mereka dan kembali ke tempatnya semula."Semoga saja gadis iblis ini tidak berbohong dan menipu kita! Aku merasa dari tadi tidak percaya terhadap niat gadis iblis ini!" kata Kirani yang sudah curiga dengan tingkah laku Kavita yang aneh."Jangan berburuk sangka dahulu! Mungkin saja dia benar mau membantu kita ... hanya sifatnya saja yang jelek!" ujar Sakya."Semoga saja demikian ... aku punya firasat jelek mengenai masalah ini!" ujar Kirani lagi.Sakya naik duluan dan membuka penutup lorong rahasia ini. Benar saja kata Kavita, dia masih berada di pinggiran kota, karena yang tampak hanya pepohonan di sekelilingnya.Setelah merasa keadaan aman, Sakya meminta Kirani menyusulnya. Tapi baru beberapa saat mereka di atas permukaan, terdengar langkah kaki dan suara percakapan yang cukup jelas.Tap ... tap ... tap ...Suara langkah kaki makin mendekati tempat Sakya dan Kirani yang sedang bersembunyi."Mudah-mudahan