Tanpa diduga oleh Smith, raut wajah Janu berubah seketika setelah ia menyinggung soal Sisil. Wajah dingin yang semestinya ditunjukkan Janu sejak memasuki kamar itu ternyata baru terlihat sekarang. Dan jujur saja, hal itu mendatangkan sedikit takut di batin Smith.
"Smith, kenapa kau bertanya tentang Sisil? Apa yang sudah terjadi di antara kalian? Apa ketika aku dan Ayah berada di lantai dasar tadi kalian terlibat pertengkaran?" tanya Janu menyelidik dengan tatapan semakin tajam.
Entah bagaimana jantung Smith tetiba saja seperti ditumbuk palu. Membuat detak jantungnya meningkat.
Smith masih diam tanpa berani menatap tajam mata suaminya. Tidak seperti yang ia lakukan tadi.
Satu-satunya hal yang tiba-tiba membuat Janu tampak tidak senang adalah kemungkinan adanya hubungan antara Smith dengan wajah Sisil yang terluka. Jika ternyata dugaan dari Hendry perihal Smith yang menyebabkan memar di wajah Sisil adalah benar, maka Janu akan mengingatkan Smith untuk
"Lepaskan! Lepaskan aku! Kau pergi saja sana ke kamar Sisil! Obati lukanya! Cium kedua pipinya, lalu cium juga bibirnya. Biar dia cepat sembuh! Aku tidak butuh siapa-siapa! Aku tidak akan mati hanya karena kau tidak mendukungku. Toh, sejak dulu aku sudah biasa menghadapi semuanya sendiri. Tanpa siapa pun. Tanpa Ibu, tanpa Ayah, juga tanpa dirimu!" omel Smith tanpa henti. Ia terus mengoceh dengan air mata yang juga meluber sendiri."Jangan berkata seperti itu. Aku mohon, aku minta maaf. Seharusnya aku mendengarkan dulu penjelasan darimu sebelum menanyakan hal yang tidak-tidak. Aku memang salah, masih saja sint*ng di saat yang harusnya waras," tutur Janu menyalahkan diri sendiri.Janu sadar benar. Ia sudah melakukan kesalahan besar karena telah menghakimi Smith dengan pertanyaan-pertanyaan yang memojokkan. Tidak biasanya ia seceroboh itu. Biasanya Janu akan bersikap netral sampai dengan suatu masalah jelas duduk perkaranya.Entahlah! Mungkin Janu menjadi dem
Jarum pendek jam di dinding telah berada di tengah angka 11 dan 12, ketika Sinta baru memasuki rumah. Perempuan itu bisa masuk dengan mudah tanpa mengetuk pintu atau berteriak-teriak memanggil penghuni rumah, sebab ia membawa duplikat dari kunci rumah. Ia tidak akan membiarkan dirinya berdiri lama di depan pintu, menunggu pembantu renta membukakannya. Tidak akan pernah!Sinta pulang setelah menghabiskan banyak uang demi menghilangkan segala kedongkolannya pada tingkah putri dan suaminya. Ia merasa senang karena ketika sampai di rumah, semua orang sudah tidak terlihat. Hanya ada ruangan yang megah tapi kosong tanpa manusia.Sinta tidak lekas masuk ke dalam kamarnya. Ia lebih memilih untuk merebahkan tubuhnya di sofa santai depan televisi, di ruang keluarga. Sebenarnya perempuan itu sudah ingin tidur saja, tapi ternyata masuk ke dalam rumah mewah itu membuat ia teringat pada peristiwa yang terjadi di ruang makan tadi. Betapa matanya sangat tersiksa melihat nasi bungkus d
Sinta mengambil ponselnya dari dalam tasnya. Lalu ia menunjukkan video Sisil yang sedang berlutut dan memegangi kaki Sheira sambil menangis-nangis.Sinta tersenyum puas saat melihat ekspresi wajah Hendry yang langsung berubah. Hendry tampak terbelalak dengan kedua bola mata yang nyaris keluar. Tulang rahang Hendry juga terlihat mengeras dengan gigi-gigi yang digertakkan."Apa ini?" tanya Hendry dengan nada membentak.Hendry jelas terkejut melihat pemandangan yang sangat menyedihkan dari Sisil. Dadanya langsung terasa panas seolah ada letusan magma di dalamnya."Apa kau ingat tentang hari di mana Sisil pulang dalam keadaan yang sangat menyedihkan? Ia menangis tersedu-sedu lalu memelukmu tanpa mengatakan apa-apa."Hendry tampak berpikir. Ia tidak akan pernah lupa pada hal buruk yang telah menimpa Sisil. Ketika melihat Sisil pulang dalam keadaan yang sangat menyedihkan, Hendry sudah curiga bahwa sebelumnya terjadi sesuatu pada putrinya itu. Tapi ia se
Hendry menatap Sinta lekat-lekat. Dadanya sudah cukup panas mendengar cerita soal Sheira. Sekarang apalagi yang ingin dikatakan oleh istrinya."Sayang, apa kau tidak melihat hubungan antara Sheira dengan semua kejadian buruk yang menimpa keluarga kita? Cobalah kau ingat baik-baik, semua kekacauan di rumah ini menjadi semakin parah setelah kita memberhentikan perempuan itu dari butik Lisa dan memintanya untuk menjauhi Smith," terang Sinta memulai hasutannya."Lalu?""Jika memang ternyata Smith berbohong pada kita tentang kehamilannya, sudah pasti itu semua adalah rencana busuk Sheira. Coba pikirkan baik-baik apakah mungkin gadis seperti Smith bisa hamil begitu saja? Juga Janu yang merupakan pemuda baik-baik itu. Apakah mungkin dia sampai menghamili Smith?" lanjut Sinta dengan kedua tangan yang tidak kunjung berhenti saat bicara."Sinta, katakan lebih jelas apa yang ingin kau katakan. Tidak usah berputar-putar," sergap Hendry dengan suara disabar-sabarkan.
Janu tidur dengan pulas di atas lantai beralaskan karpet dan selimut tebal. Pada akhirnya, setelah berdebat cukup lama, ia hanya bisa mengalah dan menuruti permintaan istrinya untuk tidak tidur di ranjang.Padahal apa salahnya jika ia tidur di ranjang? Janu bahkan tidak berani mengkhayal atau bermimpi macam-macam dengan Smith. Apalagi sampai bercinta sungguhan dengan istrinya itu!Janu hanya ingin merasakan empuknya ranjang di kamar itu. Sebelumnya ia sudah menikmati empuknya sofa di ruang tamu, dan belum pernah sama sekali tidur di atas ranjang itu.Janu berpikir kalau kadang-kadang pikiran Smith yang tidak-tidak, membuat dirinya berada dalam keadaan yang tidak menyenangkan.Meskipun demikian, Janu bisa tidur dengan pulas di atas karpet. Hari ini cukup melelahkan bagi Janu karena banyaknya perselisihan yang terjadi di rumah mewah itu.Sementara itu Smith yang tidur di atas ranjang nyatanya masih terjaga. Kebohongan telah membuat gadis itu me
Setelah mengumpulkan segenap keberaniannya lagi, Sisil kembali mengirimkan pesan kepada Janu. Ia tidak ingin menyerah begitu saja. Ia harus memastikan apakah Janu sudah membaca pesan itu atau belum.Sisil tidak hanya mengirimkan satu dua pesan saja. Tetapi ia langsung mengirimkan empat pesan sekaligus.Maka, sudah pasti kalau detak jantung Sisil belum juga terkendali setelah tanda centang dua pada pesan yang ia kirim berubah warnanya menjadi biru.Sisil menelan ludah. Matanya terus menatap lekat-lekat poselnya setelah ia melihat tulisan 'sedang mengetik' di samping foto profil sahabatnya sekaligus iparnya itu.Sisil bahkan nyaris tidak berkedip karena jantungnya seperti berhenti menunggu balasan dari Janu yang tidak kunjung selesai mengetik.Hal tersebut membuat Sisil bertanya-tanya, memangnya apa yang sedang diketikkan oleh pujaan hatinya itu hingga membutuhkan waktu yang begitu lama. Apakah Janu membalas pesan yang ia kirim dengan san
Pyaaar!Gelas yang dibawa Smith terjatuh ketika hendak diletakkan di atas meja yang ada di depannya. Pikiran yang kusut membuat Smith tanpa sengaja meletakkan gelas itu terlalu ke tepi.Sontak saja Janu yang sedang terlelap nyenyak langsung duduk dan mencari sumber suara itu. Ia khawatir ada maling yang menyusup masuk ke kamarnya dan tanpa sengaja menyenggol benda pecah belah.Mata Janu yang masih belum sepenuhnya terbuka, berusaha cermat saat menyisiri seluruh ruangan. Dalam kamar yang penerangannya temaram itu, Janu mendapati istrinya sedang duduk di atas sofa dengan pandangan sedikit tertunduk melihat pecahan gelas yang baru saja ia jatuhkan, yang terlihat berkilauan terkena cahaya lampu."Smith, apa terjadi sesuatu?" tanya Janu dengan wajah yang diliputi kecemasan. Pemuda itu pun langsung beranjak dan berjalan mendekati istrinya, meninggalkan segala rasa kantuk yang telah kabur jauh-jauh."Jangan-jangan, Biarkan saja! Nanti kau bisa terluka. Ak
Smith menarik napas panjang untuk melapangkan dadanya yang sesak. Entah bagaimana mimpi buruk itu sampai membuat napasnya seolah sedikit tertahan.Smith menoleh kembali pada suaminya. Ia bisa merasakan ketulusan dan perhatian dari suaminya itu, yang membuat dirinya akhirnya terdorong untuk menceritakan ketakutannya pada Janu."Sebenarnya hal yang membuatku cemas bukan hanya mimpi itu. Tetapi hubungan dari mimpi itu dengan kesalahan besar yang sudah aku lakukan," ucap Smith dengan gurat sesal di wajah. Meskipun keinginannya untuk membalas dendam pada Sinta dan Sisil lebih besar dari rumah mewah yang ia tempati, tidak bisa dipungkiri ada rasa bersalah yang menyekat hatinya lantaran telah melakukan kebohongan besar.Janu semakin penasaran. Ucapan istrinya itu membuat Janu semakin ingin tahu sebetulnya masalah apa yang telah disembunyikan oleh Smith. Sebab selama bertahun-tahun Janu mengenal Smith, belum pernah melihat gadis itu sedemikian takut seperti saat ini.