Golda memasuki lobi gedung perusahaan PT KAB Tbk. Tubuhnya yang tinggi dan berwajah tampan, banyak menarik perhatian tiap orang yang ada di ruangan itu. Lilian yang memang sedang menunggu kedatangannya, menelan ludah sendiri. Tidak salah lagi, lelaki tampan yang baru datang itu adalah Golda. Ia pernah melihat profilnya dari media internet. Melihat orangnya secara langsung, ternyata lebih menawan."Selamat pagi, pak Golda." sapanya, membuat langkah lelaki itu terhenti.Lilian tersenyum. "Selamat datang di perusahaan kami. Saya pribadi akan mengantarkan Bapak untuk bertemu dengan CEO."Golda hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. Melanjutkan langkah sejajar dengan yang akan mengantarnya.Begitu ruangan terbuka, Golda melihat di meja kerja utama yang bertuliskan CEO, terlihat seorang wanita sedang menunduk. Kemudian secara perlahan terangkat wajahnya. Di saat seperti itulah tatapan keduanya bertemu. Golda agak mengerutkan keningnya, sambil tidak melepaskan tatapannya. 'Pasti pandanga
Lilian tampak cerah raut wajahnya, sementara Amberly, biasa saja."Ternyata kamu, datang berdua. Kenapa tidak sekalian saja yang hadir di kantormu itu, semua kamu bawa?""Perkenalkan, Lilian saudari tiriku." Amberly mengabaikan sindiran dari Golda.Golda pun sama sikapnya. Tidak menggubris perkenalan Amberly. Tidak mau tahu, entah itu saudara tirinya, atau siapanya dia. Golda merasa kesal, ternyata Amberly menemuinya tidak sendiri.Dia tidak melirik Lilian sedikit pun, tetapi terus menatap Amberly dengan tajam, sampai wanita itu duduk dihadapannya."Matamu tidak mau mengedip?" tegur Amberly. "Apakah ada yang salah dengan penampilanku?"Tatapannya tetap tidak dialihkan. "Aku ingin ketemu dengan Ange." "Aku kira, kamu akan membahas soal perusahaan." Amberly membuang wajahnya. "Ange baik-baik saja. Jadi stop menanyakan anakku." Memberi jawaban.Amberly menerima buku menu yang disodorkan pelayan restoran. Fokus memilih menu. Tidak lama kemudian, "Silahkan Pak Golda memilih sendiri." kata
"Om Odaa … !" lengking suara Angel begitu nyaring saat melihat Golda berdiri di depan pintu. Sementara Amberly yang membukakan pintunya, jadi melebarkan mata.Tubuh mungil Angel langsung diangkat oleh Golda, kemudian menciuminya penuh dengan kerinduan. "Ange kangen Om, gak?" tanyanya. Membuat jarak, agar dia bisa melihat wajah Angel."Napa Om lama sekali, ndak ketemu Anye?"Amberly menarik nafas , semoga Golda tidak menjawab yang menyudutkan dirinya."Om sibuk bekerja dan baru bisa datang sekarang." Kembali Golda mencium pipi gembilnya Angel."Om, ajak Anye ke taman.""Mengapa Ange mau ke taman, hum?"Anye pengen ketemu Papa." Untuk sejenak Golda tertegun. Taman yang dimaksud Angel adalah rumahnya dulu."Boleh, tapi nanti kalau Om tidak begitu sibuk bekerja." jawab Golda sedikit terharu. Angel mengingat Ethan, papanya.Angel terlonjak gembira. "Asik! Anye juga pengen liat bunga, di sini ndak ada." Golda mengeratkan pelukannya. Mulai melangkah ke dalam rumah. Mengikuti Amberly yang ter
Sudah saatnya Amberly mendampingi Golda, untuk mengadakan peninjauan ke lokasi proyek. Amberly sengaja mengajak Gathan dan Lilian, yang jelas ia tidak mau sendirian. Entahlah, merasa enggan saja untuk bersama sendirian dengan Golda. Ada rasa takut yang ia sendiri tidak bisa jelaskan. Ternyata Golda tidak protes lagi, mengajak mereka untuk pergi bersama dalam satu mobil SUV miliknya.Ketika tiba di lokasi pembangunan perkantoran kecamatan yang dipindahkan ke lokasi yang lebih luas, masih terlihat dalam tahap pembenahan. Supaya tanah yang tidak rata, pakai alat berat jadi rata.Golda hanya lebih menyelidik melalui pandangannya pada pribadi Gathan, karena Amberly lebih tampak akrab dengannya.Sementara Lilian lebih inten memberi penjelasan secara detail sambil memegang beberapa denah perkantoran yang akan di bangun di beberapa titik.Tanah itu tidak rata, dan mereka ada di tepi tebing yang tidak begitu curam. Namun, bagi Amberly yang pernah punya trauma dengan kondisi tebing, membuat ia
Setengah jam sebelum kepulangannya, Amberly sudah ke luar gedung kantornya. Ceklek! Ia membuka pintu mobilnya. Begitu sudah masuk, terdengar teguran dari seseorang. "Mau kabur, sebelum jam kerja berakhir? Aku sudah mengantisipasinya." Dilihat, Golda sedang berdiri di samping mobilnya."Kenapa harus memaksa?" "Harus! Kalau tidak dipaksa kamu akan selalu menentangku. Mau diperlakukan seperti karung beras, seperti tadi?" ancam Golda.Tentu saja ia tidak mau diperlakukan begitu lagi oleh Golda.Dengan terpaksa Amberly keluar dari mobilnya. Golda tersenyum penuh kemenangan, ingin saja ia memeluk tubuh ramping itu dan menghujaninya dengan ciuman. Namun, itu hanya angannya, tidak mungkin dia lakukan, kalau tidak ingin mendapat tamparan dari Amberly.Golda membimbing Amberly untuk masuk ke dalam mobilnya. Lalu, dia duduk di belakang kemudi. "Nanti pun kita akan jadi suami-istri, dan aku ingin Ange, memanggilku Ayah." "Kamu bukan ayahnya." "Kalau sudah jadi suamimu, aku otomatis jadi ayahny
Seharian ini, Golda bersama Angel. Anak kecil itu, tampak seolah melupakan rasa sakitnya. Keberadaan Golda cukup menghiburnya, ia selalu tertawa, karena ternyata sikap Golda mampu berinteraksi dengan anak kecil sebegitu baiknya."Aku tetap akan memeriksakan Angel pada dokter." ungkap Amberly. Ikut duduk di kursi tamu, saat Golda sedang memangku Angel. Memperhatikan kalau Golda masih mengenakan baju kemarin yang dia pakai."Aku akan antar, supaya tahu Ange sakit apa." Golda menanggapi."Aku punya kemeja Ethan, yang sengaja aku simpan." kata Amberly, lebih memperhatikan. Mungkin Golda perlu mengganti pakaiannya.Akan tetapi, Golda malah tertawa. "Tubuh bang Ethan itu kurus, mana muat di badanku."Amberly berpikir, sambil menilik tubuh Golda yang kekar dan berisi. "Ya, memang ukurannya kecil.""Untuk apa kamu menyimpan baju abangku?" tanya Golda."Sebagai kenang-kenangan, itu merupakan baju kesayangannya." "Kamu benar-benar sangat mencintainya?" Amberly membuang muka. Kenapa Golda masi
Ethan merasa kaget saat mendengar jeritan bi Lasih, di pagi hari. Dia bermaksud mendekati pengasuhnya.Namun, kemudian, wanita tua itu melarangnya untuk mendekat. Segera ia menutup pintu."Aden jangan ke sini. Diam di dalam saja." larang bi Lasih."Ada apa, Bi?""Ada seseorang di depan pintu, penuh dengan luka-luka. Aden jangan lihat!" Bi Lasih lebih memikirkan mengenai kondisi jantung Ethan."Bibi akan menangani wanita malang ini. Perlu dibersihkan dulu. Mungkin kita perlu seorang dokter?""Apakah dia masih masih hidup?""Masih bernapas, Den. Tapi penuh dengan luka dan pakainnya tidak semestinya Aden lihat. Jadi Aden jangan ke sini." Bi Lasih tetap melarangnya untuk ikut melihat kondisi wanita yang tiba-tiba ada di depan pintu rumah Ethan."Apakah kita perlu lapor polisi?" Tanya bi Lasih, merasa gamang."Ambil gambarnya saja, Bi. Kita tolong dulu kondisi dia. Aku malas berurusan dengan polisi." ucap Ethan."Duh, semoga gadis ini tidak parah dan masih bisa diselamatkan hidupnya. Bibi
Ingatan tentang dirinya, membuat Amberly merasa nelangsa. Menatap wajah Angel, yang terlelap. Siapakah bapaknya? Apakah ia harus menceritakan hal ini, biar Golda mengerti? Dan melepaskan hidupnya sendiri? Namun, sangat berat untuk Amberly lakukan, karena yang mengetahui kejadian itu, hanya Ethan, bi Lasih, dan beberapa dokter kepercayaan.Sore harinya, Golda mengantar Amberly untuk memeriksakan Angel ke dokter. Bersyukur dokter menyatakan kalau Angel tidak apa-apa.Ada radang di tenggorokannya, tetapi sudah sembuh.Golda merasa gembira, keponakan cantiknya ini, sakitnya tidak berlanjut."Kalau tidak sakit, aku ingin kembali mengajaknya bermain ke mall." ucap Golda. Mereka sudah dalam perjalanan menuju kembali ke rumah.Amberly meliriknya yang sedang memegang kemudi. "Tidak, aku tidak ingin membuat Angel sakit lagi." Pandangannya dialihkan kepada Angel yang sedang tertidur di pangkuannya.'Lebih mirip siapakah Angel?' Kalau lebih diteliti, sepertinya Angel lebih menyerupai garis mukan