Sejak keputusannya 4 bulan yang lalu, ini adalah pertama kalinya Gregory kembali mengeluarkan kotak berisi cincin kawinnya. Pria itu mengamati cincin itu dan mengambil salah satunya yang lebih besar. Dengan pelan, ia mengenakannya di jari manisnya sendiri. Perasaan hangat mulai menyebar di d*danya, membuat lelaki itu sedikit tersenyum. Sepertinya, keputusannya kali ini sudah final.
Aku akan melamarmu lagi, Lily. Dan kali ini, aku akan melakukannya dengan benar.Ia tahu hubungan Lily dengan ayah angkatnya merenggang karena peristiwa hampir 11 tahun lalu. Gadis itu pulang ke Amerika, salah satunya karena ibu angkatnya yang meninggal hampir 2 tahun yang lalu. Gregory tidak sempat melihatnya di pemakaman, tapi tahu kalau gadis itu mengunjungi keluarga angkatnya. Hatinya dipenuhi rasa bersalah karena sadar, ia punya andil membuat gadis itu pergi. Tapi saat itu ia tidak mampu berfikir jernih, karena dipenuhi kesedihan dan juga rasa marah saat Lorelai meninggal. Ia sendir"Greg-"Permohonan Lily sama sekali tidak didengar pria yang sudah kalap itu. Dengan kasar, ia menghempaskan tubuh mungil itu masuk ke ruangannya dan mengunci pintunya.Ketakutan, gadis itu mundur ke belakang dan mencengkeram kemejanya. "Rory. Aku bisa menjelaskan-""Apa yang akan kau jelaskan?"Kerongkongan Lily kering. Ini pertama kalinya ia menatap raut pria itu yang bengis dan gelap. Masalahnya, ini juga pertama kalinya Gregory merasakan kekecewaan yang sangat mendalam setelah ibunya meninggal. Ia sangat kecewa pada orangtuanya. Mereka tidak membencinya, tapi juga tidak menyayanginya. Selama ini, lelaki itu hanya hidup karena ia dilahirkan. Ia tumbuh, karena dibesarkan. Tapi tidak pernah merasakan kasih sayang sewajarnya dari orangtuanya.Saat bertemu dengan Lily kecil, barulah ia belajar untuk menjaga seseorang dan bukan menyakitinya. Tubuh anak itu yang mungil dan sorotnya yang polos, membuat pria itu terdorong melindunginya. Sejak
Keesokan paginya, hal pertama yang dilihat Gregory saat menjejakkan kaki di kantornya adalah sosok Owen yang sama sekali tidak disukainya. Jika tidak teringat tujuan pria itu datang sepagi ini, mungkin ia sudah akan menyarangkan tonjokannya ke wajah menyebalkan lelaki itu."Se- Selamat pagi, Tuan Ashley. Mengenai tadi malam-""Bagus kau sudah datang. Ikut aku."Perkataan dingin Gregory membuat Owen menelan ludahnya seret. Ia tahu karirnya telah berakhir di sini, tapi ia tidak akan membiarkan semua ini begitu saja. Gadis s*alan itu telah merayu dan menipunya. Dan ia akan membalasnya, meski harus menggunakan tangan orang lain!Mengikuti pria yang sebentar lagi menjadi mantan atasannya, mata Owen mengerjap pelan. Ia mengamati punggung pria di depannya dan bertanya-tanya, apa sebenarnya hubungan orang ini dengan gadis s*alan yang menjadi incarannya dulu. Selama mengenalnya hampir 3 bulan ini, lelaki itu tahu atasannya orang yang sangat dingin. Apa yan
= Kembali ke masa sekarang ="Jadi, apa yang kenalanmu temukan?"Tampak Fred dan Gregory duduk di ruang perpustakaan pagi itu. Keduanya saling berhadapan."Terus terang tidak banyak. Tapi cukup berharga."Fred mengambil map tipis yang diulurkan saudara angkatnya. Tidak sabar, pria itu membolak-baliknya."Foto-foto itu memang dikirimkan melalui laptop Garrett, tapi benda itu telah di hack sebelumnya. Besar kemungkinan, gadis itu pun tidak tahu file tersebut ada di laptop-nya. Siapa pun yang melakukannya, telah membayar mahal seseorang untuk melakukannya karena Reiss mengatakan tidak mudah menemukannya. Titiknya menunjukkan lokasi yang berbeda-beda. Butuh waktu untuk menemukan lokasi sebenarnya."Nafas Fred tercekat saat ia membaca nama seseorang yang tertera di sana. Saat tatapannya naik, suara lelaki itu bergetar karena ketidakpercayaannya."Apa... maksudnya ini, Greg?"Rahang Gregory mengeras. Ingatannya melaya
Keluar dari ruang perpustakaan, Gregory berjalan di lorong dan tidak sengaja menangkap sosok isterinya yang sedang berdiri di depan kompor. Wanita itu sedang memasak sesuatu. Rambutnya yang merah digelung seperti biasa, memperlihatkan lehernya yang putih dan jenjang. Dari dulu, ia sangat menyukai sosok Lily yang sederhana tapi seksi. Daya tariknya tidak luntur dari sejak anak itu masih kecil.Jantung pria itu berdebar lebih cepat saat ia mendekati isterinya dari belakang. Lembut, Gregory mengusap punggung Lily dan memegang lehernya yang terasa dingin karena udara pagi."Oh! Rory? Bikin kaget saja!"Saat mata biru yang besar itu memandangnya, pria itu tidak dapat berkata-kata. Ia hanya menyusupkan jari-jarinya ke dalam rambut merah halus itu dan memijatinya. Tangan lainnya memeluk pinggang Lily yang ramping dan mendekatkannya ke tubuhnya, menyebarkan kehangatannya. Kepala wanita itu mendongak dan ia menyenderkan dagu di ubun-ubun isterinya. Bibirnya mengecu
= Salah satu night club. Jam 22.00 ="Hi, bruv!"Teriakan di tengah kegaduhan itu membuat Fred menoleh dan tersenyum. "Dude! Duduklah!"Kedua pria itu berpelukan ala lelaki dan tangan Fred memanggil salah satu pelayan. Ia memesan satu botol minuman keras terbaik, yang terkenal berharga sangat mahal dan juga cukup memabukkan. Di atas meja sendiri, sudah ada beberapa botol lain dan juga kaleng bir serta cemilan yang siap disantap."Wow! Ada perayaan?" Pertanyaan itu membuat Fred terkekeh. Ia mengambil sekaleng bir dan melemparkannya asal ke Keith."Tidak juga. Aku hanya ingin mabuk hari ini. Kau ke sini bawa mobil?"Membuka kaleng birnya, Keith langsung menenggaknya. "Tidak. Aku pakai taksi tadi. Hari ini aku tidak bawa mobil. Sama sepertimu, aku juga ingin mabuk malam ini."Suara tawa Fred teredam bunyi dentangan musik yang keras dari lantai dansa. Penuh semangat, pria itu mendentingkan kaleng birnya ke kaleng
Suara musik yang berdebum kencang menyambut Andrea dan rombongannya saat memasuki night club. Salah satu dari para pria itu mengalungkan tangan ke leher wanita itu dan memeluknya erat."Akhirnya kau mau ikut juga minum-minum malam ini."Jengah, Andrea melepaskan dirinya. Ia mulai menyesal ikut ajakan James ke tempat ini. Tadinya ia berharap semua timnya akan ikut, tapi ternyata hanya James dan juga pemilik restoran br*ngsek yang datang ke sini. Sepertinya ia telah dijebak oleh dua orang b*ngsat di depannya ini.Tersenyum canggung, Andrea mulai mundur. "Sepertinya aku akan pulang saja. Tempat ini-"Tarikan kasar di tangannya membuat wanita itu menubruk tubuh seseorang di depannya. Saat menengadah, ia melihat raut m*sum wajah pria yang mempekerjakannya. Tangan pria itu melingkari tubuhnya erat."Jangan begitu. Kau pun hanya tinggal hitungan minggu kerja di tempatku. Aku akan sangat merindukanmu. Berikan aku kenang-kenangan indah sebelum kau
Cahaya matahari pagi menimpa kulit putih itu dan perlahan, kedua mata yang tadinya tertutup itu mulai terbuka. Ia mendesah puas dan bibirnya tersenyum bahagia. Menutup matanya lagi, tangan Fred menyentuh kasur di sebelahnya dan gerakannya terhenti. Matanya yang cokelat langsung terbuka dan pria itu bangun dari posisinya. Ia terlihat bingung dan saat mendengar suara pintu dari arah luar, lelaki itu langsung berdiri dan menghambur keluar kamar tanpa mengenakan sehelai benang pun.Sosok yang saat ini terlihat hampir keluar dari apartemen itu membuat Fred memanggil panik."Andrea!" Tubuh wanita itu sedikit mematung, sampai akhirnya perlahan berbalik. Tampak wajahnya yang bersih dan segar tanpa make-up. Meski hampir berkepala-4, tapi wanita itu terlihat jauh lebih muda dibanding usianya. Rambutnya yang pendek pun tampak bergelombang membingkai wajahnya yang oval."Fred. Selamat pagi." Suara wanita itu datar.Kening Fred berkerut dalam. Ia cuk
"Terima kasih banyak, dokter.""Pastikan dia tidak dehidarasi dan stress. Anda bisa minta bantuan perawat full time kalau memang perlu.""Saya akan mengingatnya. Sekali lagi, terima kasih atas bantuannya."Menutup pintu depan, Gregory kembali pada salah satu kamar tidur di rumah itu. Tampak sosok ayahnya yang duduk di samping anaknya yang terbaring di tempat tidur. Isterinya juga berdiri dengan khawatir di salah satu sisinya. Kepalanya menoleh dan menampilkan senyum miris saat melihat suaminya.Tersenyum masam, Gregory menghampiri adiknya dan mengusap rambut pirangnya yang tebal."Bagaimana keadaanmu, lil' bro?" Sangat jarang Gregory mengeluarkan panggilan itu.Memaksakan senyuman di wajahnya, Fred menatap Gregory sayu. "Lebih baik. Thanks, bro.""Kuharap ini terakhir kalinya aku membawamu ke rumah sakit, dude. Kau ini merepotkan saja!"Kekehan lemah terdengar dari mulut Fred. "Yeah. Aku juga berharap begitu."