Home / Fantasi / Pewaris Tahta Kerajaan / 4. Sepasang Pendekar Iblis Merah

Share

4. Sepasang Pendekar Iblis Merah

last update Last Updated: 2021-09-15 13:50:46

Senapati Lintang dan Saketi serta para prajuritnya hanya diam menyaksikan detik-detik adu kekuatan senjata dari kedua belah pihak. Namun, satu pihak yang melakukan serangan tersebut masih belum menampakkan diri.

Mereka pun sangat penasaran menunggu kemunculan para pendekar itu, yang secara tiba-tiba menyerang kedua orang tua renta yang memiliki kesaktian sangat luar biasa.

"Kau lihat saja! Pendekar apa lagi yang akan datang ke tempat ini?" bisik Senapati Lintang mengarah kepada Saketi.

"Banyak sekali para pendekar yang datang ke tempat ini. Sebenarnya apa maksud mereka, Paman?" tanya Saketi penasaran. Keningnya mengerut dalam sebagai tanda bahwa dirinya tidak memahami keinginan para pendekar yang secara tiba-tiba saja adu kekuatan di tempat itu.

"Entahlah, kita lihat saja!" jawab Senapati Lintang.

Beberapa saat kemudian, kedua pasangan pendekar muncul dari balik semak belukar. Mereka adalah seorang pria paruh baya dan seorang wanita yang masih terlihat cantik meskipun usianya tidak jauh dari pria paruh baya itu, kedua pasangan pendekar itu tersenyum sinis kepada dua orang pendekar tua yang ada di depan rumah tersebut.

Mereka adalah dua pendekar Iblis Merah yang terkenal dengan kesaktian ilmu bela dirinya, dan pernah menggemparkan dunia persilatan karena ulah mereka yang sudah menyerang istana kekaisaran Yangon, dan berhasil membunuh kaisar Lui Chan dan permaisurinya.

Dalam peristiwa di masa lalu itu, mereka diutus oleh salah seorang raja dari kerajaan kepulauan Nusa sebagai pembunuh bayaran untuk membinasakan Kaisar Lui Chan yang dianggap sebagai pemimpin yang selalu ikut campur urusan pribadi dalam pemerintahan kerajaan Kepulauan Nusa.

Paska keberhasilan mereka yang sudah membunuh Kaisar Lui Chan, maka mereka dijuluki pendekar Iblis Merah dan dinobatkan sebagai dua orang pendekar yang paling sakti di kerajaan kepulauan Nusa pada masa itu.

“Memang tidak salah, para pendekar dari kelompok rajawali sangat terkenal akan kesombongannya,” kata pria paruh baya yang baru datang bersama istrinya, berdiri angkuh sambil tersenyum sinis menatap wajah Ki Ronggo dan Ki Wori.

“Tong kosong nyaring bunyinya. Itu memang terbukti,” timpal wanita paruh baya itu berdiri tegak di samping suaminya. Ia berkata sambil tertawa dingin, seakan-akan mengejek dua orang tua yang ada di hadapannya.

Kedua pendekar tersebut tampak sinis menatap wajah Ki Wori dan Ki Ronggo, sesekali mereka berpaling ke arah Senapati Lintang dan Saketi, mereka tersenyum sambil membungkukkan badan seraya memberikan salam hormat kepada Senapati Lintang dan Saketi.

Seakan-akan mereka sudah mengenali Senapati Lintang dan Saketi. Namun, mereka sepertinya tidak ada niat untuk melakukan tindakan jahat terhadap Senapati Lintang dan Saketi. Kedua pendekar itu lebih fokus kepada Ki Wori dan Ki Ronggo saja.

'Siapa lagi mereka? Kenapa mereka hanya menyerang kedua pendekar itu saja?" kata Senapati Lintang dalam hati.

Jangankan Saketi yang merupakan seorang kesatria yang baru tumbuh dewasa, dirinya pun yang sudah lama hidup di dunia persilatan sama sekali tidak mengenali kedua pendekar tersebut. Sehingga dalam benak sang senapati tumbuh berbagai pertanyaan.

"Apakah Paman tidak mengenali mereka?" tanya Saketi meluruskan dua bola matanya ke arah sang senapati.

"Tidak, Pangeran. Paman tidak mengenal mereka," jawab Senapati Lintang.

Saketi menarik napas dalam-dalam, ia kembali fokus ke arah empat pendekar yang tengah melakukan perdebatan.

Begitu juga dengan Senapati Lintang, ia terus mengamati gerak-gerik kedua belah pihak yang sudah saling berhadap-hadapan dengan mata terbuka lebar. Seakan-akan, para pendekar itu sudah bersiap untuk saling menyerang.

Yang paling menarik perhatian bagi sang senapati dan juga Saketi adalah pakaian yang dikenakan oleh dua pasang pendekar yang baru tiba itu. Mereka mengenakan pakaian kebesaran dari kerajaan Kuta Tandingan semasa pemerintahan Prabu Sanjaya—kakeknya Saketi.

"Pangeran lihat dua pendekar itu, mereka mengenakan pakaian layaknya seorang prajurit kerajaan Sanggabuana dari angkatan bersenjata induk panah!" desis Senapati Lintang.

"Apakah di masa lalu mereka itu bagian dari kerajaan Kuta Tandingan, Paman?" tanya Saketi dengan suara pelan.

"Entahlah, bisa iya dan bisa juga bukan. Mungkin jika mereka bukan bagian dari kerajaan Kuta Tandingan, mereka itu adalah para pendekar setia yang selalu menghargai kerajaan nenek moyang mereka, meskipun kerajaan Kuta Tandingan sudah berganti nama," jawab Senapati Lintang berkesimpulan.

Kemudian orang tua bermata sipit itu berkata, "Pendekar Iblis Merah sang penguasa belantara! Selamat datang untuk kalian."

Pasangan pendekar suami istri itu kemudian saling berpandangan. Mereka adalah Soma dan Santika, sepasang pendekar Iblis Merah yang menjadi buruan para prajurit Yangon selama bertahun-tahun. Namun, mereka tidak berhasil ditangkap oleh para prajurit kekaisaran Yangon, karena memiliki kesaktian tinggi. Keberadaannya pun tidak pernah diketahui.

Kemudian, Soma melangkah menghampiri kedua orang tua itu sambil menjura. Sikapnya terkesan ramah dan sopan, namun hal tersebut tidak direspon positif oleh kedua pendekar berusia senja itu.

"Kalian berdua mempunyai penglihatan yang tajam, pantas saja para pendekar kelompok rajawali dijuluki sebagai para pendekar sakti bermata tajam," ujar Soma tersenyum lebar. "Kami baru keluar dari pertapaan saja, kalian sudah dapat mengenali kami!" sambungnya tak henti-hentinya melontarkan senyuman kepada Ki Ronggo dan Ki Wori.

"Omong kosong!" bentak Ki Wori. 

Bukan hanya Ki Wori saja yang merasa geram dengan kehadiran dua pendekar Iblis Merah itu. Ki Ronggo pun tampak kesal dan ikut membentak, "Kalian jangan banyak bicara!" Ki Ronggo menyela perkataan Soma dengan nada sinis.

"Sudah tua, tapi gemar mencari musuh," desis Soma tersenyum-senyum. "Tubuh kalian itu sudah renta dan sudah tercium aroma tanah. Karena sebentar lagi kalian akan dikubur dalam tanah," sambung Soma mulai memantik amarah dua pendekar senja itu.

Soma sengaja berkata demikian, karena ingin memancing emosi Ki Ronggo dan Ki Wori.

"Jaga mulutmu, Pendekar Iblis!" bentak Ki Ronggo semakin gusar. "Hadapi saja kami, jangan banyak bicara!" sambung Ki Ronggo kembali membentak keras.

"Sabar, Ki!" kata Soma lirih sambil mengangkat kedua tangannya.

"Kami tidak memiliki banyak waktu untuk berdebat dengan kalian. Sebaiknya kalian langsung hadapi kami saja!" tantang Ki Ronggo semakin geram dengan sikap dua pendekar Iblis Merah yang terus menerus memancing amarahnya.

"Kami datang bukan untuk bertarung dengan kalian, melihat tubuh kalian yang kurus saja kami sudah iba. Apalagi jika kami harus bertarung dengan kalian, sama saja kami bertarung dengan orang tua kami sendiri," timpal Santika diiringi dengan suara tertawa khasnya.

"Bedebah kalian!" bentak Ki Wori.

Santika dan Soma tidak mengindahkan ucapan orang tua itu. Lantas, Soma mengeluarkan suara yang aneh, nyaring sekali dan terdengar seperti siulan yang keras seperti bahasa isyarat untuk memanggil sekelompok orang.

"Bersiaplah! Mereka sudah memanggil anak buah mereka," desis Ki Ronggo kepada Ki Wori.

* * *

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pewaris Tahta Kerajaan    133 Jula Karna Menjalin Persahabatan dengan Saketi dan Sami Aji

    Prabu Erlangga menarik napas dalam-dalam, lalu menjawab lirih pertanyaan putra mahkota dari kerajaan musuh itu."Kembalilah ke istanamu! Berbuatlah kebaikan, tunjukkan kepada ayahandamu bahwa apa yang kau lakukan sangat disukai rakyat kerajaanmu! Niscaya, ayahandamu akan menilai sendiri kebaikan yang ada padamu.""Mohon maaf, Gusti Prabu. Apakah hal seperti ini mampu merubah sikap dan pemikiran ayahanadaku?" tanya Jula Karna lirih."Bisa, tapi secara perlahan," jawab sang raja. "Karena semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, kau harus sabar! Niscaya, lambat-laun ayahandamu akan mengikuti jejakmu jika dia tidak ingin kehilangan kedudukannya," sambung sang raja penuh nasihat."Terima kasih, Gusti Prabu. Aku sangat berharap ayahandaku bisa berubah," ucap Jula Karna.Prabu Erlangga dan Mahapatih Randu Aji tersenyum lebar melihat sikap Jula Karna, mereka merasa kagum karena sikapnya sungguh berbeda dengan sikap ayahandanya.Demikianlah, maka Jula Karna pun paham dan sangat meng

  • Pewaris Tahta Kerajaan    132. Jula Karna Berkunjung ke Istana Sanggabuana

    "Dia adalah Prabu Serta Madya yang semasa menjadi prajurit kerajaan Sirnabaya lebih dikenal dengan nama Rintang Lingga Husaini," jawab Uluma.Pemuda itu menjelaskan sebagaimana yang ia ketahui dari berbagai sumber, karena semua rakyat di kerajaan tersebut sudah mengetahui bahwa pemimpin kerajaan Hoda Buana adalah seorang prajurit biasa yang menjelma menjadi seorang pahlawan kuat hingga berhasil membebaskan rakyat Hoda Buana dari jerat pemerintahan zalim kerajaan Sirnabaya."Sungguh aku sangat tertarik dengan cerita ini. Jika berkenan, apakah kau sudi menceritakan semua kepada kami?!" kata Jula Karna penuh harap.Dengan senang hati, Uluma pun langsung menceritakan tentang kisah perjalanan hidup Prabu Serta Madya atau Rintang Lingga Husaini. Semua berdasarkan pengetahuan dari ayahnya yang mengetahui keseluruhan perjalanan hidup Rintang Lingga Husaini sebelum menjadi seorang raja di kerajaan Hoda Buana."Terima kasih, Uluma. Kau sudah banyak memberikan keterangan untuk kami, dan kami san

  • Pewaris Tahta Kerajaan    131. Jula Karna yang Rendah Hati

    Setelah selesai makan siang dan beristirahat sebentar, sang raja dan para punggawanya kembali melanjutkan perjalanan menuju sebuah desa yang berada di pinggiran kadipaten Kunadapa. Selanjutnya mereka akan meneruskan perjalanan tersebut kembali memasuki hutan agar segera sampai di kuta utama Randakala.Senapati Lintang merasa senang, bahwa dirinya sudah bisa menjadi bagian dari pasukan kerajaan Sanggabuana meskipun bukan tumpah darah nenek moyangnya, karena Randakala adalah tumpah darah dirinya yang sebenarnya."Terima kasih banyak Gusti Prabu, karena hamba sudah diajak dalam misi ini. Hari ini hamba bisa kembali melihat pemandangan indah di tanah kelahiran hamba," ucap Senapati Lintang tampak semringah."Apakah Senapati masih memiliki sanak saudara di kerajaan ini? Jika masih, alangkah baiknya nanti kita mampir saja terlebih dahulu.""Sudah tidak ada, Gusti Prabu. Keluarga hamba sudah tewas semua semenjak peristiwa agresi yang dilakukan oleh pihak kerajaan Tonggon," jawab Senapati Lin

  • Pewaris Tahta Kerajaan    130. Prabu Erlangga dan Rombongannya Tiba di Sebuah Desa

    Prabu Erlangga hanya diam menyimak perbincangan para pengawalnya dengan pemuda tersebut. Ia khawatir jika terlalu banyak bicara, Burama tentu akan mengetahui tentang penyamarannya itu, sehingga Prabu Erlangga lebih memilih diam dan menyimak dengan santai penuturan dari pemuda desa tersebut."Apakah raja tidak bertindak tegas terhadap pihak yang bersekutu dengan pemerintah kerajaan Kuta Waluya?" tanya Senapati Lintang."Sang raja hanya diam saja, entah kenapa? Aku pun tidak mengerti apa yang ada dalam pikirkan sang raja. Seakan-akan, dirinya seperti bersembunyi di dalam terang," jawab Burama lirih."Kau jangan berprasangka buruk terhadap pemimpin kerajaan ini. Bisa jadi, itu semua dikarenakan adanya kesimpangsiuran, karena aku yakin bahwa pemimpin kerajaan ini sungguh menyayangi rakyatnya," timpal Senapati Lintang.Burama hanya tersenyum menanggapi perkataan Senapati Lintang. Lalu berkata lagi, "Ketika terjadi pertentangan yang menabur benih perpecahan, aku sebagai rakyat kecil lebih m

  • Pewaris Tahta Kerajaan    129. Bertemu dengan Burama

    Sembilan hari berikutnya ....Prabu Erlangga bersama ratusan prajurit pengawal, sudah berada di wilayah kerajaan Randakala. Hampir satu pekan lamanya, mereka melakukan perjalanan dari kerajaan Sanggabuana menuju wilayah kerajaan tersebut.Perjalanan itu dimulai dari istana menuju kepatihan Kuta Gandok, kepatihan Waluya Jaya, dan terakhir masuk ke wilayah kerajaan Randakala melalui jalur timur kepatihan Waluya Jaya."Kita ini sudah masuk ke wilayah kadipaten Kunadapa," kata sang raja sedikit memperlambat laju kudanya. "Di masa lalu aku pernah berkelana di tempat ini, dan itu berlangsung hampir dua tahun lamanya bersama Paman Landuka," lanjut sang raja berkata kepada Senapati Lintang dan para prajurit lainnya.Tempat yang indah dengan panorama alam yang sungguh menakjubkan, memukau pandangan. Tampak bukit-bukit menjulang tinggi dengan pepohonan lebat menghijau menambah warna bagi keindahan alam di kerajaan tersebut, yang sebagian besar dihuni oleh suku yang sama dengan yang ada di keraj

  • Pewaris Tahta Kerajaan    128. Jundaka dan Salima Resmi Menjadi Prajurit Sanggabuana

    Di ruang utama istana, Prabu Erlangga sedang berbincang dengan Mahapatih Randu Aji dan juga para penasihat istana. Mereka sedang membahas tentang keamanan batas wilayah yang berbatasan langsung dengan wilayah kerajaan Kuta Waluya.Di wilayah tersebut setiap harinya sering terjadi penyelundupan barang-barang ilegal dari para penduduk kerajaan Kuta Waluya. Mereka masuk tanpa izin melewati jalur-jalur tikus yang ada di dalam hutan di sepanjang perbatasan.Mereka sangat cerdik dan pintar ketika melancarkan aksi mereka, sehingga pihak prajurit keamanan tidak dapat mendeteksi pergerakan mereka."Seharusnya, kita ini sudah membangun tembok raksasa sebagai pembatas wilayah kerajaan, agar para penyusup dari Kuta Waluya tidak mudah memasuki wilayah kerajaan ini!" ujar Prabu Erlangga di sela perbincangannya dengan para petinggi istana."Benar, Gusti Prabu. Saat ini memang sudah waktunya kita untuk membangun tembok raksasa di sepanjang perbatasan wilayah kerajaan Kuta Waluya," sahut Anggadita men

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status