Share

4. Sah!

Author: Author MungiL
last update Last Updated: 2024-08-28 18:34:56

"Tidak perlu khawatir, itu sudah aku atur. Aku mungkin tidak tahu keberadaan ayahmu, tetapi ada cara lain untuk mencapai tujuanku. Yuvika, kau harus tahu bahwa jika kau menikah denganku, kau akan hidup dalam kemewahan. Kau bisa membeli apa pun yang kau inginkan tanpa harus bekerja keras atau menderita oleh tangan ibumu. Seharusnya kau bersyukur dan berterima kasih padaku, karena aku sudah menyelamatkanmu dari neraka yang ibumu buat sendiri."

Elsaki meninggalkan Yuvika sendirian di apartemennya, tanpa mempedulikan kebingungan yang melingkupinya. Dari mana Elsaki tahu bahwa ibunya adalah "neraka" baginya? Tidak, bukan Yuvika yang merasa demikian, tetapi siapa pun yang melihat bagaimana hidupnya dengan ibunya pasti akan setuju bahwa Bu Isni bukanlah ibu yang baik.

Namun, argumen ini tak berlaku untuk Yuvika sendiri. Meskipun ia mempunyai ibu yang jahatnya melebihi ibu tiri, ia tak pernah menganggap bahwa ibunya adalah "neraka" atau sumber penderitaan. Ia tetap menganggap bahwa ibunya adalah surga baginya. Surga yang harus dimuliakan. Entah tebuat dari apa hati Yuvika, ia tak punya rasa benci sedikit pun pada ibunya. Ia paham dan berusaha untuk mengerti, bahwa hadirnya dahulu merusak tatanan hidup ibunya. Ia tak benci ibunya ataupun hidupnya sendiri, karena ia tahu bahwa semua yang terjadi sudah menjadi kehendak Tuhan.

"Nggak mungkin bisa kabur lagi, kabur dari rumah aja bisa ditangkap, apalagi kabur dari sini," gumamnya pasrah.

Keputusan pasrah yang dipilih Yuvika akhirnya membawa ia di titik ini. Titik di mana ia berhadapan dengan dirinya sendiri di cermin. Ia sudah disulap menjadi pengantin. Dengan riasan sederhana, namun mewah, wajahnya cantik alami yang ia miliki semakin nampak paripurna.

Yuvika menghela napas, ia menyesalkan wajahnya cantiknya ini dilihat oleh orang yang bahkan hanya ia ketahui namanya.

"Vika, ayo turun. Semua sudah siap," kata Bu Isni. Wanita itu tanpa sadar terkesima dengan kecantikan sang anak. Hanya saja, itu berlangsung beberapa detik. Wajahnya kembali menampakkan wajah dingin seperti biasanya.

"Bu, apa dengan pernikahan ini bisa buat Ibu bahagia?"

"Tentu. Saya terbebas dari kamu, saya bisa menikmati hidup tanpa harus melihat kamu setiap waktu. Dan lagi, saya bisa menikmati uang suamimu. Jadi berperanlah sebagai istri sebaik-baiknya. Anggap saja sebagai penebus dan kompensasi dari semua derita yang saya lalui karena kamu."

Tajam, itulah gambaran kalimat yang seringkali terlontar dari bibir Bu Isni untuk Yuvika. Terlahir dari hasil pemerkosaan membuat Yuvika harus menanggung beban kehidupan yang pahit bahkan sejak ia belum lahir.

Air mata Yuvika luruh, sapaan tajam dari ibunya yang setiap detik ia dengar nyatanya tak membuat ia kuat dengan sapaan itu. Ini terlalu sakit untuk didengar dari mulut seorang ibu.

"Baiklah, aku akan menjalani ini dengan sebaik-baiknya. Aku akan melakukan apa pun untuk kebahagiaan Ibu."

"Bagus, hapus air matamu! Kita turun sekarang."

Ini adalah pertama kalinya dalam hidup Yuvika, berjalan beriringan dengan ibunya, tangannya diapit dengan lembut, senyum yang merekah, dan wajah kejam yang sekarang menjadi ramah itu sesekali menatapnya. Momen yang sangat ia inginkan dari lama. Meskipun ia harus mengorbankan hidupnya, ia rela jika itu adalah kebahagiaan untuk wanita yang ia anggap surga.

"Tersenyumlah, jangan tunjukkan wajah yang tidak enak dilihat. Ini pernikahan, bukan acara duka," bisik Bu Isni di telinga Yuvika ketika mereka sampai di kursi untuk melakukan ijab qabul.

Yuvika seketika melengkung bibirnya. Ia tiba-tiba saja gugup saat menyadari bahwa ia sudah sampai di depan pak penghulu. Ditambah lagi Elsaki kini sedang menatapnya dengan intens.

"Bagaimana, apa mempelai wanita sudah siap?"

"Kita langsung mula saja, Pak. Kebetulan calon istri saya sedikit pemalu, dan sepertinya dia sedang gugup," sahut Elsaki yang menyadari kegugupan Yuvika. Memang sangat nampak dari diamnya dan beberapa bulir keringat yang muncul di kening.

"Maaf, Pak. Boleh saya ke kamar mandi dulu?"

"Mau apa?" Elsaki yang bertanya. Ia takut jika wanita itu macam-macam dan membuat malu dirinya di hadapan para rekan kerja beserta keluarganya.

"Pipis. Aku kebelet, ini udah di ujung aku nggak bisa nahan," jawab Yuvika dengan bisikan.

"Tidak bisa, kita harus ijab dulu."

"Nggak sampai lima menit. Kau mau aku buang air di sini?"

"Diamlah! Kau buang-buang waktu, tunggu di sini lima menit, setelah itu baru kau boleh ke kamar mandi."

"Bisa kita mulai?" sela penghulu di tengah perdebatan dan juga perang tatapan di antara keduanya.

"Bisa, Pak," jawab Elsaki dengan cepat dan mantap.

Di antara para tamu undangan yang datang, tidak ada yang menyadari bahwa ada satu wanita yang kini sedang menatap dua mempelai dengan tatapan yang tidak bersahabat, kesal, cemburu, dan rasa-rasa ketidaksukaan yang lain.

Ya, ia adalah Tisya. Wanita yang sedang dibalut gaun berwarna hitam itu tengah mengepalkan tangan seolah ia tak terima dengan situasi ini. Benar-benar definisi tak tahu diri, bukan? Ia sudah menikah dan ia mencemburui seorang pria.

SAH!

Tidak seperti pasangan pengantin pada umumnya, Yuvika sendiri tidak menikmati dan tidak hikmat dengan ijab qabul yang baru diucapkan oleh sosok pria yang sekarang sudah menjadi suaminya. Entahlah, ia merasa semua ini kosong saja. Meskipun ia sadar berada di momen yang sakral, hanya kehambaran yang ia rasakan.

Kini tiba saatnya sepasang suami istri itu melakukan hal yang dilakukan pada umumnya di pernikahan. Sedikit bergetar adalah respon dari tangan Yuvika saat berusaha untuk membawa tangan Elsaki pada bibirnya. Kecupan singkat itu nyatanya mampu membuat darah Elsaki seketika berdesir.

Kini giliran Elsaki yang mengecup kening Yuvika. Dengan ragu dan sedikit memberikan dorongan di kepala Yuvika, akhirnya bibir tebal Elsaki sampai di kening Yuvika.

Di saat semua tamu undangan menyaksikan keduanya dengan bahagia, tiba-tiba saja Tisya berdiri dan meninggalkan tempat. Ia berjalan dengan cepat menahan rasa kesal menuju ke kamar mandi.

"Tolong tunjukkan di mana kamar mandi yang paling dekat. Aku udah nggak tahan," keluh Yuvika yang membuyarkan fokus Elsaki pada kepergian Tisya.

"Hm, aku antar."

Yuvika langsung masuk ke dalam toilet begitu sampai di sana. Sementara Elsaki belum mau kembali ke acara pernikahan. Ia celingukan seolah sedang mencari seseorang, dan tidak lama kemudian keluarlah Tisya dari salah satu kamar mandi yang berderet di hotel itu.

"Kamu baik-baik aja?" tanya Elsaki menghadang jalan Tisya.

"Kamu pikir aja sendiri!"

"Hey, Sayang. Harus berapa kali aku jelasin? Dengan siapa pun aku, hati aku buat kamu. Nggak ada yang bisa geser nama kamu di hati aku. Aku cinta kamu dari jaman kita kuliah, dan kamu masih meragukan itu sekarang? Aku begini demi kamu, Sayang. Biar kita bisa kayak gini terus. Kamu mau Veer bawa kamu ke luar negeri kalau dia tahu hubungan kita? Untuk sementara biar begini dulu, yang penting kita bisa bareng-bareng." Elsaki dengan lembut membelai pipi Tisya.

"Apa yang kalian lakukan?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pesona Istri Bayaran Dokter Tampan   49. Kotak Rahasia

    Suasana di antara puing-puing bekas rumah itu terasa hening. Bu Isni memegang kotak besi yang baru ditemukan dengan tangan bergetar, dan Yuvika merasakan ketegangan yang menyelimuti ibunya. "Ibu, ada apa?" tanyanya lagi, suara yang lembut namun penuh perhatian.Bu Isni menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri sebelum membuka mulut. Wajahnya masih tampak sedikit pucat, dan gerak-geriknya tampak kaku, seolah takut sesuatu akan terbongkar."Nggak ada, Vika. Nggak ada apa-apa. Ibu cuma kaget… ternyata isinya masih utuh, itu aja."Beliau memaksakan senyum, namun tatapan matanya masih menyimpan kegelisahan yang tak bisa disembunyikan."Tapi wajah Ibu pucat. Kenapa, Bu? Apa ada sesuatu di dalam kotak itu yang bikin Ibu kaget?" Yuvika mengernyit, matanya memperhatikan setiap ekspresi di wajah ibunya, mencari jawaban dari sesuatu yang terasa mengganjal."Beneran, nggak ada apa-apa, Yuvika. Ini cuma… kotak kenangan lama. Mungkin Ibu terlalu tenggelam dalam nostalgia aja." Dengan gela

  • Pesona Istri Bayaran Dokter Tampan   48. Kotak Berharga

    Yuvika terdiam sejenak mendengar pertanyaan dari ibunya. Mungkin benar, Elsaki akan keberatan jika ibunya tinggal bersama. Namun, bukan hal yang sulit untuk meyakinkan Elsaki bahwa ibunya kini membutuhkan dukungan. Terlebih ia yakin bahwa Elsaki, meski dikenal keras dan kadang kaku dalam prinsipnya, masih punya sisi lembut yang bisa dipengaruhi dengan pendekatan yang tepat."Ibu tenang aja, itu urusan aku," kata Yuvika akhirnya. Bu Isni menatap Yuvika dengan rasa haru. Anak yang pernah beliau sakiti dengan berbagai ucapan dan perlakuan kini menawarkan rumah dan kasih sayang tanpa syarat, bahkan rela mengambil risiko demi memperbaiki hubungan mereka. Dalam hati,beliau merasa sangat beruntung meskipun rasa bersalah terus menghantui dirinya."Terima kasih untuk semuanya."Yuvika mengangguk senang, tak pernah ia sangka bahwa buah dari kesabaran dan ketulusan yang ia punya akan berbuah manis, bahkan lebih manis dari yang ia bayangkan. "Oh, ya, Yuvika. Bagaimana dengan pernikahanmu? Ibu n

  • Pesona Istri Bayaran Dokter Tampan   47. Tawaran Tinggal Bersama

    Sore yang cerah telah bergulir pelan menjadi malam yang hening. Di ruang rumah sakit itu, Yuvika dan ibunya duduk berhadapan, masih berbicara satu sama lain dengan kehangatan yang baru pertama kali mereka rasakan. Bertahun-tahun tinggal di bawah atap yang sama, namun ini adalah kali pertama mereka benar-benar berbicara sebagaimana seharusnya—sebagai ibu dan anak. Momen ini adalah impian yang Yuvika simpan dalam hatinya sejak kecil. Kini, kenyataan itu terasa lebih berharga daripada apa pun yang pernah ia perjuangkan.Selama ini, ia telah melewati banyak luka dan pengorbanan, berharap bisa mendapatkan secercah perhatian dari ibunya. Bahkan, rasa nyeri yang ditimbulkan oleh luka bakar di kulitnya tak ada artinya dibandingkan dengan kebahagiaan kecil yang kini menghangatkan hatinya. Seandainya saja neneknya masih ada di sisinya saat ini, Yuvika yakin beliau pasti ikut merasakan kebahagiaan ini. Ia bisa membayangkan senyum lembut sang nenek yang selama ini menjadi penghibur di tengah sega

  • Pesona Istri Bayaran Dokter Tampan   46. Kecupan Seorang Ibu

    Bu Isni terdiam sejenak di ambang pintu, mencoba mencerna apa yang baru saja beliau lihat. Tisya berlalu dengan wajah muram, penuh kemarahan yang tak bisa disembunyikan. Di baliknya, Yuvika duduk dengan ketenangan yang luar biasa, sementara Elsaki tampak gelisah, seolah dihimpit beban yang tak terlihat. Bu Isni tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres. "Siapa perempuan tadi?""Tisya, Bu. Teman lama Elsaki," jawab Yuvika dengan suara tenang. Lebih tepatnya ia berusaha tenang. Bu Isni mengernyit, tatapan matanya tajam menelusuri wajah Yuvika, mencoba menangkap kebohongan di balik kata-katanya. "Hanya teman lama? Terus kenapa dia kelihatan marah? Sepertinya ada sesuatu yang belum kamu ceritakan."Yuvika menarik napas dalam, mencoba menenangkan dirinya. Ia tahu, menutupi kebenaran di depan seseorang bukan hal yang mudah. Namun, ia juga tak ingin membeberkan semuanya saat ini. Dengan hati-hati, Yuvika menjawab, "Mungkin Tisya hanya kaget, Bu. Sudah lama nggak ketemu Elsaki, lalu tiba-tiba

  • Pesona Istri Bayaran Dokter Tampan   45. Elsaki adalah Suamiku

    Elsaki terkejut, menyadari siapa yang kini berdiri di ambang pintu. Tisya, dengan tatapan tajam dan wajah dingin, menatapnya tanpa ekspresi, namun matanya berbicara lebih banyak dari kata-kata yang mungkin bisa ia ucapkan. Ekspresi tenangnya justru membuat suasana terasa semakin mencekam. Sesaat, Elsaki hanya bisa terdiam, bahkan tubuhnya seolah membeku di samping Yuvika yang dengan tenang menatap keduanya bergantian. Bagaimana ia tak marah? Elsaki mengatakan akan bekerja, dan saat ia mengikuti ke mana perginya Elsaki, ia justru mendapati dirinya bersama dengan Yuvika. "Oh, jadi ini yang kamu maksud bekerja? Kamu rela bohong sama aku demi dia? Perempuan yang katamu tameng untuk hubungan kita, tapi ternyata kalian justru menjalin pertemanan?" suara Tisya akhirnya memecah keheningan, suaranya terdengar begitu tajam, menggambarkan perasaan yang tertahan. Ia berjalan mendekat dengan langkah mantap, dan dalam sekejap ruangan itu terasa menyempit oleh kehadirannya. Elsaki menelan ludah,

  • Pesona Istri Bayaran Dokter Tampan   44.. Kau Yeman yang Baik

    Setelah pertemuannya dengan Tisya, Elsaki seharusnya ke rumah sakit tempatnya bekerja. Namun, tanpa ia sadari, mobilnya malah melaju ke arah lain—ke rumah sakit tempat Yuvika dirawat. Pikirannya kalut, dipenuhi dengan kebingungan yang tak kunjung reda setelah percakapannya dengan Tisya. Ia seolah-olah dikendalikan oleh sesuatu yang lebih kuat dari niatnya untuk kembali fokus pada pekerjaan. Sampai di depan rumah sakit, Elsaki berhenti sejenak, menatap bangunan megah yang menjulang di hadapannya. Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. 'Kenapa aku ke sini?' tanyanya dalam hati, meski ia tahu jawabannya. Ada sesuatu yang tak ia bisa jelaskan, sesuatu yang membuat langkah kakinya terus membawanya ke sini. Yuvika, kini sangat terlihat bahwa ia memiliki tempat di hatinya. Entah sebagai teman seperti yang mereka sepakati atau lebih. Elsaki keluar dari mobil dengan langkah ragu. Setiap langkah terasa berat, seakan-akan ia tengah berjalan menuju perbatasan yang tidak ingin

  • Pesona Istri Bayaran Dokter Tampan   43. Itu Bukan Cinta

    Tisya berhenti, napasnya memburu, wajahnya menyiratkan amarah yang nyaris meledak. Tatapan matanya tajam menusuk Elsaki, seakan menantang untuk memberikan jawaban. Namun Elsaki tetap diam, memegang pergelangan tangan Tisya dengan lembut tapi kuat. Ia tahu, Tisya bukan seseorang yang mudah ditenangkan ketika emosinya sudah memuncak."Kenapa, Saki?" desis Tisya, matanya menyala marah. "Apa kamu takut aku menemui Yuvika? Atau... kamu takut dia mengatakan sesuatu yang akan merubah segalanya?"Elsaki menelan ludah. Ia tidak bisa mengelak bahwa ada kebenaran dalam pertanyaan Tisya. Namun bukan amarah atau balas dendam yang ia khawatirkan. Ia lebih takut pertemuan itu akan membuka kenyataan yang lebih besar—kenyataan yang selama ini ia coba tutupi, baik dari Tisya maupun dirinya sendiri."Tisya... ini bukan soal Yuvika," Elsaki berusaha menjaga ketenangannya, meski dadanya bergejolak. "Ini tentang kita. Tentang apa yang kita punya sekarang. Kalau kamu pergi, kalau kamu melakukan sesuatu dala

  • Pesona Istri Bayaran Dokter Tampan   42. Apa Arti Diriku Untukmu?

    Elsaki tiba di cafe yang telah menjadi tempat langganan mereka. Suasana di dalam terasa tenang, dengan alunan musik lembut yang mengisi ruangan. Tisya sudah menunggunya di meja dekat jendela, mengenakan dress merah terang yang menarik perhatian, kontras dengan suasana kalem di sekitar mereka. Senyumnya lebar begitu melihat Elsaki masuk, seolah tak sabar menyambutnya."Akhirnya kamu datang juga!" Tisya menyapa dengan antusias, berdiri menyambut kedatangan kekasihnya dengan memberikan pelukan singkat. Elsaki menyambut pelukan Tisya dengan hangat, mencoba menanamkan keyakinan pada dirinya sendiri bahwa inilah yang benar. Tangannya melingkar di punggung Tisya, menariknya lebih dekat seolah mencari perlindungan dari perasaan-perasaan yang terus merongrong pikirannya. Ia tahu, hatinya tak lagi sepenuhnya utuh untuk Tisya. Namun, ia menolak mengakui perasaan itu—perasaan yang pelan-pelan mulai mengarah ke Yuvika.Untuk kali ini, dan seterusnya, Elsaki bertekad untuk memfokuskan diri pada hu

  • Pesona Istri Bayaran Dokter Tampan   41. Pelukan Hangat

    Elsaki memutuskan untuk keluar dari ruangan rumah sakit setelah suasana menjadi terlalu berat untuk ditanggung. Langkah-langkah kakinya terdengar bergema di lorong panjang itu. Kepalanya masih dipenuhi oleh percakapan yang baru saja terjadi—tentang pengorbanan Yuvika, pengkhianatan Bu Isni, dan rasa bersalah yang tanpa henti menghantuinya.Tanpa sadar, kakinya membawanya menuju taman rumah sakit, sebuah tempat yang biasanya ia kunjungi saat pikirannya penuh dengan kegelisahan. Di sana, ia duduk di bangku panjang, memandang ke langit yang terik. Gemericik air dari pancuran kecil di tengah taman terasa menenangkan, tapi tidak cukup untuk meredakan kekacauan di hatinya.Lamunan Elsaki buyar seketika saat getaran dari ponsel di saku kemejanya terasa. Ia segera merogoh saku dengan enggan, dan di layar yang menyala, nama "Sayangku" terpampang jelas dengan emoticon hati merah di ujungnya. Seolah simbol itu menguatkan hubungan yang sebenarnya sudah terlalu rumit.Elsaki menatap layar itu untu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status