Malam merupakan keadaan dimana waktu berubah menjadi tenang dan nyaman. Kegelapan yang menyelimuti seakan menghangatkan orang-orang yang berada dalam pelukannya. Malam juga menjadi hal yang menyenangkan bagi pasangan suami-istri Han. Di atas peraduan yang lembut keduanya berada di bawah selimut yang sama, saling memeluk menghangatkan satu sama lain.
“Dav kenapa kau mau menikah denganku?”
“Dan kau kenapa mau menikah denganku?”
Yang ditanya justru balik mempertanyakan hal yang sama.
“Karna itu sebuah perintah.”
“Tepat sekali karna itu perintah,” balas David semakin mengeratkan pelukannya pada sang istri.
“Kau tidak menyesal?” selidik Rosalinne.
“Awalnya.”
Mengangkat alisnya Rosalinne menyembunyikan rasa kecewa yang tengah melanda relung hatinya. Kemudian wanita itu lebih memilih untuk memunggungi suaminya, menarik selimut tinggi-tinggi mengabaikan keberadaan David di belakang punggungnya.
“Awalnya aku hanya tertarik dengan perintah pernikahan itu tapi pada akhirnya kau justru menariku hingga sejauh ini.”
Mengikis jarak yang tercipta David kembali merapatkan diri pada Rosalinne.
“Benarkah?”
“Tidak.”
“Ck.” Decaknya.
“Hei-hei jangan memberiku punggung, sama sekali tidak ada pemandangan di sana.”
Sama sekali tidak bergeming. Rosalinne terus menutup matanya rapat-rapat mengabaikan David Han yang tengah berusaha meraihnya kembali.
“Dengarkan aku Nyonya Han. Aku tidak mengerti apapun tentangmu, satu-satunya yang kutahu kau adalah istriku dan aku sangat mencintaimu.”
Kecupan-kecupan mesra segera dilayangkan David di atas kepala Rosalinne. Tanpa aba-aba wanita itu secara tiba-tiba membalikkan tubuh dan menengadahkan kepala hingga kecupan itu berakhir dengan saling menempelnya benda lembab milik keduanya, menekan dan mencecap keduanya terlihat mengekspresikan cinta mereka di malam itu.
Pagi harinya dengan segelas susu dan roti Rosalinne menikmati sarapannya. Sebenarnya jika David tidak menariknya secara paksa di meja makan ini maka dapat dipastikan bahwa dirinya masih bergelung dibalik selimut dan merasa enggan untuk memberikan asupan bagi tubuhnya.
Sedangankan di sisinya atau lebih tepatnya di kursi utama David sedang menyesap kopi sebagai ritual paginya. Pria tampan itu terlihat rapi dengan setelan jas yang dikenakannya, alisnya yang tebal mengiringi keseriusan penglihatannya dalam menfokuskan diri pada layar datar yang digenggamnya,
Bossy adalah kata yang terlintas di kepala Rosalinne begitu menyadari betapa berkarismanya seorang David Han ini.
“Bukankah aku tampan?”
“Sangat.”
Seketika David terkekeh. Pria itu lantas berdiri dan mendaratkan kecupan singkat sebelum bergegas pergi beradu dengan kesibukannya.
“Bersenang-senanglah miliki hari yang baik,” katanya sebelum benar-benar pergi dan meninggalkan Rosalinne seorang diri.
Berbicara tentang hari yang baik Rosalinne rasa hari ini tidak buruk untuk sekedar keluar dan menikmati keramaian oleh karenanya begitu menandaskan sarapan paginya ia segera bergegas dan bersiap untuk pergi menyenangkan diri.
Sejak awal Rosalinne menginginkan hal ini. Berjalan menenteng hand bag bermerk lalu berkeliling memburu benda-benda cantik yang menarik matanya. Seumur hidupnya Rosalinne jarang sekali berbaur dengan para pengunjung lainnya karna biasanya sang ayah selalu turut menyertakan pengawal pribadi untuk mengawalnya yang justru menarik perhatian orang-orang sekitar. Ini merupakan pusat perbelanjaan yang biasa keluarga Rosalinne kunjungi jadi tak heran jika wanita itu sudah hafal betul dengan seluk beluk pusat perbelanjaan mewah tersebut.
Klotak…klotak…
Sepatu berhak rendah miliknya beradu dengan lantai marmer yang berkilauan. Pelan tapi teratur langkahnya menyusuri lantai pusat perbelanjaan yang ramai akan pengunjung tersebut. Matanya sibuk menilai benda manakah yang akan ditukar dengan uang yang dimilikannya, meneliti dan memilah setiap detail kelebihan barang yang ingin dimilikinya. Ketika Rosalinne menyibukkan diri dengan barang yang dipilihnya sebuah kegaduhan telah mengganggu konsentrasinya.
“Bagaimana bisa kau merusak ini ha!” teriak seorang perempuan pada pelayan yang menunduk takut.
“Maafkan saya nona. Maafkan kecerobohan pelayan ini.”
“Kau pikir kalimat maafmu dapat menggantikan kecerobohanmu?!”
Plaaak….
Wanita muda yang marah itu menampar pipi tirus si pelayan yang kini telah bersujud di hadapannya.
Sraaak….
Paper bag orange meluncur memuntahkan semua isinya dan tercerai berantakan di atas lantai marmer cream milik toko tersebut.
Rosalinne bediri di ujung sana setelah menendang barang yang diketahui telah rusak akibat kecerobohan seorang pelayan. Kehadiran Rosalinne cukup mengejutkan beberapa orang di sana. Tampilannya yang sederhana membawa kesan elegan dan minimalis, sungguh berkelas dan terlihat kuat. Dengan tenang Rosalinne berjalan ke tengah kerumunan yang kini telah beralih fokus kepadanya.
“Lama tidak bertemu Nona Bora.”
Senyum tajam menghiasi setiap sapaan Rosalinne pada sosok yang dipanggil Bora.
“Kau!”
Menghiraukan Bora yang dipenuhi emosi, dengan ujung sepatunya Rosalinne mengetuk paper bag yang sempat ditendangnya tadi.
“Para wanita yang sangat mengganggu ck…ck..”
Kalimatnya berhasil menyulut emosi dua wanita lainnya yang berdiri tak jauh dari sosok Bora.
“Tutup mulutmu nona! Siapa kau berani-beraninya bertindak lancang?!”
Tertawa pongah Rosalinne segera melakukan reka adegan.
“Maksutmu seperti ini?”
Tangannya melayang siap mendarat pada pipi gadis yang telah menampar seorang pelayan toko itu, tapi terhenti tepat sebelum telapak bersihnya menyentuh permukaan pipi halus milik wanita di hadapannya.
Orang-orang yang ada di sana seketika terkesiap dengan apa yang mereka saksikan.
“Bereskan semuanya. Aku tidak mau kekacauan seperti ini terjadi lagi. Dan satu hal lagi pembeli adalah raja tapi tidak untuk kalian, iblis dilarang menjajakan uangnya di sini apa kau mengerti?” bisik Rosalinne yang masih bisa didengar oleh orang-orang disekitarnya.
Sebelum benar-benar pergi Rosalinne menyerahkan sebuah kartu nama yang menerangkan identitasnya. Merasa lelah Rosalinne segera beranjak meninggalkan tempat kejadian.
Di dalam mobil Rosalinne yang telah kehilangan hasrat untuk bersenang-senang hanya terdiam menatap keramaian kota dari balik kaca mobil yang tembus pandang. Tumpukan salju yang mulai mencair menjadi pemandangan yang sering ditangkap oleh penglihatannya. Menarik wajahnya dari jendela mobil, Rosalinne bersandar mengistirahatkan diri mencoba mengembalikan suasana hatinya.
Hari berubah gelap ketika Rosalinne tiba di kediamannya. Seorang pelayan yang diketahui sebagai pelayan Hong telah menyambutnya dan bersiap menerima mantel bulu yang akan ditanggalkannya. Menggunakan sandal bulunya Rosalinne segera memasuki lift di mansionnya dan menekan tombol untuk segera menyembunyikan diri di kamar pribadinya.
Seolah hafal dengan kebiasaan sang nyonya rupanya pelayannya telah menyiapkan air hangat lengkap dengan bubble bath dan aroma terapi yang disukai Rosalinne. Menanggalkan pakaian luarnya Rosalinne duduk termenenung di pinggiran bathup. Kedua kakainya ditekuk dirapatkan pada dadanya. Menyandarkan kepala pada lututnya yang mengangggur, sebelah tangannya mendayung air penuh busa di sampingnya.
Tanpa diketahui olehnya ternyata David telah memasuki kamar mandi itu dan mendekat ke arahnya.
“Apa kau menantikan seseorang untuk memandikanmu heum?”
David yang masih lengkap dengan style kantornya minus jas hitam yang dipakainya tadi pagi terlihat keren dengan kemeja yang digulung sebatas siku mempertontonkan urat-urat kekar yang menghiasi tangannya.
“Apa kau lelah? Mandilah bersihkan dirimu aku akan keluar,” ucapnya lembut pada sang istri yang masih termenung di sana.
Byuuur…
Rosalinne terkejut dan segera memeluk leher David sebagai bentuk respon atas keterkejutan yang dialaminya. Rupanya David berbohong. Pria itu tidak pergi melainkan mendorong Rosalinne untuk segera berbaur dengan air berbusa yang wangi itu.
“Ah Dav! Kau membuatku basah.” Protes Rosalinne.
“Ssttt… pelankan suaramu jangan berteriak. Ah tidak-tidak aku suka kau berteriak itu terdengar sexy kau tahu,” ucap David dengan smirk di akhir kalimatnya.
“Dav!”
Rosalinne menggeram menaham marah bagaimana pria ini bisa seajaib itu dalam berbicara.
“Bagaimana dengan mandi bersama. Terdengar menyenangkan,” kata David seduktif yang tak mampu ditolak oleh Rosalinne.
Seumur dirinya hidup ini adalah mandi yang paling menyenangkan, ia tak berpikir jika kegiatan bernama ‘mandi’ menjadi sangat menyenangkan jika bersama David. Ia pikir pria mesum itu akan menggodanya hingga berwajah merah padam namun ternyata tanpa diduga David mengadakan konser dadakan di kamar mandi yang tentunya membuat Rosalinne tertawa karna aksinya.“Dav kapan kau akan mandi? Ini sudah tidak hangat lagi.” Rosalinne menggoyangkan air dengan tangannya sebagai bentuk bukti laporannya.“Benarkah? Kalau begitu akan kuhangatkan untukmu,” ucapnya menyudahi aksi panggung dadakan miliknya lalu segera mengumbar senyum penuh makna yang membuat Rosalinne merutuki kalimatnya.Air dalam bathup bergoyang begitu tubuh atletis David membelah gundukan busa yang memenuhi permukaan air bathup. Sedikit menggoda sang istri David terus mendekatkan tubuhnya pada Rosalinne yang telah berwajah merah karna malu. Mendekatkan kepala
Telapak besar milik David tengah bergerak memutari permukaan perut rata Rosalinne. Setelah memberikan wanita itu obat dan membantu membersihkan diri, David sama sekali tak beranjak dari sisi Rosalinne barang sejengkalpun. Dari belakang David memeluk tubuh Rosalinne, mendekapnya hangat menyalurkan ketenangan yang luar biasa nyaman. Menerawang pada kejadian beberapa menit yang lalu ketika David merasakan keanehan dari sang istri pria itu lantas segera menyalakan pecahayaan dan membiarkan ruangan itu diserbu dengan cahaya terang. Dengan mata kepalanya sendiri David melihat noda merah yang seperti pulau dibalik tubuh istrinya. Warna merahnya sangat melukai perasaan David, bagaimana bisa darah sebanyak itu keluar dari tubuh istrinya. Mungkin terdengar berlebihan tapi jujur saja ia tak menyangka akan melihatnya sebanyak itu. Menyaksikan bagaimana wajah pucat dan keringat dingin di tubuh Rosalinne membuat David panik bahkan sejenak kehilangan kecerdasannya. Namun semuanya terkendali begitu
Sore itu hanya dihabiskan Rosalinne berdua bersama David. Dari balik jendela kaca di kamar mereka keduanya menyaksikan hari berganti menjadi petang. Setelah lama keduanya terdiam Rosalinne kemudian berinisiatif untuk membuka pembicaraan.“Kau pulang lebih awal Dav, bahkan jauh dari waktu biasanya.”David tidak membalas pernyataan sang istri, pria itu tetap diam tak bergeming menempelkan dagunya di puncak kepala Rosalinne. Kedua lengannya sibuk merengkuh tubuh ramping sang istri, posisi yang demikian itu sungguh menjadi kehangatan tersendiri bagi David.“Dav?”“Jadi kau menyukai aku yang selalu pulang malam?” sindir David.“Tidak juga.”David mengeratkan pelukannya mengubur wajahnya dalam-dalam pada ceruk leher Rosalinne.“Aku kotor belum mandi Dav,” keluh Rosalinne merasa tidak enak pada David yang menyerbunya.“Apakah itu kode?” selidik David.&ldqu
Noda herbal itu susah dihilangkan terlebih dengan aromanya yang cukup kuat sehingga membuat Rosalinne susah mengenyahkannya. Dalam usaha membersihkan noda di pakaiannya tanpa sadar David telah berada di belakang tubuh Rosalinne dan dengan tiba-tiba memeluk perempuan itu dengan erat. “Dav kau sudah selesai? Maaf aku terlalu lama di sini,” kata Rosalinne sembari menatap David pada pantulan cermin. “Ada apa?” Tidak menjawab, David justru mendaratkan kecupan-kecupan basah di Pundak dan sekitar perpotongan leher Rosalinne. “Dav menjauhlah, noda ini membuatku bau apa kau tidak menciumnya?” “Tidak. Aku menyukainya.” Merasa aneh dengan perlakuan David membuat Rosalinne segera membalikkan badan dan menatap lekat pria tinggi itu. “Kau baik-baik saja?” tanyanya lembut dengan posisi tangan meraih rahang sang suami. Sentuhan yang dirasakan David semakin membuat sesuatu dalam dirinya meledak-ledak tidak terkendali. Memejamkan matanya
Tubuhnya benar-benar kehilangan kendali, selain hawa panas ada rasa lain yang dirasakannya tapi cukup sulit untuk dipahami olehnya. Menggeliat dan berguling sama sekali tidak membantunya. Matanya yang sayu menatap penuh permohonan, mencengkeram erat baju yang dikenakan David, Rosalinne memohon meminta pertolongan. Rasa yang menyiksanya itu telah menghilangkan sebagian akal sehatnya bahkan ketika David melucuti pakaian yang dikenakan olehnya Rosalinne sama sekali tidak sadar, baru ketika telapak besar suaminya telah menyentuh permukaan kulitnya Rosalinne tersadar dengan apa yang terjadi. Rosalinne tidak bergerak, perempuan itu masih memahami respon yang diberikan tubuhnya terlebih setelah sentuhan yang telah David berikan padanya.Mendapati Rosalinne yang diam membeku David lantas menghentikan aksinya, menatap penuh khawatir dengan keadaan sang istri. Instingnya mengatakan jika Rosalinne tengah menahan sesuatu oleh karenanya dengan lembut David membelai sisi wajah sang istri d
Hari ini menjadi hari yang paling melelahkan bagi Rosalinne pun dengan David. Setelah kejadian pemanasan diri siang tadi Rosalinne menjadi benar-benar sangat malu meski hanya untuk sekedar berpapasan dengan David. Di rumah yang seluas ini rupanya keberadaan David juga tak berada jauh dari Rosalinne atau memang mungkin sebenarnya pria itu tak mau berjauhan dengan Rosalinne, yang jelas sejak kejadian itu dimanapun arah matanya memandang maka di situlah David berada. Di dalam kamarnya Rosalinne terlihat gugup. Meski telah mengenakan gaun tidurnya rupanya perempuan itu tak kunjung menempati kasur empuknya. Berjalan ke sana – kemari Rosalinne benar-benar dilanda kegugupan. Kedua kakinya yang tersimpan dalam alas bulu yang lembut terlihat penuh semangat membawanya berjalan di ruangan kamar, bahkan mungkin jika dihitung ini telah menjadi langkanya yang ke seratus tapi Rosalinne benar-benar tidak dapat mengatasi kegugupannya. Sadar atau tidak bahkan sikap tenangnya seolah runtuh, ke
“Kau menikmatinya?” tanya Rosalinne pada David. “Tentu sangat nikmat.” Rosalinne tersenyum kembali menyuapkan strawberry ke mulut David yang telah usai mengunyah. Rupanya pasangan itu tengah menikmati quality time di tengah kesibukan yang mendera. Di dalam ruang kerja David yang luas Rosalinne duduk memangku kepala si Pria Han, menyuapkan bebeberapa jenis camilan sebagai penutup acara makan siang keduanya. “Jam berapa kau akan mulai bekerja?” “Sebentar lagi.” “Bisahkah kau menyebutkan waktunya?” “Kurasa tidak.” Mendapat pernyataan seperti itu membuat Rosalinne jengah. Sebenarnya inilah yang ia takutkan jika mengunjungi kantor suaminya itu, kehadirannya akan menyita seluruh perhatian David hanya untuknya bahkan Rosalinne rasa ini sudah jauh melewati batas jam makan siang yang seharusnya. David yang merasakan keterdiaman Rosalinne lantas mendongak, seolah dapat membaca pikiran sang istri kemudian David berkata.
Pagi harinya kediaman keluarga Jeong terlihat berbeda dari biasanya. Dua pasang suami istri dan seorang lajang tengah menikmati makan pagi bersama. Jika orang-orang dilayani oleh para pelayan maka berbeda dengan David, dengan tangannya sendiri Rosalinne melayani sang suami. Meski hubungan keduanya dapat dikatakan sedang tidak akur tetapi Rosalinne masih sadar sesadar-sadarnya tentang tugas dan kewajibannya sebagai seorang istri. “Terimakasih,” ucap David pada Rosalinne yang meletakkan potongan daging di mangkuknya. Sebagai jawabanya Rosalinne hanya tersenyum. “Menantu Han silahkan nikmati makananmu, jika kau menginginkan sesuatu biarkan pelayan melayanimu.” “Baik ayah mertua, ini sudah sangat cukup bagiku. Terimakasih.” “Tidak usah sungkan anggaplah rumah sendiri.” Nyonya Jeong menimpali sembari meletakkan lauk di atas mangkuk David menginterupsi pergerakkan Rosalinne yang juga hendak melakukan hal yang sama. Dengan ekor matany