Share

4. Hutan

Sakya Kumara masih tertidur pulas saat Kirani kembali menemuinya. Gadis ini sebenarnya sangat menyukai Sakya Kumara karena selama ini hanya pemuda ini yang dekat dengannya, yang bisa dia ajak bicara. Sedangkan, anak-anak sebayanya saat dia berpindah-pindah tempat, tidak diijinkan sama sekali oleh ayahnya untuk bergaul dengan mereka.

“Apa yang sebenarnya kamu sembunyikan dariku Sakya Kumara? Seandainya kita bertemu di waktu dan tempat yang berbeda, mungkin kita bisa menjadi sahabat ataupun kekasih. Tapi sekarang hal itu sangat tidak mungkin! Ayahku tidak mungkin akan membebaskanmu begitu saja! Dia menolongmu karena ingin mengetahui rahasiamu. Setelah rahasiamu terbongkar, maka kamu akan dibunuhnya demi menutupi rahasia keluarga kami.”

Kirani menatap wajah Sakya Kumara yang masih tertidur lelap, selah tidak hendak berpisah dengan pemuda ini. Namun perpisahan adalah jalan terbaik untuk menyelamatkan nyawa pemuda ini.

"Sakya ... kamu sudah sadar? Bisa bangun tidak, ada yang hendak aku bicarakan denganmu ..."

Pemuda yang ditanya hanya terdiam saja dan masih memejamkan matanya. Tidak ada tanda-tanda kalau Sakya Kumara akan terbangun dan menjawab pertanyaan Kirani.

Kirani menjadi serba salah. Memang Sakya Kumara menyimpan banyak rahasia darinya, tapi pemuda ini seperti dikatakan ayahnya bukanlah pemuda yang jahat. Tapi itu tidak berarti apa-apa jika sudah berhadapan dengan ayahnya.

Jahat atau tidak, tetap saja orang asing adalah ancaman bagi keluarganya. Itu adalah prinsip hidup dari ayahnya yang membuat mereka tetap hidup sampai saat ini.

Tidak ada siapapun yang boleh masuk ke lingkaran keluarga mereka yang hanya terdiri dari dia dan ayahnya. Siapapun yang masuk ke lingkaran keluarga ini akan dimusnahkan agar tidak mengganggu lingkaran keharmonisan keluarga ini lagi.

“Aku harus menolong pemuda bernama Sakya Kumara ini. Aku tidak ingin dia terbunuh hanya karena nasib sialnya terdampar di tengah persawahan kami ini,” tekad Kirani.

Kirani sudah bertekad melanggar perintah ayahnya hanya demi menolong seorang Sakya Kumara yang masih belum diketahui asal-usulnya dengan jelas. Menurutnya, pemuda ini sangat berharga untuk diselamatkan dari ayahnya.

“Sakya ...” Kirani berusaha menyadarkan Sakya Kumara yang masih terlelap dengan tenangnya, “bangun Sakya ... kamu dalam bahaya jika terus berada di dalam rumah ini,” ujar Kirani pelan.

Dia tidak bisa berteriak karena khawatir didengar oleh ayahnya.

Kirani berusaha keras membangunkan pemuda ini agar bisa dikeluarkan dari kamar sebelum ayahnya menyadarinya, tapi tetap saja Sakya Kumara tidak bergeming sama sekali.

Sejak tewasnya ibunda Kirani, ayahnya terlalu melindungi Kirani. Tidak ada siapapun yang boleh mendekati putrinya ini. Setiap pria di daerah yang didatanginya berusaha mendekati Kirani, secepat itu pula ayahnya mencegahnya.

Kirani tahu ayahnya hanya hendak melindunginya. Mungkin ini perasaan bersalah ayahnya, karena tidak bisa melindungi ibunya. Mungkin juga karena kasih sayang ayahnya yang besar agar mereka bisa hidup tentram dan damai tanpa gangguan dari sekte Teratai Merah.

Tapi menghilangkan nyawa pemuda di depannya yang belum tentu bersalah ini sangat menganggu pikiran Kirani. Dia bukan seperti ayahnya yang bisa dengan mudah melenyapkan orang yang dianggap berbahaya bagi keluarganya.

“Sakya ... bangun!”

Teriakan pelan dari Kirani sambil mengguncang tubuh Sakya Kumara, tidak berhasil membangunkan pemuda ini.

Sakya Kumara tetap tidak bergeming dari tempat tidurnya.

“Pemuda ini ... Kenapa juga aku repot-repot menolongnya, sedangkan dia sendiri asyik tidur terus.”

Huufh ...!

"Sangat tidak masuk akal bisa tidur nyenyak dengan seluruh rasa sakit yang menerpa tubuhnya," pikir Kirani sambil menatap Sakya Kumara.

Kirani mulai menggerutu dengan kesalnya.

Gadis ini terpaksa menyeret tubuh Sakya Kumara yang masih tidak sadarkan diri, agar bisa dengan segera mengeluarkan pemuda ini dari rumah mereka sebelum ayahnya menemui Sakya Kumara lagi.

Tenaganya masih cukup kuat karena ayahnya juga mengajarkan sedikit ilmu bela diri padanya untuk perlindungan dirinya. Apalagi mereka tinggal di tengah hutan yang masih rawan binatang buas.

Kirani terus menyeret tubuh Sakya Kumara menuju ke arah hutan di belakang rumah mereka. Walaupun merasa kelelahan, tapi Kirani tidak berhenti sama sekali. Semua dilakukannya demi keselamatan Sakya Kumara yang baru dikenalnya.

“Aduh ... makan apa sih kamu ini, berat banget ...!” gerutu Kirani.

Hutan yang terletak di belakang rumah Kirani ini memang masih misterius karena belum pernah ada yang memasuki hutan yang selalu berkabut tebal ini pada waktu-waktu tertentu. Bahkan ayah Kirani sekalipun belum pernah menginjak hutan yang dinamakan Hutan Misteri oleh mereka.

Tanpa kenal lelah, gadis ini terus menyeret tubuh Sakya Kumara makin menjauhi rumahnya. Sungguh luar biasa melihat perjuangan seorang gadis yang menyeret pemuda compang-camping dengan semangatnya yang tanpa henti ini.

“Paling tidak, kamu tidak mati dibunuh oleh ayah. Kalau di hutan kesempatan hidupmu jauh lebih besar!” ujar gadis ini kepada Sakya Kumara, walaupun pemuda ini masih saja terlelap dan tidak mendengar ucapannya.

Kirani meletakkan tubuh Sakya Kumara di bawah pohon besar yang rindang yang bisa melindungi Sakya Kumara dari terik matahari maupun hujan yang sering turun jika hutan ini mulai berkabut.

“Selamat tinggal Sakya Kumara! Semoga kamu sehat selalu dan bisa bangkit kembali! Aku sudah sebisa mungkin menolongmu, jadi maafkan aku jika kamu tidak bisa selamat dari hutan ini!” ujar Kirani yang kemudian berbalik badan untuk meninggalkan Sakya Kumara.

Kirani secepatnya keluar dari hutan yang rimbun ini sambil menyeka air matanya yang terus menetes karena terus menangis. Gadis ini sebenarnya sedih meninggalkan Sakya Kumara yang merupakan satu-satunya orang yang dianggapnya sebagai sahabatnya. Bahkan, dia rela kehilangan kesempatan mengetahui asal-usul ibunya demi pria ini!

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Tristan
Lanjut terus thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status