Bab pertama hari ini ... Bab Utama : 1/2. Mohon maaf Author tidak sempat rilis bab bonus author kemarin tapi akan diakumulasikan ya ... Bab Bonus Gems : 0/2. Bab Extra Author : 0/4.
Langit di atas Tanah Terlarang Dewa dan Iblis mulai berubah warna, dari biru pucat menjadi ungu kelam yang seperti mengalir di antara awan. Kevin, yang kini mengenakan Topeng Iblis dan dikenal sebagai Arkantra Drago, berdiri di punggung Kurozan bersama Celestine. Angin kencang dari sayap burung raksasa itu memukul wajah mereka, membawa aroma hutan pegunungan dan sisa darah pertempuran sebelumnya.“Kita harus cepat sampai ke Desa Langit,” suara Kevin teredam oleh deru angin. “Aku perlu tahu keadaan Valkyrie… sebelum terlambat.”Celestine mengangguk, jemarinya erat memegang tali kekang Kurozan. Mata gadis itu menyapu cakrawala, tapi tiba-tiba membeku.“Kevin…” ucapnya pelan, matanya menyipit, “…ada yang mengikut kita.”Dari kejauhan, kabut hijau pekat muncul seperti racun yang merambat di udara. Dari dalamnya, suara gemeretak tulang bercampur desir angin beracun terdengar, membuat bulu kuduk berdiri. Lalu muncullah sesosok wanita berkulit pucat kehijauan, matanya berkilau seperti zamrud
Tyraz berdiri tegak di tengah kepulan debu dan sisa kilatan listrik, dadanya naik-turun berat. Darah emas yang memancar dari luka di punggungnya mengalir deras, membasahi kain mantel yang sudah terkoyak. Setiap tetesnya jatuh ke tanah dengan suara aneh—seperti tetesan logam cair yang membakar batu.Namun alih-alih mengerang, ia justru tertawa.Tawa itu bukan suara manusia. Lebih mirip deru batu raksasa yang runtuh dari tebing, menghantam lembah, memantulkan gema yang membuat udara ikut bergetar.“Hebat…” katanya, suaranya berat seperti gong besar yang dipukul sekali. “Sama hebatnya… dengan harapan terakhir yang pernah kubunuh.”Kevin menyipitkan mata, merasakan setiap kata itu menusuk lebih dalam daripada seribu pedang. Tapi ia tetap berdiri, walau napasnya tersengal dan darah mulai membasahi pinggir bibirnya.Tyraz menarik napas panjang. Gerakannya lambat, tapi di balik itu ada tekanan kekuatan yang membuat tanah di sekitarnya retak. Ia mengangkat kedua tangannya ke arah langit. Awan
Bola itu meledak, memuntahkan badai petir ke segala arah, mengoyak cincin Divine Tempest seperti kertas tipis. Getaran ledakannya mengguncang langit, menciptakan awan asap kelabu pekat yang naik menembus atmosfer spiritual.Angin bertiup liar. Batu-batu terangkat lalu runtuh. Aroma ozon bercampur abu dan darah menyengat seperti logam panas.Di tengah kabut kelabu itu, hanya satu hal yang terlihat—Bayangan pedang yang sangat tajam.Melesat cepat. Lebih cepat dari tatapan mata.Pedang itu menembus kabut, terjun langsung ke arah dada Tyraz seperti sambaran malaikat pemberontak.BRAKKKK!!Tyraz terpaku di tempat. Dadanya terguncang. Untuk pertama kalinya, tubuh sang Grand Master bergerak bukan karena kehendaknya, tapi karena guncangan yang berhasil menembus perisai surgawi-nya.Ia menatap ke bawah.Pakaian emasnya terbelah.Darah tipis mengalir dari luka kecil di dada kirinya. Tak dalam, tapi cukup untuk membungkam langit.Matanya kembali menatap Kevin, yang kini berdiri dengan nafas ber
Topan energi menggila di atas reruntuhan dunia. Langit tak lagi sebiru langit; ia menjadi pusaran petir surgawi, membentuk taring-taring cahaya yang saling menyambar, mengiris udara dengan gemuruh yang memekakkan.Di pusat segala kekacauan itu, dua makhluk berdiri—seolah dunia hanya menyediakan ruang bagi mereka berdua.Kevin Drakenis. Tubuhnya diselimuti kabut petir ungu dan biru tua, seolah-olah aura dua dimensi telah saling bersilang di dalam dirinya. Setiap helaan napasnya memunculkan percikan, dan tanah di bawah kakinya meleleh perlahan, tak sanggup menahan tekanan qi yang mengalir deras dari pori-porinya.Di hadapannya, berdiri Tyraz, sang Grand Master dari Sekte Petir Langit. Sosok agung yang tubuhnya memantulkan kilau emas dari dalam, matanya seperti retakan bintang kuno yang menyala dalam kemarahan abadi. Jubahnya tak berkibar, sebab angin pun takut menyentuhnya.Keduanya diam. Namun angin berdesir kencang menerpa keduanya.Kevin menggigit batang rokok hitam yang menggantung
Ledakan pertama tidak datang dari tanah terlarang. Tapi dari langit.Petir surgawi sebesar menara jagal melesat turun, menghantam tanah tempat Kevin berdiri. Suaranya memekakkan telinga, membelah udara seperti sabetan dewa murka. Tapi tepat sebelum dentuman itu menyentuh kulitnya, tubuh Kevin sudah menghilang—hanya menyisakan bayangan hitam yang mengepul seperti kabut asap.Ia bergerak seperti bayangan yang dibebaskan dari tubuh.Dalam satu tarikan napas, Kevin sudah berada di belakang Tyraz. Kakinya menendang bahu sang Grand Master dengan kekuatan penuh, menciptakan ledakan kecil di titik kontak. Namun tubuh Tyraz hanya bergeser sedikit, tak lebih dari sehelai daun tersentuh angin.“Lambat,” ucap Tyraz datar, suaranya tak lebih keras dari gumaman, tapi cukup untuk membuat udara di sekitarnya bergetar.Lalu—petir surgawi meledak dari tubuh Tyraz.Gelombang energi membentuk bola raksasa yang meluas seperti matahari mini, menyapu segala yang hidup dalam radius lima puluh meter. Tanah mel
Langit di atas Kota Surgawi bukan lagi kubah damai tempat para kultivator bermeditasi atau para tetua bersidang dengan tenang. Malam itu, langit menghitam, lalu berubah menjadi pusaran badai keunguan yang mengamuk liar—berputar-putar seperti murka langit yang kehilangan kendali. Kilat menyambar tanpa pola, memecah udara dengan letupan mengerikan, seperti taring naga yang menggigit dunia.Tanah di bawahnya pun tak kalah murka. Tanah Terlarang, yang dulunya sunyi dan penuh aura leluhur, kini bergetar hebat. Getaran itu bukan karena gempa—melainkan akibat dari pertarungan sebelumnya, pertarungan yang mengguncang dimensi spiritual.Dan di pusat kehancuran itu, berdiri satu sosok.Kevin Drakenis.Tubuhnya compang-camping, berdarah. Jubah hitamnya robek seperti kulit ular setelah bertempur dengan takdir. Dari pelipisnya mengalir darah hangat yang perlahan menetes ke batu, menyatu dengan merah dari tubuh-tubuh lain yang telah tumbang. Di sekelilingnya, Lima Petir Iblis terbujur kaku, tak bern