Di tahun ketiga pernikahannya dengan Adrian Pranadipa, Shanaya Wirajaya akhirnya mengetahui siapa wanita yang sebenarnya dia cintai. Wanita itu adalah kakak iparnya. Di malam kematian sang kakak, Adrian sama sekali tidak peduli pada Shanaya yang berdiri di sampingnya, dan malah menjadi tameng hidup untuk kakak iparnya menerima tamparan telak. Shanaya sadar, alasan Adrian menikahinya hanyalah karena dia cukup penurut dan tahu diri. Dan kenyataannya, dia memang sangat tahu diri. Tahu diri sampai-sampai urusan perceraian pun tidak sampai mengusik Adrian sedikit pun. Adrian tidak tahu bahwa dia sudah memegang surat cerai. Adrian tidak tahu bahwa dia hampir menikah dengan pria lain. Di hari ketika Shanaya berhasil mengembangkan obat mujarab untuk kanker, seluruh dunia bersorak memujinya. Hanya Adrian yang berlutut dengan satu kaki, mata memerah penuh penyesalan memohon, "Shanaya, aku salah... bisakah kamu menoleh sekali saja kepadaku?" Dia dulunya adalah pria sempurna, lembut dan terhormat, mana mungkin dia bisa salah? Shanaya melangkah mundur. Di saat yang sama, pria yang dikenal sebagai sosok paling berkuasa, dingin, tak tersentuh, dan sulit didekati, menarik pinggangnya dengan mantap. Suara beratnya menggema, tegas dan penuh otoritas. "Maaf, dia sudah mau menikah. Dengan aku."
Lihat lebih banyakAdrian sangat sibuk.Sibuk sampai lupa kalau dirinya masih punya istri.Shanaya menarik napas sejenak, lalu kembali menatapnya. "Bagaimana kamu tahu?""Menebak saja."Melihat dia bahkan tidak berniat membantah, Adrian sama sekali tidak terkejut. Akan tetapi, entah kenapa, dadanya terasa sesak seperti ditekan busa, bahkan napasnya pun terasa sulit.Shanaya tersenyum tipis. "Aku kira kamu tidak akan menyadarinya."Adrian menatapnya lekat-lekat. Rasa sesak itu membuat keningnya mengerut. "Aku sebegitu buruknya?""Kamu sangat baik."Lengkung senyum di bibir Shanaya makin dalam. "Tapi itu hanya di depan Bianca."Adrian bukan suami yang baik.Namun, dia kekasih yang baik.Shanaya mengucapkannya dengan sungguh-sungguh. Namun, di telinga Adrian, kata-kata itu terdengar seperti sindiran.Dia mengembuskan napas kasar, berusaha meredakan sesak di dadanya. "Aku akan segera suruh dia pindah.""Pada saat itu, aku akan menjemputmu pulang.""Kita lihat saja nanti."Shanaya tersenyum samar, tanpa menga
Adrian tiba-tiba menoleh menatapnya, sorot matanya tajam dan tak berkedip. "Juga? Siapa lagi yang nama panggilannya Nana?"Nana adalah nama panggilan yang sangat umum.Wajar saja kalau ada yang kebetulan punya nama sama.Namun, tatapan Adrian pada Shanaya begitu mendesak, sampai-sampai membuat Shanaya sedikit waspada.Shanaya menundukkan kepala, menyembunyikan emosinya. "Tidak ada, hanya merasa nama itu sangat umum."Hari ini dia baru saja melihat seberapa besar Adrian melindungi Bianca.Jika Adrian tahu bahwa Bianca pernah merundung dirinya.Kemungkinan besar reaksi pertama Adrian adalah membela Bianca.Bahkan bisa saja Bianca memutarbalikkan keadaan dan memfitnah dirinya.Terlebih lagi, dia sendiri pun belum sepenuhnya yakin dengan apa yang sebenarnya terjadi.Namun, liontin pelindung ini...Shanaya menggigit bibir, menatap Adrian dengan wajah tanpa cela. "Adrian, desain liontin ini cukup unik. Boleh pinjam beberapa hari? Aku ingin meminta temanku yang desainer perhiasan membuat satu
Adrian membelai ujung jarinya, alisnya sedikit berkerut. "Dia juga hanya panik sesaat.""Panik sesaat atau memang sengaja, bukankah kamu sudah tahu jawabannya?"Shanaya mengagumi kemampuannya dalam menipu diri sendiri.Dia menatap pria itu dengan mata bening yang tak menyembunyikan apa pun. Pada akhirnya, Adrian pun menyerah, tampak sedikit pasrah. "Shanaya, soal ini memang dia yang kelewatan. Aku bisa menggantinya dan minta maaf padamu…"Baru separuh kalimat terucap, ponsel yang diletakkan di atas meja berbunyi.Shanaya tak perlu melihat layar untuk tahu siapa yang menelepon. Cukup melihat ekspresi Adrian yang tampak tak berdaya, dia sudah bisa menebaknya, panggilan dari Bianca."Maaf, aku angkat sebentar."Shanaya tersenyum tipis. "Silakan."Dibawa makan, diundang untuk meminta maaf, tetapi bahkan sebelum hidangan datang, dia sudah sibuk menerima telepon dari si biang kerok.Benar-benar tidak ada yang menyenangkan."Bu, Bu?"Pelayan memanggil dua kali barulah Shanaya kembali sadar. D
Shanaya tidak benar-benar mengerti maksud ucapan itu.Namun, suasana di dalam lift terasa canggung bahkan terlihat jelas dengan mata telanjang.Shanaya melihat ekspresi tak nyaman di wajah Adrian, bahkan sempat ingin tertawa. Tapi saat mengangkat kepala, dia justru berpapasan dengan tatapan lurus Lucien."Bu Shanaya, proyeknya tidak sibuk? Sampai tidak perlu lembur?"Satu serangan tanpa pandang bulu untuk semua orang.Kalimatnya, baik yang terang-terangan maupun tersirat, semuanya penuh dengan gaya seorang kapitalis sejati.Seolah ingin semua orang bekerja lembur seperti kuda beban.Shanaya pun kehilangan keinginannya untuk tertawa. Dengan nada formal, dia menjawab, "Pekerjaan yang tersisa bisa dilanjutkan di rumah.""Oh."Lucien mengangguk seakan berpikir dalam. "Kalau sudah jatuh cinta, pulang kerja masih semangat untuk menyelesaikan tugas?"Shanaya terdiam sejenak, lalu tersenyum samar, tidak menjawab secara langsung.Shanaya termasuk orang yang jarang merasa canggung.Akan tetapi s
Seluruh proyek ini, setiap orang punya andil.Dirga meminta mereka semua ke aula untuk mengambil teh sore. Shanaya pun ikut pergi karena tahu pentingnya membaur.Tak disangka baru saja sampai, dia sudah ditarik oleh Nayla."Shanaya, semalam kamu baik-baik saja? Pak Lucien memang kadang bicaranya begitu. Jangan terlalu dipikirkan, ya.""Aku... baik-baik saja."Shanaya sedikit terkejut, tidak yakin dengan maksud Nayla. "Terima kasih untuk teh sorenya."Jelas-jelas Lucien sudah menunjukkan ketidaksukaannya padanya.Namun, kenapa Nayla masih begitu ramah?"Kenapa harus segan begitu?"Nayla tersenyum, lalu melirik ke arah tiga pria dari tim pengobatan tradisional dan langsung memberi teguran. "Kalian jangan karena Shanaya perempuan, lalu menganggap dia sepele.""Dalam pekerjaan, harus saling bekerja sama dengan baik.""Bu Nayla."Shanaya merapatkan bibir, berkata pelan, "Sebenarnya kamu tidak perlu memperlakukanku seperti adik terus-menerus. Hubunganku dengan Pak Lucien tidak seperti yang k
Shanaya datang bersama dua orang polisi menuju ruang monitor, Davin sudah menunggu di sana.Setelah melihat rekaman, ekspresi para polisi berubah-ubah. "Nyonya Pranadipa, mohon tunggu sebentar...""Baik."Shanaya mengangguk. Salah satu polisi segera keluar ruangan dan menelepon seseorang.Tak lama kemudian dia kembali dan menatap Shanaya. "Nyonya Pranadipa, kasusnya telah dicabut. Rekaman... tidak perlu kami salin."Siapa yang menginginkan itu, sudah jelas tanpa perlu dijelaskan.Davin benar-benar tidak menyangka Adrian bisa sampai sebodoh itu.Hal ini pun membuktikan apa yang pernah dikatakan oleh guru mereka.Pria ini, luar dan dalam, sama sekali tidak pantas untuk Shanaya!Shanaya tidak tampak terkejut sama sekali. "Aku mengerti. Omong-ngomong, apakah aku bisa menuntut Bianca atas pencemaran nama baik?""Nyonya Pranadipa..."Salah satu polisi tampak canggung, tetapi tetap menjelaskan secara profesional, "Itu... agak sulit untuk dibuktikan di pengadilan."Apa yang membuatnya sulit di
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen