Share

Bab 2

Suara dering telpon dari gawai milik Rajasa, lama-kelamaan mengusik ketenangannya, yang sedang menghadiri acara resepsi pernikahan seorang rekan bisnisnya.

"Siapa Pa?" tanya sang istri---Ningrum saat suaminya mengeluarkan benda pipih dari balik saku celananya.

"Dewa, Ma," jawabnya membaca nama yang tertera pada layar handphonenya.

"Ada apa?"

"Entahlah Ma, tapi sedari tadi memang nelpon terus, tapi Papa abaikan, setelah Papa cek baru tau kalau Dewa yang telpon."

"Coba di angkat, barangkali ada yang penting, kalau nggak penting, jarang-jarang kan anak itu telpon," sahut Ningrum

Gegas, Rajasa melipir kesudut ruangan yang ramai tersebut, lalu menekan tombol hijau pada layar ponselnya, panggilan dengan Dewa pun tersambung.

Ningrum menyusul sang suami, saat ia melihat perubahan raut wajah suaminya, dan memasang telinganya untuk mendengar percakapan dua orang laki-laki yang disayanginya itu.

[Apa? Dipaksa menikah? Kok bisa Dewa.]

Rajasa terkejut, hingga tanpa sadar ia menaikan satu oktaf nada suaranya, untung saja keadaan ramai disekitarnya saat itu, hingga membuat khalayak ramai disekitarnya, tak mendengar dengan jelas apa yang dikatakan lelaki berusia setengah abad lebih itu.

"Pa, ada apa Pa?" tanya Ningrum bingung, melihat reaksi suaminya, "Siapa yang dipaksa menikah?" sambungnya lagi dalam tanya.

"Sssttt." Rajasa memberikan kode, agar istrinya diam sejenak.

[Jadi sekarang gimana?]

[Papa buruan nyusul saya ke desa Tirto ya, kerumah Pak Dukuhnya, nanti saya sharelock]

Jawab Dewa, terdengar panik dari sebrang telpon.

[Oke, Papa langsung kesana.]

[Saya tunggu ya Pa.]

Panggilan berakhir.

"Ma, kita pergi sekarang juga menyusul Dewa, sepertinya dia lagi dalam masalah hingga dipaksa menikahi seorang gadis." Rajasa lalu menarik tangan istrinya kasar, hingga membuat pergelangan tangan wanita paruh baya itu sedikit kesakitan.

Ningrum terhenyak, "Dipaksa menikah? Kok bisa sih Pa, gimana ceritanya," sahutnya, langkah kakinya lebar-lebar, karena mengekor dibelakang sang suami yang menariknya.

"Entahlah Ma, kita buruan saja kesana, nanti biar Dewa yang menjelaskan."

Sesampainya di mobil, Rajasa meminta Basuki---supir pribadinya, untuk melajukan mobilnya dengan cepat menuju lokasi yang telah di share oleh Dewa.

Dan kurang lebih tiga puluh menit kemudian, mereka telah tiba di lokasi itu, rumah Kepala Dukuh.

Mobil yang membawa kedua orang tua Dewa kini menjadi pusat perhatian dari seluruh warga yang sedang berkumpul ditempat itu.

"Pa, kenapa warga ramai sekali orang berkumpul disini, Mama jadi takut, apa sebenarnya yang terjadi pada Dewa, Pa. Beneran Dewa disini?" Ningrum yang mulai resah dan gelisah memberondong suaminya dengan berbagai pertanyaan.

"Turun saja dulu Ma, kita lihat apa yang sebenarnya terjadi. Papa juga nggak tahu ada apa omi sebenarnya. ayok," ajak Rajasa menggenggam tangan istrinya erat.

Ningrum menahan tangan suaminya agar tak beranjak dari tempatnya, "Tunggu Dewa datang saja Pa, baru kita turun, Mama takut, Pa."

Rajasa menggangguk setuju, lalu mengirim pesan pada Dewa, mengabarkan jika kedua orang tuanya telah tiba di lokasi yang telah di share olehnya.

Lelaki itupun kemudian menghampiri kedua orang tuanya, masih dengan bertelanjang dada, dengan raut wajah panik dan cemas, yang terpampang nyata. Tubuhnya dan celananya yang tadinya basah kini mulai mengering, menyisakan hawa dingin menyelimuti tubuhnya.

"Dewa, kamu ngapain? Kenapa Nak? mana bajumu. Ya Allah Dewa," cerca Ningrum mengiba, melihat kondisi anaknya yang hanya memakai celana pendek khusus pesepeda, hanya dari balik jendela mobilnya.

"Tenang ... Mama tenang dulu, ini nggak seperti yang Papa dan Mama bayangkan. tapi, untunglah Papa dan Mama sudah datang," ucap Dewa terlihat lega.

"Apa apa Dewa?" tanya Papanya cepat.

"Kita turun saja Pa, Ma, akan aku jelaskan di dalam." ajak Dewa yang kemudian diikuti oleh kedua orangtuanya.

"Owalah ini toh orang tuanya, datang juga akhirnya, sudah nggak usah berlama-lama nikahkan saja mereka secepatnya." teriak seorang warga di luar rumah Pak Dukuh.

"Mentang-mentang orang kaya, seenaknya aja mau berbuat mesum di kampung orang lain," timpal warga lainnya.

"Saking ngebetnya mungkin kali ya sampai-sampai melakukan kaya gitu di pinggiran sawah, bukannya nyewa hotel aja kek, dasar pelit." komentar warga lainnya lagi.

"Buruan nikahkan saja mereka Pak Dukuh sebelum desa kita ini terkena bencana."

"Iya nikahkan saja mereka Pak Dukuh."

Mendengar teriakan warga jujur membuat hati Ningrum semakin tak karuan, sejuta tanya dalam benaknya mulai timbul, sebenarnya apa yang dilakukan Dewa hingga warga disini begitu murka.

"Ya Allah, ujian apa yang akan engkau berikan pada hambamu ini," rintih Ningrum dalam hati.

Warga yang terus saja meneriaki dan menghujat anaknya dengan kata-kata yang sangat kasar, seketika membuat mental Ningrum mulai down, dan bagai dihujani ribuan batu, seketika tubuhnya lemas dan tak bertenaga, kakinya pun tak dapat lagi menopang lagi beban berat tubuhnya, hingga akhirnya.

Brug.

Ningrum kehilangan kesadarannya, dan Pingsan.

Dewa, dibantu Rajasa menggendong tubuh lemas sang Mama, kemudian memasukkannya kedalam rumah kepala Dukuh Paino, sesuai perintah sang pemilik rumah.

Selang beberapa lama kemudian, aroma khas minyak kayu putih yang menyeruak memenuhi indra penciuman Ningrum, membuat wanita tersebut mengerjapkan matanya perlahan, lalu mengedarkan pandangannya, sembari mengumpulkan kesadarannya.

Dan pertama kali yang ia lihat adalah seorang gadis berhijab yang tengah menangis dalam pelukan seorang wanita yang sepertinya, tak jauh usinya dari Ningrum.

Gadis itu terisak, wajahnya sendu, namun dari matanya Ningrum bisa menangkap sosok keibuan dari gadis itu, sorot matanya pun teduh dan menenangkan meskipun saat ini netranya telah menganak sungai, hingga membasahi pipinya.

Ningrum masih terus memandangi gadis itu, yang semakin lama ia lihat, gadis itu mempunyai daya tarik tersendiri.

Sedang dari arah luar, Ningsih masih bisa mendengar dengan jelas, suara teriakan beberapa warga yang terus saja menuntut anaknya untuk segera menikah.

"Alhamdulillan, Mama sadar juga." Rajasa lega.

Ningsih menoleh pada asal suara, beliau sepertinya telah menemukan kesadarannya.

"Pa ... papa, mana Dewa Pa, ada apa ini, kenapa ... kenapa mereka tiba-tiba meminta Dewa menikah. menikah dengan siapa? Dan Dewa, apa benar kamu telah melakukan mesum Nak?" cerca Ningrum, membangunkan sedikit badannya hingga setengah duduk.

Namun belum juga sempat menjawab, Pak Dukuh tersebut, meminta pada seorang wanita yang berada persis disamping Ningrum untuk memberikannya teh terlebih dulu, agar tak begitu lemas.

"Minum dulu Bu," wanita yang ternyata diketahui adalah istri dari Dukuh tersebut mengulurkan secangkir teh pada Ningrum.

Merasa segan, Ningrum pun mengambilnya lalu menyesapnya perlahan-lahan, hingga menyisakan setengah gelas.

"Jadi gimana Pa? Dewa? Apa yang sebenarnya terjadi?" paksa Ningrum setelah meletakkan gelas tadi di atas meja dihadapannya.

"Ma, Dewa harus segera menikah, sekarang juga."

"Menikah dengan siapa Pa. Papa jangan asal. menikah hanya sekali seumur hidup, bukan untuk mainan! Kenapa Dewa harus menikah sekarang juga?" seru Ningrum hingga membuat seluruh warga mendengar ucapannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status