Setelah berganti baju memakai gaun yang ringan karena sore ini cukup panas, Almira keluar dan mendapati dua bidadari kecilnya sedang duduk manis di sofa.
"Pinter banget anak Mommy duduk manis begini.” Melihat kedua anaknya tak sabar untuk berangkat, Almira pun segera meraih keduanya dalam gendongan. “Ayo Pak Suryo kita berangkat.”Kemudian mereka bertiga naik ke mobil yang dikemudikan oleh Pak Suryo menuju ke Plaza Senayan yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah Almira.Mereka tidak sadar ada sepasang mobil yang mengikuti mereka dalam jarak yang cukup... hingga tidak akan menarik perhatian.Sesampai di Plaza Senayan mereka bertiga turun, sementara Pak Suryo akan menunggu sampai sang Nyonya muda mengirim pesan padanya untuk dijemput di lobi.Bintari dan Saraswati begitu senang hingga mereka berjalan sambil melompat-lompat kegirangan.Ternyata, begitu sederhana membahagiakan mereka, dan terlihat sekali kalau mereka jarang bermain di luar rumah. Seketika Almira merasa sangat bersalah.'Mulai saat ini, aku akan berjuang untuk membahagiakan mereka.' Almira menegur diri sendiri.Agenda mereka kali ini adalah bermain di playground. Dua anaknya begitu aktif lari ke sana-sini seolah tidak kenal lelah. Hingga pada suatu ketika, saat Almira sedang memegang Saras yang berjalan di atas jembatan, tiba-tiba terdengar tangis Binta. Almira berpaling dan melihat Binta. Anaknya itu tengah menaiki sebuah mobil mainan, tetapi terlihat menabrak sepeda anak lainnya."Sayang kenapa? Ada yang sakit?” Almira menghampiri Binta. Namun, tangisan bocah itu bukannya berhenti malah semakin keras.Almira makin cemas dan... heran! Tidak biasanya Binta menangis dan sulit untuk didiamkan.Namun, ketika melihat arah pandangan Binta, juga permintaan bocah itu yang terputus-putus, Almira diliputi perasaan yang serba salah."B-Binta mau beli Daddy,” kata bocah itu berulang kali.Almira berjongkok di depan Binta masih sambil mengendong Saras. "Mommy gendong aja ya, Sayang?"Binta menggeleng masih sambil menangis. Rayuan Almira kali ini tidak berefek apa pun untuk bocah satu itu."Binta mau da-ddy, Mommy! Sepelti anak i-tu," sambil sesunggukan Binta berusaha berbicara dengan lidah cadelnya.Mendengar tangisan anaknya membuat hati Almira seperti tersayat, apalagi Saras yang melihat kakaknya menangis mulai ikut menangis."Iya, Sayang. Mommy janji nanti Mommy cari ya, yuk sekarang Mommy gendong."Namun, Binta tetap menolak dan masih terus meraung.'Jadi aku harus gimana?' Batin Almira.Di saat dia mulai kebingungan, tiba-tiba Almira merasa ada orang di sebelahnya."Binta mau digendong?"Almira terkejut dan seketika melihat siapa yang bertanya pada Binta."Mr Bastian Navarell?"Binta seketika berhenti menangis dan memandang pria di hadapannya, kemudian si pria tampan kembali bertanya untuk ke dua kalinya, "Binta mau digendong?"Binta langsung berdiri tapi memandang Almira dengan wajah yang masih basah dengan air mata seakan ingin meminta persetujuan.Setitik air mata Almira jatuh bergulir di pipinya, kemudian tanpa sadar Almira mengangguk dan seketika Binta melompat ke pelukan Bastian."Masih mau bermain?" Bastian bertanya kepada Almira dan Almira menggeleng."Binta masih mau main?" kini Bastian bertanya kepada Binta, terlihat Binta menggeleng kemudian membenamkan wajahnya di leher Bastian.Almira merasa dadanya sesak karena melihat Binta yang begitu erat memeluk leher Bastian. Tanpa sengaja, dua orang dewasa itu bertatapan. Tidak lama, kemudian Bastian mengajak mereka keluar dari area playground."Kamu udah makan?" Bastian bertanya pada Almira.Ragu-ragu Almira menggeleng."Kita makan ya?"Kembali Almira menggeleng sambil melihat Binta yang sepertinya mulai mengantuk, mungkin capek bermain dan menangis."Kamu harus makan, ayo!""Kami pulang saja, mumpung Binta sedang tertidur. Nanti kalau bangun susah lepasin pelukannya.""Aku bisa antar kalian pulang, tidak masalah, yang penting kamu makan dulu. Mommynya harus sehat biar bisa jaga anak-anak kan?" ujar Bastian setengah bercanda, ingin terlihat santai padahal dia sedang tegang setengah mati.Bastian awalnya hanya ingin melihat Almira dari jauh, dia masih bingung dengan perasaan asing yang melandanya. Akan tetapi melihat kejadian tadi, Bastian tak lagi bisa menahan hatinya. Meski hatinya berkata untuk tetap melihat dari jauh, nyatanya langkah pria itu justru mendekat menghampiri Almira dan anak-anaknya.Mereka berdua sudah seperti potret keluarga bahagia. Dengan dua anak yang masing-masing tidur di pelukan mereka, keduanya makan dengan tenang."Terima kasih sudah memaksaku untuk makan," ujar Almira dengan wajah malu usai menghabiskan porsi makannya.Nampak Bastian terpana lalu tersenyum. "Sebenarnya karena aku juga kelaparan."Sepertinya Bastian sengaja memberi alasan yang bisa meringankan rasa malu Almira."Maaf merepotkan ," lanjut Almira."Tidak repot sama sekali," jawab Bastian yang jelas terlihat sangat senang bertemu dengan Almira dan kedua anaknya."Sebenarnya tadi mau ke mana?" lanjut Almira bertanya kepada Bastian sambil bangkit berdiri."Aku tadi hanya iseng mampir, mau lihat-lihat aja," jawab Bastian berusaha tenang."Thank you," ucap Almira sekali lagi dengan mata berkaca-kaca.Bastian yang sangat bingung kalau berkaitan dengan air mata awalnya hanya diam saja kemudian reflek dia maju dan merangkul Almira yang masih menggendong anaknya.Setelah tenang, kemudian Almira melepaskan diri dari pelukan Bastian dan menengadah menatap wajah tampan yang hari ini jadi penolongnya."Sekali lagi, terima kasih. Tapi sepertinya, sepertinya mulai jadi kebiasaan.”Bastian hanya termenung, kemudian menggandeng tangan Almira dan berkata, "Jangan dipikirkan, ayo kita pulang."**Sesaat kemudian mereka sudah berhenti di depan sebuah rumah yang cukup besar dengan banyak tanaman dan satu pohon besar di tengah taman.Sebelum mobil masuk garasi mereka semua turun, Saras dalam gendongan Almira dan Binta dalam gendongan Bastian.Bastian berjalan di belakang Almira. Dalam gaun ringan yang begitu pas di tubuh, Almira semakin terlihat menggoda. Masih jelas dalam ingatan Bastian tubuh indah Almira dalam pakaian terkoyak, lalu bayangan indah dibalik kemejanya.‘Sial!’ Bastian berusaha mengalihkan pikirannya dengan memandang ruangan demi ruangan yang mereka lewati.Keduanya sampai di sebuah kamar dengan dominasi warna cat kuning pucat. Di sanalah kemudian mereka menidurkan Binta dan Saras. Awalnya Binta seperti akan terbangun tapi dengan lembut Almira menepuk-nepuk punggungnya hingga Binta kembali terlelap. Kemudian Almira menutup pintu kamar anak-anak lalu mereka berjalan ke ruang tamu.Sepanjang perjalanan Bastian berpikir kira-kira apa yang akan dikatakan oleh Almira. Setelah sampai di ruang tamu, Bastian menghentikan langkahnya dan menatap Almira."Aku pulang dulu," kata Bastian padahal dalam hati dia masih ingin berada bersama Almira."Ehm, Mr Navarell, biar diantar Pak Sur." Almira menawarkan."Tidak usah, driverku nunggu di depan!""Oh baiklah, sekali lagi terima kasih dan hati-hati di jalan."Setengah perjalanan melintasi taman, tiba-tiba Bastian berbalik, berjalan kembali menuju Almira dan berhenti di hadapannya. "Apa aku boleh mampir lagi?" tanya Bastian pelan.Lama Almira menatap wajah Bastian seakan sedang mengalami pertarungan batin."Sebaiknya... jangan," kata Almira lirih."Karena?" Kembali, Bastian bertanya kali ini sambil tidak melepaskan pandangannya pada Almira sedikitpun."Karena memang sebaiknya jangan." Almira menolak menjelaskan hal yang sudah jelas tersirat.Semenarik apapun Bastian, sebesar apapun daya tarik di antara mereka, hubungan mereka TERLARANG.Hanya dengan membayangkan, Almira bisa merasakan panasnya tamparan di pipinya. Almira tidak dibesarkan untuk menjadi orang ke-3 dalam sebuah hubungan."Kalau maksudmu yang terjadi kemarin, aku akan jelaskan.” Pria itu mengambil jeda sesaat. Pandangan matanya kemudian menatap penuh pada manik Almira dan berkata, “Dia sudah akan segera menjadi mantan istri."Almira terbelalak dan tidak menyangka, mereka yang terlihat baik-baik saja ternyata sedang dalam proses perceraian.Melihat Almira yang cukup terkejut, Bastian seakan mendapat angin segar. Pria itu pun kembali bertanya, "Jadi, gimana? Boleh aku mampir lagi ke sini?""Ceritanya panjang, yang pasti sejak kalian meninggalkan pantai, aku menemukan orang tua yang termenung dengan laptop terbuka yang berhiaskan wajahmu.""Aku menyewa agent untuk mengikuti orang itu, dan setelah mendapat alamat yang pasti aku datang, aku tidak bertemu tapi ternyata orang tua itu adalah Mr Philip."Saat itu telepon seluler Almira berbunyi.Almira menyalakan speakernya."Bagaimana keadaan di sana, Al?" tanya Samuel."Sudah beres Sam," jawab Almira."Syukurlah, aku akan kabari Aydan." "Tidak usah, aku sudah menghubunginya." Sela Bastian."Kok kamu nggak hubungi aku, Bast?" "Kamu tahan jarimu lima detik saja, pasti aku yang lebih dulu meneleponmu, lagian kenapa juga kamu telepon istriku dulu bukan aku?" Terdengar tawa Samuel membahana."Al, kamu dengan siapa sekarang?""Dengan_""Dengan suaminya yang sah! Kamu nggak usah mencemaskan istri orang Sam, cari istrimu sendiri!"Sambil tersenyum Almira menyuruh Samuel berbicara dalam bahasa Inggris."Buset galak banget, untun
Sepeninggal anak-anaknya, mereka berdua termenung, Mrs Philip hanya ingin mengatakan kebenaran setelah itu dia akan melanjutkan hidupnya, selagi dia masih mampu meninggalkan pria yang sudah menemaninya selama 39 tahun kehidupan perkawinan mereka."Aku tidak mengatakan siapa ayah Bastian, bukan karena aku mencintai pria itu kalau aku melindunginya darimu, juga bukan karena aku ingin menyembunyikan identitasnya, tapi karena aku tidak tahu siapa dia!" Mrs Philip memulai pengakuan yang sudah lama ingin diungkapkannya tapi tidak pernah dia menemukan keberanian untuk itu.Nampak Mr Philip terkejut luar biA mendengar penuturan istrinya."Bagaimana mungkin kau tidak tahu siapa pria yang bersamamu? Kalian harus _""Dengarkan aku!" Mrs Philip memotong kalimat suaminya, dia ngeri jika harus mendengar tuduhan tambahan yang makin menambah nyeri di hatinya. "Saat kita bertengkar hebat dan kita berpisah, aku berusaha bertahan, tapi aku semakin gila berhari-hari di rumah, akhirnya aku keluar,
Setelah Perjalanan udara yang cukup melelahkan selama hampir 22 jam, ditambah 1 jam perjalanan darat akhirnya Almira dan Bastian sampai di hotel.Mereka chek in hampir jam 22.00 waktu Indonesia, di Prancis baru jam 4 sore.Setelah selesai beristirahat yang bener-bener beristirahat, Almira segera bangun dan bersiap untuk pergi ke rumah orang tua Bastian.Bastian sengaja memilih hotel yang paling dekat dengan rumah orang tuanya agar Almira gampang pulang pergi dari hotel."Dad, aku pergi sekarang aja, biar nggak terlalu lama.""Kalau Mom minta kamu menginap gimana, Ra?"Almira berpikir kayaknya nggak mungkin dia menginap."Ternyata curhat aja bisa sampai sejauh hampir 13.000 kilometer, Ra!"Almira tersenyum tipis, kemudian mencium Bastian mesra, ingin Almira menjawab ini bukan curhat biasa, tapi tidak ada satupun kalimat yang keluar dari bibirnya."Ra, kalau Mom nggak ada langsung kamu telepon aku ya!""Iya Dad, udah bobok lagi!""Malas sendirian, Ra.""Daddy mau ke mana?""Di bar and
Hari sudah terang, anak-anak sudah berangkat ke sekolah, saat Bastian terbangun, Bastian merasa heran kenapa dia bangun dengan perasaan yang tidak enak.Setelah terdiam dan mengingat beberapa lama Bastian tahu apa yang membuat hatinya susah, nanti siang istrinya akan terbang ke Prancis, meninggalkannya dan anak-anak di Indonesia.Bastian bergegas bangun, masuk ke kamar mandi.Sepuluh menit kemudian Bastian sudah siap turun dan mencari istrinya.Mencari kemana-mana, Bastian belum juga menemukan istrinya, akhirnya Bastian ke dapur, nggak ada juga."Ning, ibu dimana?"Ning melihat majikannya, kemudian seperti berpikir."Ibu nggak bilang mau kemana Tuan, tadi sih di ruang adik baby, habis itu ke mana saya kurang tahu Tuan, saya cari dulu Tuan." Ning bergegas akan mencuci tangannya.Bastian langsung sadar, dia belum mencari ke ruang baby."Nggak usah Ning, kamu lanjutin aja kerjaanmu," kata Bastian sambil berjalan meninggalkan Ning di dapur.Kemudian Bastian menuju ruang baby, dan menemuk
"Oke, aku akan mencarikan tiket pesawat secepatnya." Kemudian Bastian menelepon Vanya, untuk memesankan pesawat untuk Almira secepatnya berangkat ke Prancis. "Pakai maskapai biasanya, Sir?" tanya Vanya. "Sewa pesawat saja, yang paling cepat, satu dari tiga yang biasa kita pakai, yang sudah terbukti bagus, jangan yang lain!" Perintah Bastian. 'Tiap kali ada masalah mendesak baru aku terpikir untuk membeli pesawat, coba sudah direalisasikan, nggak bingung kayak sekarang,' batin Bastian. Tidak berapa lama, kembali Vanya menelepon,"Mr Navarell, mereka semua full untuk hari ini, kalau besok siang ada satu yang kosong!" "Oke, langsung deal ya, urus semua, thank you!" "Yes, Sir!" jawab Vanya dengan semangat. Bastian meletakkan telepon lalau menghadap istrinya. "Ra, yang paling cepat bisa kita dapatkan, besok siang, ok?" Almira menganggukkan kepalanya, ada binar samar di matanya, juga ada sorot lain yang Bastian tidak bisa menterjemahkannya. "Ra, ini terakhir kamu pergi t
Bastian kembali dari menjenguk anaknya, wajahnya berbunga-bunga seakan ada beban yang terangkat dari hatinya.Dia ingin putranya cepat besar, agar dia bisa mengajarkan segala yang dulu dia impikan, dia ingin membimbing anaknya, bersorak dan menangis bersama, dia tahu waktu itu akan tiba, tidak sabar rasanya membuat itu segera jadi kenyataan.Saat itulah, Bastian melihat Samuel sedang menunduk, termenung di ruang tunggu, dia kira Samuel sudah pulang."Aku kira tadi kau sudah pulang, Sam!"Samuel kaget mendengar suara Bastian."Aku tadi makan siang, ini aku bawakan untukmu, kebetulan mereka menjual masakan kesenanganmu.""Mau nyogok?""Apa nyogok?" tanya Samuel."Suap, praktek suap ada undang-undang nya lho." "Nggak, aku inget aja kamu suka, nggak mau ya aku kasih Almira, siapa tahu dia mau... bahkan kalaupun dia nggak mau, untuk menjaga perasaan orang lain dia akan bilang mau." Panjang lebar Samuel membahasnya."Almira itu istriku, Sam!"Seketika Samuel tertawa keras-keras.Setelah t