Share

Bab 2

Penulis: Riyana Iyung
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-10 11:30:09

Suara dering telpon dari gawai milik Rajasa, lama-kelamaan mengusik ketenangannya, yang sedang menghadiri acara resepsi pernikahan seorang rekan bisnisnya.

"Siapa Pa?" tanya sang istri---Ningrum saat suaminya mengeluarkan benda pipih dari balik saku celananya.

"Dewa, Ma," jawabnya membaca nama yang tertera pada layar handphonenya.

"Ada apa?"

"Entahlah Ma, tapi sedari tadi memang nelpon terus, tapi Papa abaikan, setelah Papa cek baru tau kalau Dewa yang telpon."

"Coba di angkat, barangkali ada yang penting, kalau nggak penting, jarang-jarang kan anak itu telpon," sahut Ningrum

Gegas, Rajasa melipir kesudut ruangan yang ramai tersebut, lalu menekan tombol hijau pada layar ponselnya, panggilan dengan Dewa pun tersambung.

Ningrum menyusul sang suami, saat ia melihat perubahan raut wajah suaminya, dan memasang telinganya untuk mendengar percakapan dua orang laki-laki yang disayanginya itu.

[Apa? Dipaksa menikah? Kok bisa Dewa.]

Rajasa terkejut, hingga tanpa sadar ia menaikan satu oktaf nada suaranya, untung saja keadaan ramai disekitarnya saat itu, hingga membuat khalayak ramai disekitarnya, tak mendengar dengan jelas apa yang dikatakan lelaki berusia setengah abad lebih itu.

"Pa, ada apa Pa?" tanya Ningrum bingung, melihat reaksi suaminya, "Siapa yang dipaksa menikah?" sambungnya lagi dalam tanya.

"Sssttt." Rajasa memberikan kode, agar istrinya diam sejenak.

[Jadi sekarang gimana?]

[Papa buruan nyusul saya ke desa Tirto ya, kerumah Pak Dukuhnya, nanti saya sharelock]

Jawab Dewa, terdengar panik dari sebrang telpon.

[Oke, Papa langsung kesana.]

[Saya tunggu ya Pa.]

Panggilan berakhir.

"Ma, kita pergi sekarang juga menyusul Dewa, sepertinya dia lagi dalam masalah hingga dipaksa menikahi seorang gadis." Rajasa lalu menarik tangan istrinya kasar, hingga membuat pergelangan tangan wanita paruh baya itu sedikit kesakitan.

Ningrum terhenyak, "Dipaksa menikah? Kok bisa sih Pa, gimana ceritanya," sahutnya, langkah kakinya lebar-lebar, karena mengekor dibelakang sang suami yang menariknya.

"Entahlah Ma, kita buruan saja kesana, nanti biar Dewa yang menjelaskan."

Sesampainya di mobil, Rajasa meminta Basuki---supir pribadinya, untuk melajukan mobilnya dengan cepat menuju lokasi yang telah di share oleh Dewa.

Dan kurang lebih tiga puluh menit kemudian, mereka telah tiba di lokasi itu, rumah Kepala Dukuh.

Mobil yang membawa kedua orang tua Dewa kini menjadi pusat perhatian dari seluruh warga yang sedang berkumpul ditempat itu.

"Pa, kenapa warga ramai sekali orang berkumpul disini, Mama jadi takut, apa sebenarnya yang terjadi pada Dewa, Pa. Beneran Dewa disini?" Ningrum yang mulai resah dan gelisah memberondong suaminya dengan berbagai pertanyaan.

"Turun saja dulu Ma, kita lihat apa yang sebenarnya terjadi. Papa juga nggak tahu ada apa omi sebenarnya. ayok," ajak Rajasa menggenggam tangan istrinya erat.

Ningrum menahan tangan suaminya agar tak beranjak dari tempatnya, "Tunggu Dewa datang saja Pa, baru kita turun, Mama takut, Pa."

Rajasa menggangguk setuju, lalu mengirim pesan pada Dewa, mengabarkan jika kedua orang tuanya telah tiba di lokasi yang telah di share olehnya.

Lelaki itupun kemudian menghampiri kedua orang tuanya, masih dengan bertelanjang dada, dengan raut wajah panik dan cemas, yang terpampang nyata. Tubuhnya dan celananya yang tadinya basah kini mulai mengering, menyisakan hawa dingin menyelimuti tubuhnya.

"Dewa, kamu ngapain? Kenapa Nak? mana bajumu. Ya Allah Dewa," cerca Ningrum mengiba, melihat kondisi anaknya yang hanya memakai celana pendek khusus pesepeda, hanya dari balik jendela mobilnya.

"Tenang ... Mama tenang dulu, ini nggak seperti yang Papa dan Mama bayangkan. tapi, untunglah Papa dan Mama sudah datang," ucap Dewa terlihat lega.

"Apa apa Dewa?" tanya Papanya cepat.

"Kita turun saja Pa, Ma, akan aku jelaskan di dalam." ajak Dewa yang kemudian diikuti oleh kedua orangtuanya.

"Owalah ini toh orang tuanya, datang juga akhirnya, sudah nggak usah berlama-lama nikahkan saja mereka secepatnya." teriak seorang warga di luar rumah Pak Dukuh.

"Mentang-mentang orang kaya, seenaknya aja mau berbuat mesum di kampung orang lain," timpal warga lainnya.

"Saking ngebetnya mungkin kali ya sampai-sampai melakukan kaya gitu di pinggiran sawah, bukannya nyewa hotel aja kek, dasar pelit." komentar warga lainnya lagi.

"Buruan nikahkan saja mereka Pak Dukuh sebelum desa kita ini terkena bencana."

"Iya nikahkan saja mereka Pak Dukuh."

Mendengar teriakan warga jujur membuat hati Ningrum semakin tak karuan, sejuta tanya dalam benaknya mulai timbul, sebenarnya apa yang dilakukan Dewa hingga warga disini begitu murka.

"Ya Allah, ujian apa yang akan engkau berikan pada hambamu ini," rintih Ningrum dalam hati.

Warga yang terus saja meneriaki dan menghujat anaknya dengan kata-kata yang sangat kasar, seketika membuat mental Ningrum mulai down, dan bagai dihujani ribuan batu, seketika tubuhnya lemas dan tak bertenaga, kakinya pun tak dapat lagi menopang lagi beban berat tubuhnya, hingga akhirnya.

Brug.

Ningrum kehilangan kesadarannya, dan Pingsan.

Dewa, dibantu Rajasa menggendong tubuh lemas sang Mama, kemudian memasukkannya kedalam rumah kepala Dukuh Paino, sesuai perintah sang pemilik rumah.

Selang beberapa lama kemudian, aroma khas minyak kayu putih yang menyeruak memenuhi indra penciuman Ningrum, membuat wanita tersebut mengerjapkan matanya perlahan, lalu mengedarkan pandangannya, sembari mengumpulkan kesadarannya.

Dan pertama kali yang ia lihat adalah seorang gadis berhijab yang tengah menangis dalam pelukan seorang wanita yang sepertinya, tak jauh usinya dari Ningrum.

Gadis itu terisak, wajahnya sendu, namun dari matanya Ningrum bisa menangkap sosok keibuan dari gadis itu, sorot matanya pun teduh dan menenangkan meskipun saat ini netranya telah menganak sungai, hingga membasahi pipinya.

Ningrum masih terus memandangi gadis itu, yang semakin lama ia lihat, gadis itu mempunyai daya tarik tersendiri.

Sedang dari arah luar, Ningsih masih bisa mendengar dengan jelas, suara teriakan beberapa warga yang terus saja menuntut anaknya untuk segera menikah.

"Alhamdulillan, Mama sadar juga." Rajasa lega.

Ningsih menoleh pada asal suara, beliau sepertinya telah menemukan kesadarannya.

"Pa ... papa, mana Dewa Pa, ada apa ini, kenapa ... kenapa mereka tiba-tiba meminta Dewa menikah. menikah dengan siapa? Dan Dewa, apa benar kamu telah melakukan mesum Nak?" cerca Ningrum, membangunkan sedikit badannya hingga setengah duduk.

Namun belum juga sempat menjawab, Pak Dukuh tersebut, meminta pada seorang wanita yang berada persis disamping Ningrum untuk memberikannya teh terlebih dulu, agar tak begitu lemas.

"Minum dulu Bu," wanita yang ternyata diketahui adalah istri dari Dukuh tersebut mengulurkan secangkir teh pada Ningrum.

Merasa segan, Ningrum pun mengambilnya lalu menyesapnya perlahan-lahan, hingga menyisakan setengah gelas.

"Jadi gimana Pa? Dewa? Apa yang sebenarnya terjadi?" paksa Ningrum setelah meletakkan gelas tadi di atas meja dihadapannya.

"Ma, Dewa harus segera menikah, sekarang juga."

"Menikah dengan siapa Pa. Papa jangan asal. menikah hanya sekali seumur hidup, bukan untuk mainan! Kenapa Dewa harus menikah sekarang juga?" seru Ningrum hingga membuat seluruh warga mendengar ucapannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Skandal Sang Ceo   Bab 19

    Dewa terbangun ketika suara alarm dari ponselnya berbunyi keras. Tangannya meraba meja kecil di samping sofa, mencari ponselnya dengan mata yang masih setengah terpejam. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Ia meregangkan tubuhnya, menyadari bahwa ia masih tidur di sofa di kamar hotel, terpisah dari ranjang besar di mana istrinya, beristirahat.Matanya perlahan terbuka, dan samar-samar ia menangkap sosok Gendhis yang sedang bersujud, lengkap dengan mukena berwarna putih tulang yang membalut tubuhnya. Dewa terdiam sejenak, memperhatikan gadis itu dalam hening. Gendhis sedang menunaikan shalat dhuha, begitu khusyuk hingga seolah-olah dunia di sekitarnya menghilang."Gadis ini memang berasal dari kampung, tapi kenapa setiap melihatnya aku merasakan ada ketenangan dan keindahan yang terpancar darinya, terutama saat ia sedang beribadah. Wajahnya tampak bersih dan bercahaya, mungkin karena sering terkena air wudhu." batin Dewa

  • Skandal Sang Ceo   Bab 18

    Gendhis duduk di sofa ruang tamu, melipat kedua kakinya sambil memeluk bantal kecil. Matanya terus menatap jam dinding yang berputar perlahan, seakan menghitung setiap detik dengan cemas. Rasanya sudah hampir tengah malam, dan Dewa, lelaki yang kini resmi menjadi suaminya, belum juga kembali ke kamar mereka. Ia tak pernah benar-benar mengenal lelaki itu sebelum pernikahan mereka yang dipaksakan oleh keadaan. Bahkan, bisa dibilang, Dewa masih terasa seperti orang asing baginya.Namun meski begitu, ada rasa tak nyaman yang menggelayut di hati Gendhis. Apakah wajar menunggu seseorang yang nyaris tak ia kenal? Ia tak tahu mengapa, tetapi pikirannya terus saja bertanya-tanya ke mana lelaki itu pergi, dan kenapa belum kembali. Tidur sendiri di kamar terasa salah. Setelah beberapa kali membolak-balik posisi di atas tempat tidur, Gendhis akhirnya menyerah dan memilih menunggu di ruang tamu, meski kantuk perlahan menyerangnya."Ya Allah, kenapa

  • Skandal Sang Ceo   Bab 17

    "Entahlah Mas, kalau aku jujur sih aku mau gunakan waktuku untuk memperdalam materi pelajaraan buat bekal aku ngajar juga, ya ... mencoba untuk mengisi waktu luang dengan hal-hal yang positif, sembari baca-baca mungkin, mumpung gratis juga kan karena ada wifi disini," ujar Gendhis tertawa. "Oh ya, aku hanya tau kamu seorang guru, tapi aku nggak tau kamu ngajar dimana dan kelas berapa. Sory ya, karena semua terjadi begitu cepat, sampai aku juga nggak banyak tau tentang kamu." Gendhis tersenyum, senyuman tipis namun sangat manis. "Nggak apa-apa kok Mas, aku juga hanya tau kamu seorang CEO sebuah perusahaan tapi nggak tau lebih jauh soal itu, bahkan tentang hidupmu lainnya. Maaf juga ya tadi aku sempat bilang kamu aneh, ya ... meskipun sampai saat ini aku masih belum percaya sih kamu masih perjaka tapi setidaknya alasan kamu tadi cukup buat aku tau sedikit tentang kamu.""Perkenalan kita memang tak biasa Ndhis, namun aku senang kita bertemu, setid

  • Skandal Sang Ceo   Bab 16

    Dewa menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya pelan, pandangannya kosong menatap jauh kedepan. "Dia marah padaku Dhis, bahkan dia menyalahkan aku, katanya, aku penyebab semua ini, padahal jika ditanya aku pun nggak mau berada dalam posisi seperti saat ini," ucap Dewa melemah. "Entahlah Ndhis, bagaimana akhir semua ini, yang aku tau aku sangat mencinta Rebeca, kekasihku," curhat lelaki berkharismatik itu."Aku paham Mas, kita semua tak ingin ada dalam Posisi ini, tapi kita bisa apa untuk saat itu. ya kan?" Dewa mengangguk setuju. "Hufftt, sama saja Mas, Bagas juga kalau kami lagi telpon ngambek melulu, mana mikirnya yang nggak-nggak tentang kita. Dia takut ..., takut kalau saja kamu---," ucapan Gendis terpotong oleh Dewa. "Dia takut aku menyentuh kamu, ya kan? takut aku melakukan kewajibanku memberimu nafkah batin? Aku tau itu." "Eeiitttss tapi kamu beneran kan Mas nggak ada niat itu kepadaku?" Dewa tersenyum si

  • Skandal Sang Ceo   Bab 15

    Wanita yang kini berstatus Istri Putra Dewandaru ini, masih tak habis pikir atas perubahan statusnya dalam sekejap mata. Jodoh memang tak ada yang tahu, ternyata itu benar adanya. Gendhis dan Dewa yang sebelumnya telah memiliki pasangan masing-masing siapa sangka akhirnya harus menerima takdir mereka untuk bersatu dalam sebuah ikatan pernikahan. Pagi itu, Gendhis duduk disebuah sofa yang menghadap keluar jendela kamar hotelnya. Ia termenung, memikirkan nasibnya yang dianggap sial, juga ide suaminya yang jauh dari kata normal itu. "Apa memungkinkan kalau aku mengajak mas Bagas kemari, apa dia mau?Sebenarnya ide mas Dewa cukup bagus juga, karena dengan begitu tidak akan membuat pikiran negative atau kecemburuan dihati pasangan kami. Tapi, sudah jelas ini adalah sebuah kesalahan, bagimana pun, aku dan mas Dewa sudah sah dihadapan Tuhan. Bukannya seharusnya aku menjaga marwahku sebagai seorang wanita bersuami?" batin Gendhis menggalau.

  • Skandal Sang Ceo   Bab 14

    Gendhis mengambil minuman kalengnya. Dicucupnya seteguk, lalu melirik kearah Dewa yang juga nampak sedang kacau, "Pacarmu marah Mas Dewa?""Yaaa begitulah kira-kira," jawab Dewa masih dalam posisi kedua tangannya di atas rambut dan kepalanya,"Bagasmu juga kan?""Lebih dari itu. Dia juga terbakar cemburu. tadi aja sampai mukulin bantal lantai, sampai merintih kesakitan gitu deh, Ada tiga kali kayaknya.""Hah? Hahahaaaaaaaa." tawa Dewa. Baru kali ini Dewa terhibur dan melepaskan kedua tangannya dari atas rambut dan kepalanya."Wajar sih mereka sampai semarah dan secemburu itu.""Ya, Memang sangat wajar." Gendhis menyahut sambil menerawang ke langit-langit ruang santai itu. Keduanya pun kembali terdiam untuk beberapa saat."Aku punya ide." Dewa memecah keheningan dan wajahnya tampak berbinar, "Coba kamu pertimbangkan ya Dhis," sambungnya lagi."Ide? Soal apa?", Gendhis menoleh dan mengerenyit dahinya, penasar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status