1983 Hari itu adalah hari yang sangat istimewa bagi Miranti. Perempuan cantik yang bekerja sebagai penyanyi di cafe Asmara. Sebuah cafe mewah yang terletak di Kota Surabaya. Pasalnya, pada hari itu Miranti melangsungkan pernikahannya dengan seorang pengusaha sukses. Setelah berpacaran selama satu tahun, akhirnya mereka telah sah menjadi pasangan suami istri. Setelah melakukan ijab kabul, resepsi pernikahan yang mewah berlangsung meriah. Terlihat sepasang mempelai duduk diatas kursi pelaminan. Senyum terpancar tiada henti hentinya dari keduanya. Miranti terlihat sangat cantik dengan riasan diwajahnya. Berbagai aksesoris melengkapi riasan ditubuhnya, seperti: paes, cunduk menthul yang berjumlah 7 buah, gunungan, centhung, konde, anting, kembang melati, dan anting. Sedangkan untuk pakaiannya, mempelai wanita memakai pakaian berwarna hitam dengan sulaman benang emas. Dan kain jarik bermotif batik dibagian bawah. Mempelai pria yang baru saja resmi menjadi suami Miranti, terlihat s
Begitu mengetahui suaminya diam tidak bergerak, Miranti berlari kearah pintu kamarnya. Dia pun langsung membuka pintu itu. "Tolooonnnggg.....!!!" Teriaknya dengan keras. Mendengar teriakkan dari arah kamar tidur Miranti, beberapa orang yang berada didalam rumah berlari menuju kamar Miranti. Termasuk seorang perempuan berumur setengah abad itu. Dia berlari kearah kamar anak satu-satunya yang sangat dicintainya. Begitu sampai didepan pintu kamar anaknya, perempuan itu sudah melihat tiga orang sudah berkerumun didepan pintu. "Ada apa Mira?" Tanya ibunya Miranti. "Mas Bondan Bu! Mas Bondan!!" Teriak Mira. "Bondan kenapa Mira?" Tanyanya. Tanpa menjawab pertanyaan ibunya, Mira berlari kedalam kamarnya sambil menangis. Ibunya Mira dan ketiga orang lainnya ikut menyusul Mira masuk kedalam kamarnya. "Ya Allah!!! Apa yang terjadi dengan suamimu, Mira? Seru ibunya Miranti. "Sehabis Kami makan dan minum, tiba-tiba Mas Bondan seperti tercekik kesakitan!" Balas Mira sambil menan
Setelah Pak Suwito menyuruh dalang dan seluruh pemain gamelan untuk menghentikan pertunjukannya, Pak Suwito berbicara kepada seluruh warga yang menonton pertunjukan wayang kulit. "Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Salam Pak Suwito. "Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab sebagian besar warga yang menonton. "Saya mewakili Pak Jatmiko beserta keluarganya, memohon maaf kepada seluruh warga yang sedang menyaksikan pertunjukan wayang kulit. Saya mengumumkan bahwa pertunjukan wayang kulit tidak dilanjutkan lagi, dikarenakan sebuah insiden telah terjadi dengan keluarga Pak Jatmiko. Oleh karena itu, Saya harap seluruh warga bisa kembali ke rumahnya masing-masing. Atas perhatiannya Saya ucapkan terima kasih. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Salam Pak Suwito. Mendengar pemberitahuan kalau pertunjukan wayang kulit tidak dilanjutkan, seluruh warga yang sedang duduk diatas tikar, bergegas bangkit berdiri dan pergi meninggalkan halaman rumah Pak Jatmi
Agustus 1968 Setelah kepergian kedua orang tua dan saudaranya, bocah laki-laki yang berumur 10 tahun itu, tinggal bersama om dan tantenya yang mempunyai seorang anak perempuan berumur tiga tahun. Hari-hari pertama anak laki-laki yang bernama Ricky, tinggal bersama mereka, om dan tantenya terlihat sangat menyayangi Ricky seperti menyayangi anaknya sendiri. Namun lambat laun, sifat asli mereka pun terbuka. Sekarang di rumah Ricky tidak ada seorang pembantu rumah tangga, dengan alasan menghemat biaya pengeluaran. Tiap hari tugas yang harusnya dikerjakan oleh pembantu rumah tangga, sekarang hampir semuanya harus dikerjakan oleh Ricky. Sebelum berangkat sekolah Ricky harus mencuci piring, menyapu, dan mengepel lantai rumah dua lantai peninggalan kedua orang tuanya. Sedangkan sehabis pulang sekolah, Ricky harus mencuci pakaian milik om, tante, dan anaknya. Untuk masalah makan, Ricky hanya dijatah makan sehari hanya dua kali, pagi dan malam. Ricky juga tidak pernah dikasih uang sak
Malam itu, sepulang dari panti pijat miliknya, Ricky mengayuh sepedanya dengan cepat menuju suatu tempat. Didepan sebuah rumah yang tidak asing lagi bagi Ricky, Dia memarkirkan sepedanya didepan pintu gerbang. Perlahan Ricky membuka pintu gerbang dan berjalan menuju pintu depan rumah itu. Sesampainya didepan pintu, Ricky memencet bel yang berada disamping pintu. Tiiinnggg....tooonnggg.... "Ya sebentar!" Seru seorang perempuan dari dalam rumah. Tidak berapa lama, pintu depan rumah itu terbuka dengan perlahan. Ketika pintu itu terbuka, terlihat seorang perempuan berparas cukup cantik berdiri dibalik pintu. Umurnya sekitar 20 tahun. "Selamat malam Mba. Pak Bagyo ada?" Tanya Ricky tersenyum. "Bapak sama Ibu lagi pergi kondangan ke Jember. Paling pulangnya sebentar lagi." Jawab perempuan itu. "Saya teman kerjanya Pak Bagyo. Ada urusan penting yang harus Saya sampaikan malam hari ini juga!" Ucap Ricky. "Kalau begitu, silahkan masuk Mas!" Balas perempuan itu. Lalu melangkah m
Setelah kepergian Ricky dari rumah miliknya yang sekarang menjadi milik Pak Subagyo, Anita berdiam diri meratapi nasib buruk yang menimpa dirinya. Pada saat jam dinding menunjukkan pukul 10.27 WIB, sebuah mobil sedan berwarna biru berhenti di carport rumahnya Anita. Tidak berapa lama, dua orang turun dari dalam mobil itu. Yang satu adalah seorang lelaki berumur 55 tahunan. Pada rambut dan kumisnya sudah terlihat cukup banyak ubannya. Sedangkan orang yang turun dari mobil sebelah kiri adalah seorang perempuan yang wajahnya lumayan cantik. Berusia sekitar 50 tahunan. Perempuan itu memakai kebaya berwarna merah. Rambutnya yang hitam, disanggul dibagian belakang. Perempuan itu berjalan menuju pintu depan rumahnya. Sedangkan lelaki yang bukan lain adalah suaminya, membuka pintu garasi yang terbuat dari besi. Setelah berhasil membuka pintunya, lelaki itu memasukkan mobilnya kedalam garasi. "Anita!!! Dimana Kamu Nak?" Tanya perempuan itu ketika masuk kedalam rumah. Perempuan itu pu
Pagi itu terlihat seorang laki-laki yang bukan lain adalah Pak Subagyo sedang sarapan pagi. Tiba-tiba seorang perempuan yang bukan lain adalah istrinya, datang menghampirinya dengan membawa secangkir kopi hitam. "Pak, kok tumben sekali Anita belum keluar dari kamarnya, ya!" Tanya Bu Hartati. "Coba bangunkan Bu! Siapa tahu masih tidur!" Perintahnya. "Iya Pak." Balasnya. Bu Hartati pun berjalan menuju kamar anak satu-satunya, yang berada di lantai dua. Tokkk...tokkk...tokkk... "Anita! Bangun Nak, sudah siang!" Seru Bu Hartati begitu berdiri didepan pintu. Setelah menunggu beberapa saat, namun perempuan itu sama sekali tidak mendengar jawaban dari dalam kamarnya. Perempuan itu pun kembali berseru. "Anita!! Kamu mau kuliah apa tidak?" Serunya. Seperti sebelumnya, sama sekali tidak terdengar jawaban dari dalam kamar Anita. Dengan perasaan takut dan khawatir. Perempuan itu pun memegang handle pintu dan menekannya kearah bawah. Tapi ternyata pintu itu tetap tidak terbuka. Bu H
Pagi itu, selesai mandi dan berpakaian, Ricky keluar dari dalam kamarnya. Dia berjalan menuju ruang makan. Ketika sampai didepan meja makan, Ricky melihat dua orang perempuan sedang duduk menikmati sarapan pagi. "Sarapan sama apa Nov?" Tanya Ricky. "Nasi goreng buatan Kinan! Jadi rasanya tidak diragukan lagi!" Balas perempuan disebelah kanan, yang bernama Novi. "Enak nih, Buatan Kinan! Kalau buatanmu Nov, rasanya mengecewakan!" Canda Ricky sambil tertawa. "Ih Ricky! Masakanku juga enak kali!" Balas Novi cemberut. Sedangkan perempuan disamping kirinya yang bernama Kinan, hanya tersenyum. Ricky pun mengambil piring dan sendok yang berada di rak piring. Lalu mengambil nasi goreng yang berada didalam wakul yang terbuat dari aluminium. "Nov, salonmu ramai tidak?" Tanya Ricky. Lalu makan sesuap nasi goreng. "Alhamdulillah sekarang ramai terus, Rick. Sampai Aku kecapaian! Panti pijatmu bagaimana? Sudah banyak pelanggannya kan?" Tanya Novi. "Alhamdulillah sudah banyak pelang