Share

Mulai Bekerja

Edwin memegangi kepalanya yang sudah berdarah. Ia meringis kesakitan. Elaine segera berlari menuju ke kamarnya, ia mengambil tas ranselnya, jaket hoodie diambil dan sepatu kets miliknya juga diambil. Tas selempang dan ponsel juga dibawanya. Elaine berlari meninggalkan rumah sewanya. Ia menuju ke jalan besar. 

“Tunggu, El!” jeritan dari Edwin tidak dihiraukannya, ia tidak mau membahayakan keselamatan dengan terus berada di rumah itu. Edwin sudah berani masuk ke dalam rumah sewanya. Sudah dua kali ini ia dilecehkan oleh paman yang sudah dianggap sebagai ayahnya sendiri, meskipun ia tahu, Edwin hanyalah sepupu ibunya. 

Kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orang tuanya 3 tahun lalu telah memaksanya harus tinggal bersama Edwin. Paman yang terus mengintainya seperti elang yang mencari peluang untuk menerkam mangsanya. 

Elaine mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliahnya dan tinggal di asrama, sampai ia lulus 6 bulan lalu. Ia bekerja di restoran Pixy untuk biaya hidupnya. Keluar dari asrama ia kaget karena rumah peninggalan kedua orang tuanya sudah beralih pemilik, Edwin yang pemabuk dan penjudi telah menggadaikan rumah itu pada lintah darat.

Elaine segera menyetop taksi dan masuk ke dalamnya dengan buru-buru. Takut Edwin akan mengejarnya.

“Perumahan Greenpeace, Paman.”

“Baik, Nona.” Elaine memakai sepatunya, ia mengatur napas dan menyandarkan tubuhnya. Ia bertekad tidak akan bertemu dengan Edwin lagi. Pria itu memiliki niat yang tidak baik dengannya. Nomor ponsel Ema dihubungi.

“Ema, aku sekarang naik taksi menuju rumahmu.” (El, kau baik-baik saja, kan?)

Terdengar nada khawatir dari suara Ema. 

“Aku baik, nanti aku cerita, oke bye.”

(Hati-hati, El)

Setelah menutup panggilan, Elaine segera memakai sepatunya, supir taksi yang bisa melihat Elaine dari kaca pandang di atasnya hanya menggelengkan kepala. Gadis muda yang ceroboh.

Taksi berhenti tepat di depan rumah Ema, memang sudah beberapa kali Elaine datang ke rumah sahabatnya itu, bahkan dengan orang tua Ema juga ia sudah akrab. 

Setelah membayar ongkos taksi, gadis itu berjalan menuju ke arah pagar. Ia memencet bel, tampak Ema sedang berdiri di teras. Ema membuka pintu pagar dan menyuruhnya masuk. Ema mengerutkan dahi melihat temannya membawa tas ransel. 

“El, kamu mau kemana sebenarnya, ayo langsung ke kamarku, Dady dan Mommy sedang keluar, belum pulang.”

“Aku besok mulai kerja, dan berangkat dari sini, Em. Kalau dari rumah sewaku terlalu jauh.”

Tas ranselnya diletakkan di atas sofa. Ia lalu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur Ema yang luas. Ema keluar dari kamarnya. Perlakuan Edwin tadi terbayang di benaknya. Elaine memejamkan mata. 

“Bisa cerita sekarang?” Ema memberikan segelas air putih pada Elaine. Elaine duduk dan menyandarkan kepalanya di kepala ranjang.

“Aku menerima tawaran pekerjaan itu, Em,”

“Benarkah? Banyak tidak bayarannya.”

“Terlalu banyak, sehingga aku bisa membeli lagi rumah peninggalan kedua orang tuaku.”

“Wow! Kerja apa itu El, pasti bukan pekerjaan biasa, Nyonya itu mencari gadis yang bisa ilmu bela diri, apa kau akan jadi pembunuh bayarannya?” Ema begitu antusias. Elaine berdecak kesal. Ada-ada saja.

“Ck, kau ini! Yang benar saja. Masa aku jadi pembunuh bayaran.” Elaine meninju bahu sahabatnya pelan. Ema tertawa perlahan.

“Ya, siapa tahu saja. Kau kan jago berkelahi. Ingat tidak? Waktu kita pulang kuliah terus kita mau jalan ke mall, dua preman itu kau hajar sampai babak belur. Dari situ aku yakin, kamu ini adalah titisan si dragon ball.” Elaine terkekeh dan melempar bantal pada Ema. Ema menangkap bantal itu. 

“Mau dengar ceritaku atau terus melawak dengan halusiansi konyol mu itu, Em?”

“Iya-iya, cerita.” 

“Aku bekerja dengan keluarga kaya raya, keluarga Stewart. Kau pernah dengar?” Ema melotot kaget setelah mendengar nama besar itu.

“What? Ini gila, El! Itu nama billionair terkenal seantero negeri, tidak mudah menjalin koneksi dengan keluarga itu.”

Ema begitu antusias mendengar cerita dari temannya.

“Entahlah, aku tidak tahu nama besar itu.”

“Dady sering berbicara tentang nama keluarga itu dengan Mommy, bahkan dengan rekan bisnisnya kalau mereka membuat meeting di sini. Kadang aku tanpa sengaja mendengar pembicaraan mereka.” Ema membenahi letak kaca mata bulatnya. Ia menatap Elaine menunggu kelanjutan ceritanya.

“Putra Stewart mengalami kelumpuhan setelah kecelakaan tragis yang dialaminya 3 tahun lalu. Aku akan menjadi perawat dan bodyguardnya nanti setelah ia mau keluar dari rumahnya. Kau tahu kan? Keluarga kaya raya seperti itu pasti punya banyak musuh.”

Elaine kembali meminum airnya. Ia tidak menceritakan pada Ema tentang perjanjian pernikahan itu, karena ia sudah janji berjanji pada Nyonya Margaret kalau perjanjian itu akan menjadi rahasia untuknya dan keluarga Stewart.

“Tapi, El. kontrak itu sampai berapa tahun? Banyak sekali uang yang kau dapatkan.”

“Hanya 2 tahun, sebenarnya menurut dokter yang menangani pria itu, kelumpuhannya tidak permanen, tapi pria itu yang enggan untuk ke dokter, apa lagi pergi terapi, ia tidak ingin bertemu dengan siapapun. Sudah 3 tahun, Nyonya Margaret sudah putus asa. Jadi ia nekad kembali mencari orang yang bisa menjaga dan merawat putranya.” Elaine merebahkan tubuhnya, ia menoleh ke samping. 

“Haish, percuma aku cerita sampai berbuih, orang yang mendengar malah tidur.” gadis itu lalu menarik selimut dan menyelimuti tubuh mereka, ia juga butuh istirahat. Besok adalah hari pertama sebagai seorang bodyguard. Elaine tersenyum lucu. Ia menjadi bodyguard. Kantuk telah menguasainya sehingga tertidur dengan pulas.

                                         ****

Pagi-pagi sekali Elaine sudah bangun, setelah sarapan bersama Ema dan kedua orang tuanya, Elaine berpamitan kepada mereka untuk pergi ke kediaman keluarga Stewart. 2 jam perjalanan membuat Elaine kebosanan. Tetapi untung saja ia ada aplikasi membaca novel online, bisa ia pergunakan untuk mengusir rasa bosannya. 

 Elaine turun dari taksi dan segera membayar ongkosnya. Tas ranselnya dipegang erat. Ada rasa grogi dalam hati. Elaine mengamati rumah besar dan megah itu dari luar pagar. Tangan kanannya menekan lonceng. Seorang satpam datang dan membuka pintu. 

“Selamat pagi, nona Elaine? Silakan masuk. Anda sudah ditunggu oleh Nyonya besar.”

“Terima kasih, mmmm.”

“Panggil saya George, Nona. Mari saya antar ke dalam.” pria bernama George yang bekerja sebagai satpam itu menutup pintu pagar. 

 Ia berjalan menuju ke arah pintu utama. Elaine mengikutinya dari belakang.

“Nyonya, Nona Elaine sudah sampai. Driver sudah menunggu anda di mobil.”

Margaret menoleh, ia mengangguk.

“Kembalilah bekerja George, biar saya berbicara dengan nona Elaine sebentar, sampaikan kepada Leo, 10 menit saya akan keluar.”

“Baik, Nyonya.” George meninggalkan ruang tamu itu. 

 Nyonya Margaret menatap lekat Elaine dari atas sampai bawah. Memperhatikan penampilannya dengan seksama. Gadis di depannya terlalu tampak biasa. Tanpa ada kesan istimewa sama sekali. Penampilan santai dan terkesan tomboy. Not bad!

“Tina!” Nyonya Margaret memanggil Tina yang sedang memasak air panas untuk membuat teh herbal yang biasa diminum oleh tuan mudanya. 

“Iya, Nyonya.”

“Ini Elaine, yang akan menjaga tuan muda Zachary siang dan malam. Siapkan air untuk tuan muda mandi, Biar nona Elaine yang memandikannya.” 

“Baik, Nyonya.”

“Nona, maksud saya Ella, kamu mulai bekerja pagi ini, mandikan Zachary dan bujuk dia untuk sarapan ya. Mari, saya antar ke kamarnya.”

Margaret mendahului langkah Elaine, ia menuju ke kamar yang tampak besar dan suram. Pintu terbuka. Mata Elaine terpaku pada sosok pria yang sedang duduk di atas kursi roda, rambut sedikit panjang dengan wajah tirus sedang menatap arah jendela. 

“Zach, Mama datang membawa perawat yang akan menjagamu.”

 Sepi. Tanpa ada jawaban dari pria itu, membuat nyali Elaine sedikit ciut. Benarkah apa yang akan aku lakukan ini? Jangan-jangan pria itu gila. 

“Ella, saya tinggal dulu, ya. Ada meeting penting di kantor yang harus saya pimpin. Tolong kamu jaga putra saya dengan baik. Ingat dengan apa yang kamu janjikan pada saya kemarin.”

“Baik, Nyonya. Silakan anda pergi ke kantor.”  Margaret tersenyum senang. Ia melangkah meninggalkan kamar putranya.

Elaine memberanikan diri, melangkah ke depan dan berdiri tepat di belakang Zachary Stewart.

“Hai, saya Elaine yang akan menjaga dan merawat tuan muda.” Elaine memperkenalkan diri. Zachary tidak bergerak sama sekali. 

“Pulanglah! aku tidak ingin melihatmu disini!”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Saputri
Semangat thoorr
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status