Renata akhirnya memutuskan untuk berjalan menuju kantin demi menemui Yoke dan Nadia. Keduanya memang masih berada di kantin karena menunggu Renata sambil juga menunggu kelas mereka selanjutnya.“Disebelah sini Re” Yoke dengan suara cemprengnya yang khas memanggil Renata yang baru saja tiba di kantin.Renata mengambil tempat duduk dan bergabung dengan Nadia dan Yoke.“Ternyata Kak Dylan kenal dengan Sena, tadi aku lihat mereka ngobrol seolah sudah saling mengenal lama”“Iya Re, kami sudah tau itu, tadi sewaktu kamu di kelas, kami sudah bertemu dengan Kak Dylan, dan menceritakan tentang sosok mahasiswa yang wajahnya mirip dengan Seno”Renata menoleh dan menatap Nadia. “Jadi kalian menceritakan perihal Sena ke Kak Dylan?”“Iya Re, terus Kak Dylan bilang Sena itu adik sepupu jauh Seno, papanya Sena itu sepupuan sama papanya Seno” Yoke menjelaskan apa yang di dengarnya dari Dylan dengan antusias.Renata mengangguk-anggukan kepalanya, kini dia baru mengerti. “Oh.. Jadi Sena itu masih ada ik
Bramantyo mengajak Camelia dan kedua anak balita itu untuk keluar dan jalan-jalan ke mall, meskipun awalnya Camelia menolak, namun karena melihat wajah Rama dan Leon yang melompat senang dengan tawaran dari Bramantyo, akhirnya dia pun mengalah dan menuruti keinginan ketiga pria berbeda usia tersebut.Mereka juga mengajak kedua pengasuh Rama dan Leon untuk ikut serta. Jadilah mereka bertujuh dengan supir pribadi Bramantyo, berangkat menuju mall di pusat kota Jakarta.“Papa Bram, nanti di mall kita boleh jajan es krim ga?” Leon bertanya dengan menatap wajah Bramantyo penuh harap, dan langsung tersenyum serta melompat bahagia karena mendapat persetujuan dari Bramantyo dan juga Camelia.“Aku juga mau”“Iya Rama, nanti kita beli es krim yang banyak dan kita bisa makan bersama-sama”“Yeeyyy, terimakasih Papa Bram”“Sama-sama sayang”Camelia yang melihat interaksi kedua bocah itu dnegan Bramantyo hanya bisa tersenyum haru, dia berpikir andaikan saja dulu Damar bisa sehangat itu sikapnya pada
“Jadi... maksud saya datang kesini adalah untuk melamar Dek Camelia, untuk menjadi istri saya dan juga mamanya Dylan, dan saya juga bersedia menjadi ayah bagi Rama dan Leon,” ucap Bramantyo sambil menyodorkan kotak beludru warna biru yang di dalamnya berisi cincin berlian.Camelia terkesiap mendengar lamaran yang diucapkan oleh Bramantyo. Dia memang sudah bisa menebak rasa yang belum diungkapkan oleh laki-laki yang usianya hampir kepala lima itu. Bahkan hari kemarin saat mereka pulang setelah main seharian di mall, Camelia sebenarnya terus menghindari percakapan dengan Bramantyo, karena dia sudah bisa membaca dan menebak arah dari kalimat laki-laki yang pernah menjadi atasan mendiang suaminya itu.Dylan yang mengantar ayahnya untuk melamar Camelia hanya menganggukan kepala dan tersenyum saat Bramantyo melanjutkan kalimatnay yang mengatakan bahwa anaknya pun sudah memberikan restu dan menerima jika Camelia mau menjadi istrinya.Camelia menjadi serba salah, disatu sisi dia tak ingin ke
“Renata Kusuma Wardhani.” Renata menoleh kesana kemari saat mendengar seseorang memanggil namanya secara lengkap, namun tak dilihatnya siapapun disana, dia pun kini berjalan cepat kearah toilet, dan mencari sosok seseorang yang mungkin saja mengenalnya, namun kembali nihil, tak dilihatnya satu orang pun disana. Akhirnya Renata menganggap itu hanyalah ilusinya sendiri dan kembali menuggu sahabatnya keluar dari toilet, namun dia merasakan udara di sekitarnya menjadi lebih dingin. “Sial, tau gini tadi gue bawa jaket dari rumah, padahal cuacanya cerah, ga ada tanda-tanda mau hujan, kenapa dingin begini ya?” gumamnya seorang diri. Renata terus merutuki dirinya yang mau saja mengantar dan menunggui Yoke yang sedang menuntaskan hajatnya di toilet, Renata melihat ada kursi panjang di lorong itu, dia pun kemudian melangkah dan duduk dengan menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, tak berapa lama matanya pun terasa berat oleh kantuk yang mendadak menyerangnya. “Renata.” Sayup-sayup kem
Baru saja Renata hendak bertanya kembali, tapi dilihatnya Yoke sudah keluar dari toilet, dan berjalan menghampirinya.“Lo disini ternyata Re, gue nyariin juga”“Gue nungguin lo dari tadi, lo lama amat di toiletnya, oia.. kenalin nih kakak senior kita”Renata menoleh kembali ke arah Seno untuk mengenalkanya kepada Yoke, namun saat itu tak di lihatnya sosok Seno dimanapun, Renata jadi celingukan sendiri.“Lo nyari siapa sih Re?”“Kak Seno, tadi dia ada disini ngajak gue ngobrol”“Mana?”Mata Renata berusaha mencari sosok Seno yang tiba-tiba lenyap dari pandanganya. “Tadi di sini kok... udah pergi kali ya?”Yoke menganggkat satu tanganya dan ditempelkan ke dahi Renata. “Ngga panas,” ucapnya.“Ihh... apaan sih Ke.” Renata menepis tangan Yoke.“Ngecek doang Re, lagian nih ya... gue liat lo tuh dari tadi sendirian, berdiri bengong mangap gitu, kaya ayam nunggu antrian mau di potong”Mendengar Yoke menyamakanya dengan ayam membuat Renata melupakan tentang Seno dan menatap sebal ke arah Yoke.
Renata masih terus memikirkan ucapan Dylan yang melarangnya menyebut nama Seno, karena Dylan tidak menjelaskan alasanya melarang Renata seperti itu. Bahkan dengan santainya Dylan meninggalkan Renata sendirian di ruang UKM.“Sial, dasar ketua BEM ga ada ahlak, maen tinggal-tinggal aja”Renata kembali ke aula dan bergabung bersama kelompoknya, dari kejauhan dia melihat Dylan yang sedang bercengkrama dengan teman sesama senior. Hingga kegiatan ospek selesai hari itu, Renata tak mendapat kesempatan lagi untuk berbicara dengan Dylan.“Hei, Renata... gimana tadi? Lo dikasih hukuman apa sama ketua BEM?”Renata hanya melirik sekilas ke arah Nadia tanpa menjawab pertanyaanya. Nadia terus mengekori langkah Renata menuju parkiran kampus mereka.“Re... ditanyain malah diem, Kak Dylan ga ngasih hukuman puasa ngomong kan?”“Lo pasti nanya begitu karena pengen dapet info buat dijadiin bahan gosip kan? ngaku lo!”“Engga Re... lo negatipan banget ma gue, padahal gue tulus loh bertemen sama lo biarpun
Keesokan harinya Renata kembali datang ke kampus lebih pagi, kali ini dia membawa bekal makanan yang Mba Iyus siapkan sesuai instruksi maminya yang mengikuti sang suami tugas di luar pulau Jawa, meninggalkan anak semata wayang mereka dibawah pengawasan orang-orang kepercayaan kedua orangtua Renata.“Re, kita ke kantin yuk, kata Nadia dia udah nunggu kita.” Yoke langsung menarik tangan Renata begitu melihat kemunculan sang sohib.“Gue dibawain bekal sama Mba Iyus, ini juga disuruh mami... katanya harus jaga kesehatan dan salah satunya dengan mengkonsumsi makanan rumah yang sehat”“Mami lo kan jauh di Makasar, ga bakal ngeliat, lagian emang lo ga pengen denger gosip baru di kampus kita? Ratu gosip udah nungguin kita di kantin buat ngasih tau berita terupdate”Dengan malas renata menyeret kakinya mengikuti langkah Yoke, dan benar saja, disana sudah ada Nadia yang sedang menyantap semangkok mi ayam. Mereka berdua pun mendekat ke arah dimana Nadia duduk.“Perut lo ga papa tuh pagi-pagi mak
Renata membiarkan rambutnya acak-acakan, dia tak ingin membereskanya dengan masuk ke toilet, lebih baik dia rapihkan dengan jari dan pergi dari tempat itu untuk masuk ke kelasnya. Tak dihiraukanya Seno yang terus memanggil-manggil namanya.Namun tetap saja Renata tak dapat memfokuskan dirinya untuk mengikuti pelajaran yang disampaikan sang dosen. Dia terus memikirkan segala kemungkinan tentang Seno, tapi juga dengan cepat menyangkal pemikiranya sendiri, begitu seterusnya yang Renata pikirkan, hingga kemudian ada bunyi beep berasal dari ponselnya.[“Re, ada yang mau gue ceritain, pulang kuliah lo bisa ga dateng ke rumah gue?”]Renata membaca pesan singkat dari Nadia, untunglah tak lama kemudian dosen mengakhiri kelasnya dan berlalu meninggalkan para mahasiswanya yang sedang bersiap pindah ke kelas selanjutnya, ada juga yang bersiap pulang. Seperti halnya Renata, ini adalah kelas terakhirnya untuk hari ini, dia membereskan buku-bukunya dan mendial nomor Nadia tanpa beranjak dari tempatn