Share

4. Sepasang Pendekar Iblis Merah

Senapati Lintang dan Saketi serta para prajuritnya hanya diam menyaksikan detik-detik adu kekuatan senjata dari kedua belah pihak. Namun, satu pihak yang melakukan serangan tersebut masih belum menampakkan diri.

Mereka pun sangat penasaran menunggu kemunculan para pendekar itu, yang secara tiba-tiba menyerang kedua orang tua renta yang memiliki kesaktian sangat luar biasa.

"Kau lihat saja! Pendekar apa lagi yang akan datang ke tempat ini?" bisik Senapati Lintang mengarah kepada Saketi.

"Banyak sekali para pendekar yang datang ke tempat ini. Sebenarnya apa maksud mereka, Paman?" tanya Saketi penasaran. Keningnya mengerut dalam sebagai tanda bahwa dirinya tidak memahami keinginan para pendekar yang secara tiba-tiba saja adu kekuatan di tempat itu.

"Entahlah, kita lihat saja!" jawab Senapati Lintang.

Beberapa saat kemudian, kedua pasangan pendekar muncul dari balik semak belukar. Mereka adalah seorang pria paruh baya dan seorang wanita yang masih terlihat cantik meskipun usianya tidak jauh dari pria paruh baya itu, kedua pasangan pendekar itu tersenyum sinis kepada dua orang pendekar tua yang ada di depan rumah tersebut.

Mereka adalah dua pendekar Iblis Merah yang terkenal dengan kesaktian ilmu bela dirinya, dan pernah menggemparkan dunia persilatan karena ulah mereka yang sudah menyerang istana kekaisaran Yangon, dan berhasil membunuh kaisar Lui Chan dan permaisurinya.

Dalam peristiwa di masa lalu itu, mereka diutus oleh salah seorang raja dari kerajaan kepulauan Nusa sebagai pembunuh bayaran untuk membinasakan Kaisar Lui Chan yang dianggap sebagai pemimpin yang selalu ikut campur urusan pribadi dalam pemerintahan kerajaan Kepulauan Nusa.

Paska keberhasilan mereka yang sudah membunuh Kaisar Lui Chan, maka mereka dijuluki pendekar Iblis Merah dan dinobatkan sebagai dua orang pendekar yang paling sakti di kerajaan kepulauan Nusa pada masa itu.

“Memang tidak salah, para pendekar dari kelompok rajawali sangat terkenal akan kesombongannya,” kata pria paruh baya yang baru datang bersama istrinya, berdiri angkuh sambil tersenyum sinis menatap wajah Ki Ronggo dan Ki Wori.

“Tong kosong nyaring bunyinya. Itu memang terbukti,” timpal wanita paruh baya itu berdiri tegak di samping suaminya. Ia berkata sambil tertawa dingin, seakan-akan mengejek dua orang tua yang ada di hadapannya.

Kedua pendekar tersebut tampak sinis menatap wajah Ki Wori dan Ki Ronggo, sesekali mereka berpaling ke arah Senapati Lintang dan Saketi, mereka tersenyum sambil membungkukkan badan seraya memberikan salam hormat kepada Senapati Lintang dan Saketi.

Seakan-akan mereka sudah mengenali Senapati Lintang dan Saketi. Namun, mereka sepertinya tidak ada niat untuk melakukan tindakan jahat terhadap Senapati Lintang dan Saketi. Kedua pendekar itu lebih fokus kepada Ki Wori dan Ki Ronggo saja.

'Siapa lagi mereka? Kenapa mereka hanya menyerang kedua pendekar itu saja?" kata Senapati Lintang dalam hati.

Jangankan Saketi yang merupakan seorang kesatria yang baru tumbuh dewasa, dirinya pun yang sudah lama hidup di dunia persilatan sama sekali tidak mengenali kedua pendekar tersebut. Sehingga dalam benak sang senapati tumbuh berbagai pertanyaan.

"Apakah Paman tidak mengenali mereka?" tanya Saketi meluruskan dua bola matanya ke arah sang senapati.

"Tidak, Pangeran. Paman tidak mengenal mereka," jawab Senapati Lintang.

Saketi menarik napas dalam-dalam, ia kembali fokus ke arah empat pendekar yang tengah melakukan perdebatan.

Begitu juga dengan Senapati Lintang, ia terus mengamati gerak-gerik kedua belah pihak yang sudah saling berhadap-hadapan dengan mata terbuka lebar. Seakan-akan, para pendekar itu sudah bersiap untuk saling menyerang.

Yang paling menarik perhatian bagi sang senapati dan juga Saketi adalah pakaian yang dikenakan oleh dua pasang pendekar yang baru tiba itu. Mereka mengenakan pakaian kebesaran dari kerajaan Kuta Tandingan semasa pemerintahan Prabu Sanjaya—kakeknya Saketi.

"Pangeran lihat dua pendekar itu, mereka mengenakan pakaian layaknya seorang prajurit kerajaan Sanggabuana dari angkatan bersenjata induk panah!" desis Senapati Lintang.

"Apakah di masa lalu mereka itu bagian dari kerajaan Kuta Tandingan, Paman?" tanya Saketi dengan suara pelan.

"Entahlah, bisa iya dan bisa juga bukan. Mungkin jika mereka bukan bagian dari kerajaan Kuta Tandingan, mereka itu adalah para pendekar setia yang selalu menghargai kerajaan nenek moyang mereka, meskipun kerajaan Kuta Tandingan sudah berganti nama," jawab Senapati Lintang berkesimpulan.

Kemudian orang tua bermata sipit itu berkata, "Pendekar Iblis Merah sang penguasa belantara! Selamat datang untuk kalian."

Pasangan pendekar suami istri itu kemudian saling berpandangan. Mereka adalah Soma dan Santika, sepasang pendekar Iblis Merah yang menjadi buruan para prajurit Yangon selama bertahun-tahun. Namun, mereka tidak berhasil ditangkap oleh para prajurit kekaisaran Yangon, karena memiliki kesaktian tinggi. Keberadaannya pun tidak pernah diketahui.

Kemudian, Soma melangkah menghampiri kedua orang tua itu sambil menjura. Sikapnya terkesan ramah dan sopan, namun hal tersebut tidak direspon positif oleh kedua pendekar berusia senja itu.

"Kalian berdua mempunyai penglihatan yang tajam, pantas saja para pendekar kelompok rajawali dijuluki sebagai para pendekar sakti bermata tajam," ujar Soma tersenyum lebar. "Kami baru keluar dari pertapaan saja, kalian sudah dapat mengenali kami!" sambungnya tak henti-hentinya melontarkan senyuman kepada Ki Ronggo dan Ki Wori.

"Omong kosong!" bentak Ki Wori. 

Bukan hanya Ki Wori saja yang merasa geram dengan kehadiran dua pendekar Iblis Merah itu. Ki Ronggo pun tampak kesal dan ikut membentak, "Kalian jangan banyak bicara!" Ki Ronggo menyela perkataan Soma dengan nada sinis.

"Sudah tua, tapi gemar mencari musuh," desis Soma tersenyum-senyum. "Tubuh kalian itu sudah renta dan sudah tercium aroma tanah. Karena sebentar lagi kalian akan dikubur dalam tanah," sambung Soma mulai memantik amarah dua pendekar senja itu.

Soma sengaja berkata demikian, karena ingin memancing emosi Ki Ronggo dan Ki Wori.

"Jaga mulutmu, Pendekar Iblis!" bentak Ki Ronggo semakin gusar. "Hadapi saja kami, jangan banyak bicara!" sambung Ki Ronggo kembali membentak keras.

"Sabar, Ki!" kata Soma lirih sambil mengangkat kedua tangannya.

"Kami tidak memiliki banyak waktu untuk berdebat dengan kalian. Sebaiknya kalian langsung hadapi kami saja!" tantang Ki Ronggo semakin geram dengan sikap dua pendekar Iblis Merah yang terus menerus memancing amarahnya.

"Kami datang bukan untuk bertarung dengan kalian, melihat tubuh kalian yang kurus saja kami sudah iba. Apalagi jika kami harus bertarung dengan kalian, sama saja kami bertarung dengan orang tua kami sendiri," timpal Santika diiringi dengan suara tertawa khasnya.

"Bedebah kalian!" bentak Ki Wori.

Santika dan Soma tidak mengindahkan ucapan orang tua itu. Lantas, Soma mengeluarkan suara yang aneh, nyaring sekali dan terdengar seperti siulan yang keras seperti bahasa isyarat untuk memanggil sekelompok orang.

"Bersiaplah! Mereka sudah memanggil anak buah mereka," desis Ki Ronggo kepada Ki Wori.

* * *

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status