"Apa kau tak mendengar? Aku tidak lapar!" protes Arandita.Bastian tetap saja mendekatkan sendok ke mulut Arandita dan menempel-nempelkan ujung sendok sehingga mau tidak mau Arandita membuka mulut dan menerima suapan dari Bastian."Ternyata dia juga pemaksa rupanya," batin Arandita sambil mengunyah makanannya. Bastian terus saja menyuapi Arandita. Tak perduli eskpresi wajah Arandita terlihat tidak suka."Pelan-pelan Mas, kau pikir mulutku mesin penggilas apa!" protes Arandita karena Bastian terlalu cepat menyuapinya. Belum selesai mengunyah, sendok berisi sup sudah standby di depan bibir.Bastian menghela nafas panjang lalu memelankan suapannya. Arandita mencuri pandang dan senyum-senyum sendiri melihat wajah Bastian yang begitu tampan meskipun ekspresi wajahnya terlihat begitu dingin."Benar kata Bik Lin, dia memang menantang untuk ditaklukkan," ucap Arandita dalam hati masih dengan tersenyum tipis. Bastian menatap wajah Arandita dan mengerutkan kening. Bingung kenapa wanita di hadap
Suasana rumah lebih ramai dari biasanya, beberapa pembantu ditambah para ahli dekorasi tampak sibuk menghiasi rumah Pramoedya, baik di area dalam maupun luar bangunan. Meski pernikahan antara Agresia dengan Bobby tidak mengundang banyak orang seperti saat pernikahan dengan Arandita, tetapi Agresia mengajukan syarat ingin menikah dengan Bobby asal dalam pesta pernikahan tersebut tempatnya tidak dihias sembarangan. Dia ingin suasana pernikahan berkelas seperti pada saat Arandita menikah.'Pernikahan kita akan dikenang seumur hidup, jadi harus benar-benar terkesan,' begitu yang Agresia ucapkan pada Bobby tatkala mereka membahas tentang pernikahan mereka akan dibuat seperti apa. Bobby yang sudah sakit hati pada Arandita dan Bastian menurut saja akan permintaan Agresia terlebih Pramoedya sangat mendukung pernikahan tersebut karena saking inginnya pada cucu perempuan, dan Agresia sudah mewujudkan impian pria tua itu."Nona bisa bantu bawain minuman?" tanya Bik Lin pada Arandita yang sedang
Sementara itu Bastian langsung masuk ke ruangannya sendiri dan membuka pakaian di sana. Tak sampai 15 menit Arandita keluar dari kamar mandi dengan handuk kimono. Saat melihat sang istri keluar, gantian Bastian masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan diri. Arandita langsung memasang mukena lalu melakukan sholat ashar. Sejenak ia berdoa dan memohon ampunan pada Tuhan karena sering lalai dalam kewajiban yang satu ini."Ya Allah mungkin apa yang terjadi pada hambaMu ini adalah hukuman karena hamba sering melupakan kewajiban untuk shalat," lirih Arandita. Selanjutnya ia meminta agar Tuhan memberikan jalan terbaik dalam menata kehidupannya ke depan."Ini mau langsung berangkat apa nunggu maghrib dulu? Atau mau maghrib di jalan?Ah, Kenapa Mas Bastian lama sekali mandinya? Macam perempuan saja, lama sekali," kesal Arandita."Tunggu maghrib dulu atau bersiap-siap saja? Padahal waktu shalat sudah nanggung, tapi kalau kelamaan takut dia marah." Wanita itu terlihat gelisah."Mas berangkat
Sampai di bawah mereka langsung bergabung dengan Pramoedya untuk menerima tamu. Beberapa tamu sudah nampak memasuki ruangan lantai satu dimana merupakan ruangan untuk ijab qabul antara kedua mempelai."Silahkan duduk," ucap Arandita sambil menyalami setiap tamu yang datang. Di belakangnya tampak beberapa panitia memberikan souvernir pada setiap tamu undangan yang memasuki ruangan.Setelah para tamu sudah duduk dengan tenang Agresia dituntun oleh ayah dan ibu kandungnya ke meja ijab. Wanita itu berjalan anggun dengan gaun pengantin berwarna putih bertahtakan manik-manik berwarna gold itu. Arandita terbelalak melihatnya, bukan karena Agresia sangat cantik dengan gaun tersebut, tetapi karena itu adalah gaun yang sama dengan yang Arandita pakai di hari pernikahannya."Apakah dia sengaja ingin mengingatkanku akan kegagalan itu?" batin Arandita, matanya terpaku pada wajah Agresia yang menatapnya dengan senyum kemenangan.Dari arah yang berlawanan terlihat Bobby menuruni tangga dituntun lang
Sontak semua orang menatap pada Arandita. Dari beberapa orang ada yang terlihat bingung, tetapi dari beberapa yang lain memaklumi karena hadir di acara pernikahan sebelumnya. Banyak dari mereka yang berbisik-bisik."Apa yang terjadi?" tanya Arandita bingung. Senyum yang terlukis di wajah Agresia tadi berganti dengan muka masam."Den Bobby salah menyebut nama Non, dia malah menyebut nama Nona Aran, mungkin masih teringat pada latihan yang dulu," jelas Bik Lin.Arandita mengerutkan kening sebelum akhirnya mengerti dengan perubahan ekspresi di wajah Agresia."Rasain kamu Gres, kau ingin menyakitiku dengan pakaianmu itu agar aku ingat dengan masa yang telah lalu, nyatanya justru calon suamimu sendiri yang malah salah fokus dengan gaunmu itu." Arandita bersorak dalam hati dan senyum yang dipaksakan dari tadi menjadi senyuman lepas."Tarik nafas dulu, hembuskan!" saran pak penghulu sebelum Bobby melanjutkan acara ijab kabul mereka.Bastian tampak menghembuskan nafas panjang kemudian melepas
"Oh ya Gres kami ada hadiah untuk kalian," ujar Arandita setelah selesai berfoto bersama kedua mempelai. Ia memasukkan tangan ke dalam tas dan merogoh sebuah kotak kado."Ini!" Arandita mengulurkan benda tersebut ke hadapan Agresia. Wanita itu tidak mau mengambil jika tidak karena Bobby membisikan sesuatu padanya."Oke aku ambil," ucap Agresia dengan suara kecil karena takut didengar oleh para tamu undangan, terutama mertuanya sendiri yang kini tengah turun dari pelaminan. Namun, ia tidak mengambil secara lembut kado dari Arandita melainkan menyentak begitu saja hingga Arandita menjadi kaget."Pelan-pelan napa sih!" protes Arandita sedikit kesal dengan sikap Agresia. Dia sudah mencoba bersikap baik pada wanita itu demi menghormati petuah mertuanya, tetapi Agresia masih saja bersikap judes terhadap Arandita seolah wanita itu yang telah terzalimi. "Awas kalau hadiahnya tidak menarik!" ancamnya membuat Arandita menghela nafas kasar."Kita turun Mas," ajak Arandita lalu menarik tangan Ba
"Arandita kau darimana?" tanya Leo agar Bastian berhenti bicara tentang Arandita. Mengantisipasi agar Bastian tak lagi membahas sesuatu yang mungkin bisa menyakiti hati perempuan yang tercenung di depan matanya, di belakang punggung Bastian."Dari kamar mandi sebentar Kak," sahut Arandita dengan air muka yang berubah biasa saja. Sikap dan ekspresinya santai sesantai Bastian di sampingnya walaupun dalam hati bergejolak tidak karuan. Ingin rasanya Arandita marah dan melampiaskan kemarahan pada Bastian, tetapi untuk apa? Siapa dia bagi Bastian? Dia sama sekali tidak berhak. Toh dirinya bisa dikatakan hanya istri dalam kertas dan itupun hanya untuk sementara saja."Diminum Kak!" seru Arandita untuk mengusir rasa canggung yang tercipta."Ah, iya. " Leo mengambil gelas berisi sirup manis berwarna merah yang diberikan Bastian tadi dan meneguknya hingga tandas. "Ayah dan ibu apa kabar?" Leo masih mencoba berbasa-basi."Baik Kak, cuma belakangan ini ayah punya riwayat penyakit jantung koroner
"Ada yang salah Kak?" tanya Arandita, ia masih merasa aneh dengan gelagat Leo dan Agresia. Kali ini Agrresia tidak memandang ke arah Arandita lagi melainkan tertunduk dengan meremas kedua tangan di atas paha. Rasa takut dan geram pada Arandita membalut hati secara bersamaan."Ah tidak, hanya syok saja mendengar Bobby menikah dengan janda," ucapnya berasalan.Bastian hanya menggeleng-gelengkan kepala. Entah kenapa ia merasa hari ini Leo terlalu banyak berbohong. Namun, apapun itu, dia tidak perduli selama tidak menyangkut kehidupannya pribadinya sendiri."Dia bayi kami, sebelum menikah kami pernah melakukan sebuah kesalahan. Ya, anggaplah kesalahan semalam," jelas Bobby."Oh begitu." Akhirnya Leo pun tahu kenapa pernikahan Bobby dan Arandita gagal yaitu karena sebab ini."Sudah ya kami kembali ke sana dan kamu silakan nikmati hidangan di sini!" Bobby menunjuk ke arah putri kecilnya dan memberi kode pada Agresia agar menggendong dan memberikan ASI. Agresia mengangguk, menghela nafas le