Home / Fantasi / Pewaris Tahta Kerajaan / 5. Kemelut di Depan Rumah Tua

Share

5. Kemelut di Depan Rumah Tua

last update Last Updated: 2021-09-17 13:21:08

Tidak lama setelah itu, terdengar suara yang sama seseorang menyahut dari dalam hutan, disusul oleh suara lainnya hingga terdengar gaduh saling bersahutan. Setelah itu, keluarlah beberapa orang pria dewasa. Mereka berloncatan dari persembunyian mereka di balik semak-semak yang ada di hutan itu. Orang-orang itu langsung menghampiri Soma dan Santika.

"Baguslah, kalian sudah kumpul semua," desis Soma tersenyum lebar menyambut kedatangan anak buahnya.

Salah seorang dari mereka bertanya kepada Soma, "Apa yang harus kami lakukan, Ki?"

"Jangan bertindak dulu sebelum aku memberikan perintah kepada kalian!" jawab Soma.

Orang-orang yang berpenampilan aneh itu menjura kepada Soma dan Santika lalu mereka mundur dua langkah.

Ki Ronggo dan Ki Wori tampak kaget dengan kedatangan orang-orang tersebut. Mereka sangat aneh, berpenampilan layaknya para prajurit kerajaan Kuta Tandingan di masa lalu.

"Kau perhatikan mereka! Mereka mirip dengan para prajurit kerajaan Kuta Tandingan di masa silam!" bisik Ki Ronggo mengarah kepada Ki Wori yang tengah mengamati puluhan orang yang baru tiba itu.

"Ya, mereka berpenampilan seperti para prajurit kerajaan Kuta Tandingan. Apakah mereka ini berasal dari kelompok orang-orang gila?" tanya Ki Ronggo seakan-akan mengejek penampilan kelompok pendekar Iblis Merah.

"Bisa jadi mereka adalah orang-orang yang hilang ingatan atau mungkin mereka ini adalah hantu prajurit kerajaan Kuta Tandingan," jawab Ki Wori tertawa lepas.

"Entahlah, mungkin mereka ini adalah para siluman anak buah pendekar Iblis Merah," jawab Ki Ronggo.

"Hey! Sikap kalian seperti anak kecil, mengejek dan menghina kami dengan seenaknya!" teriak Santika merasa kesal dengan lelucon dua orang pria berusia senja itu, karena mereka sudah mengejek penampilan kelompoknya.

Mendengar teriakan Santika, Ki Wori hanya tersenyum, lalu kembali meluruskan pandangannya ke arah orang-orang yang baru tiba itu. Kemudian, ia bertepuk tangan dua kali. Tiba-tiba dari arah belakang keluar sekitar puluhan orang dengan masing-masing menggenggam sebilah golok, orang-orang tersebut langsung berbaris rapi di belakang Ki Ronggo dan Ki Wori.

Dengan demikian, kedua kelompok itu pun sudah saling berhadap-hadapan, mereka sudah bersiap siaga tinggal menunggu perintah dari pemimpin mereka masing-masing. Situasi mulai menegangkan, kelompok pendekar rajawali mulai maju beberapa langkah dengan sikap waspada.

Melihat pemandangan seperti itu, Soma kemudian tertawa lepas, "Hahaha ...!" Lalu berkata, "Kalian tampak siap sekali dalam menghadapi kami, kalian tidak perlu khawatir! Kedatangan kami ke sini tidak akan membuat keributan dengan pihak mana pun, termasuk dengan kalian. Karena kedatangan kami hanya ingin mengambil pusaka di dalam rumah ini!"

"Tunggu sebentar, Ki Sanak!" seru Ki Wori. "Kami pun demikian, kami sudah menerima tugas dari pimpinan kami untuk melindungi pusaka di dalam rumah ini. Kelompok rajawali tidak ingin mencari musuh, apalagi dengan pihak paguron silat lain. Karena sudah menjadi keinginan kami untuk bersahabat dan menyatukan semua paguron persilatan yang ada di tanah Tandingan ini," tambah Ki Wori menegaskan.

Ketika dua kelompok tersebut saling berdebat. Senapati Lintang pun mulai mengambil kesempatan.

"Kita harus segera masuk ke dalam rumah kosong itu, perintahkan kepada para prajurit agar tetap di tempat mereka masing-masing!" bisik Senapati Lintang kepada Saketi.

"Baik, Paman."

Saketi langsung memberikan isyarat kepada para prajurit untuk tetap diam dan tidak boleh bertindak sebelum ia perintah. Setelah itu, Saketi dan Senapati Lintang langsung bergerak. Mereka melangkah hendak memasuki rumah kosong itu, memanfaatkan situasi kelengahan dari dua orang pria senja itu.

Namun baru beberapa langkah saja, tiba-tiba salah seorang pendekar dari kedua kelompok tersebut membentak, "Hai! Kau hendak melakukan apa masuk ke dalam rumah ini?" tanya seorang pria dari pihak kelompok pendekar rajawali.

Dengan gagah berani, Senapati Lintang pun menjawab, "Aku tidak peduli dengan semua urusan kalian. Kami datang ke tempat ini hendak memeriksa rumah kosong ini, untuk memastikan apa yang sudah terjadi sehingga penghuni rumah ini sudah tidak ada lagi," tegas sang senapati membentak dengan suara tidak kalah kerasnya dengan bentakan orang tersebut.

Kemudian, Senapati Lintang langsung mengajak Saketi untuk melanjutkan langkah mereka memasuki rumah tak berpenghuni itu. "Ayo, Pangeran, kita harus segera melaksanakan tugas sang raja!" ajak Senapati Lintang mengarah kepada Saketi.

"Baik, Paman," sahut Saketi.

Senapati Lintang dan Saketi kemudian bergerak maju hendak memasuki rumah tersebut. Namun, Ki Ronggo segera mencegah langkah sang senapati dan juga Saketi.

"Tunggu dulu! Tidak semudah itu kalian bisa masuk ke dalam rumah ini!" cegah Ki Ronggo maju menghadang. Dua bola matanya menatap tajam wajah sang panglima dan sang pangeran.

"Apa yang kau inginkan dari kami?" tanya Senapati Lintang.

"Yang kami inginkan, kalian jangan memasuki rumah ini!" jawab Ki Ronggo tegas.

"Apa alasannya? Kami hanya ingin menyelidiki sebab kepergian para penghuni rumah ini." Senapati Lintang menjelaskan maksud dan tujuannya hendak memasuki rumah kosong itu.

"Atas dasar apa kalian mau menyelidiki rumah ini?"

"Berdasarkan perintah raja! Kami datang untuk menemui pemilik rumah ini, tapi mengapa rumah ini kosong? Tentu ini menjadi keharusan bagi kami untuk mengetahui ke mana perginya para penghuni rumah ini."

"Kami tidak percaya kalian ini urusan raja, mundur dan menjauh dari tempat ini!" bentak Ki Ronggo.

Senapati Lintang berusaha untuk tetap tenang dan tidak terpancing emosi, meskipun menghadapi sikap orang tua tersebut, yang berlaku sombong dan tidak mengenakan dalam berkata.

"Kami ditugaskan oleh sang raja untuk memeriksa keadaan rumah ini. Kami hanya penasaran dan ingin memastikan ke mana perginya mereka para penghuni rumah ini? Perlu kau ketahui, kami tidak ingin mencari musuh!" tegas sang senapati kembali mengulangi perkataannya.

Meskipun demikian, ia tetap berusaha tenang dan bersikap biasa-biasa saja. Meskipun tengah dihadapkan oleh sebuah persoalan yang sangat serius dengan para pendekar itu.

Ki Ronggo tertawa kecil, "Hahaha." Lalu berkata, "Kami pun demikian, tidak ingin menghendaki permusuhan ini terjadi. Akan tetapi, sepertinya dalam urusan ini di antara kita sudah ada pertentangan. Kami pun berhak melindungi rumah ini, karena di dalamnya terdapat benda pusaka yang tinggi nilainya yang harus kami jaga!" kata Ki Ronggo bersikeras menghalangi langkah sang senapati dan Saketi.

Saketi dengan dada yang semakin bergejolak, kemudian melangkah mendekati orang tua itu. "Bagus sekali! Kalau sekiranya hanya kekerasan yang akan dapat menyelesaikan pertentangan ini, maka kita adakan pertarungan!" ujarnya geram menantang kedua orang tua itu.

"Kau ini masih muda, bersikaplah sopan terhadapku yang jauh lebih tua darimu!" bentak Ki Ronggo geram dengan sikap Saketi yang dinilainya terlalu lancang.

"Tutup mulutmu! Aku tidak menghendaki ini terjadi, namun kalian sendiri yang sudah memancing amarahku," jawab Saketi tampak berapi-api.

"Berani sekali kau ini, bertarunglah! Siapa yang kuat dia adalah penguasa," tandas Ki Ronggo.

* * *

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pewaris Tahta Kerajaan    133 Jula Karna Menjalin Persahabatan dengan Saketi dan Sami Aji

    Prabu Erlangga menarik napas dalam-dalam, lalu menjawab lirih pertanyaan putra mahkota dari kerajaan musuh itu."Kembalilah ke istanamu! Berbuatlah kebaikan, tunjukkan kepada ayahandamu bahwa apa yang kau lakukan sangat disukai rakyat kerajaanmu! Niscaya, ayahandamu akan menilai sendiri kebaikan yang ada padamu.""Mohon maaf, Gusti Prabu. Apakah hal seperti ini mampu merubah sikap dan pemikiran ayahanadaku?" tanya Jula Karna lirih."Bisa, tapi secara perlahan," jawab sang raja. "Karena semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, kau harus sabar! Niscaya, lambat-laun ayahandamu akan mengikuti jejakmu jika dia tidak ingin kehilangan kedudukannya," sambung sang raja penuh nasihat."Terima kasih, Gusti Prabu. Aku sangat berharap ayahandaku bisa berubah," ucap Jula Karna.Prabu Erlangga dan Mahapatih Randu Aji tersenyum lebar melihat sikap Jula Karna, mereka merasa kagum karena sikapnya sungguh berbeda dengan sikap ayahandanya.Demikianlah, maka Jula Karna pun paham dan sangat meng

  • Pewaris Tahta Kerajaan    132. Jula Karna Berkunjung ke Istana Sanggabuana

    "Dia adalah Prabu Serta Madya yang semasa menjadi prajurit kerajaan Sirnabaya lebih dikenal dengan nama Rintang Lingga Husaini," jawab Uluma.Pemuda itu menjelaskan sebagaimana yang ia ketahui dari berbagai sumber, karena semua rakyat di kerajaan tersebut sudah mengetahui bahwa pemimpin kerajaan Hoda Buana adalah seorang prajurit biasa yang menjelma menjadi seorang pahlawan kuat hingga berhasil membebaskan rakyat Hoda Buana dari jerat pemerintahan zalim kerajaan Sirnabaya."Sungguh aku sangat tertarik dengan cerita ini. Jika berkenan, apakah kau sudi menceritakan semua kepada kami?!" kata Jula Karna penuh harap.Dengan senang hati, Uluma pun langsung menceritakan tentang kisah perjalanan hidup Prabu Serta Madya atau Rintang Lingga Husaini. Semua berdasarkan pengetahuan dari ayahnya yang mengetahui keseluruhan perjalanan hidup Rintang Lingga Husaini sebelum menjadi seorang raja di kerajaan Hoda Buana."Terima kasih, Uluma. Kau sudah banyak memberikan keterangan untuk kami, dan kami san

  • Pewaris Tahta Kerajaan    131. Jula Karna yang Rendah Hati

    Setelah selesai makan siang dan beristirahat sebentar, sang raja dan para punggawanya kembali melanjutkan perjalanan menuju sebuah desa yang berada di pinggiran kadipaten Kunadapa. Selanjutnya mereka akan meneruskan perjalanan tersebut kembali memasuki hutan agar segera sampai di kuta utama Randakala.Senapati Lintang merasa senang, bahwa dirinya sudah bisa menjadi bagian dari pasukan kerajaan Sanggabuana meskipun bukan tumpah darah nenek moyangnya, karena Randakala adalah tumpah darah dirinya yang sebenarnya."Terima kasih banyak Gusti Prabu, karena hamba sudah diajak dalam misi ini. Hari ini hamba bisa kembali melihat pemandangan indah di tanah kelahiran hamba," ucap Senapati Lintang tampak semringah."Apakah Senapati masih memiliki sanak saudara di kerajaan ini? Jika masih, alangkah baiknya nanti kita mampir saja terlebih dahulu.""Sudah tidak ada, Gusti Prabu. Keluarga hamba sudah tewas semua semenjak peristiwa agresi yang dilakukan oleh pihak kerajaan Tonggon," jawab Senapati Lin

  • Pewaris Tahta Kerajaan    130. Prabu Erlangga dan Rombongannya Tiba di Sebuah Desa

    Prabu Erlangga hanya diam menyimak perbincangan para pengawalnya dengan pemuda tersebut. Ia khawatir jika terlalu banyak bicara, Burama tentu akan mengetahui tentang penyamarannya itu, sehingga Prabu Erlangga lebih memilih diam dan menyimak dengan santai penuturan dari pemuda desa tersebut."Apakah raja tidak bertindak tegas terhadap pihak yang bersekutu dengan pemerintah kerajaan Kuta Waluya?" tanya Senapati Lintang."Sang raja hanya diam saja, entah kenapa? Aku pun tidak mengerti apa yang ada dalam pikirkan sang raja. Seakan-akan, dirinya seperti bersembunyi di dalam terang," jawab Burama lirih."Kau jangan berprasangka buruk terhadap pemimpin kerajaan ini. Bisa jadi, itu semua dikarenakan adanya kesimpangsiuran, karena aku yakin bahwa pemimpin kerajaan ini sungguh menyayangi rakyatnya," timpal Senapati Lintang.Burama hanya tersenyum menanggapi perkataan Senapati Lintang. Lalu berkata lagi, "Ketika terjadi pertentangan yang menabur benih perpecahan, aku sebagai rakyat kecil lebih m

  • Pewaris Tahta Kerajaan    129. Bertemu dengan Burama

    Sembilan hari berikutnya ....Prabu Erlangga bersama ratusan prajurit pengawal, sudah berada di wilayah kerajaan Randakala. Hampir satu pekan lamanya, mereka melakukan perjalanan dari kerajaan Sanggabuana menuju wilayah kerajaan tersebut.Perjalanan itu dimulai dari istana menuju kepatihan Kuta Gandok, kepatihan Waluya Jaya, dan terakhir masuk ke wilayah kerajaan Randakala melalui jalur timur kepatihan Waluya Jaya."Kita ini sudah masuk ke wilayah kadipaten Kunadapa," kata sang raja sedikit memperlambat laju kudanya. "Di masa lalu aku pernah berkelana di tempat ini, dan itu berlangsung hampir dua tahun lamanya bersama Paman Landuka," lanjut sang raja berkata kepada Senapati Lintang dan para prajurit lainnya.Tempat yang indah dengan panorama alam yang sungguh menakjubkan, memukau pandangan. Tampak bukit-bukit menjulang tinggi dengan pepohonan lebat menghijau menambah warna bagi keindahan alam di kerajaan tersebut, yang sebagian besar dihuni oleh suku yang sama dengan yang ada di keraj

  • Pewaris Tahta Kerajaan    128. Jundaka dan Salima Resmi Menjadi Prajurit Sanggabuana

    Di ruang utama istana, Prabu Erlangga sedang berbincang dengan Mahapatih Randu Aji dan juga para penasihat istana. Mereka sedang membahas tentang keamanan batas wilayah yang berbatasan langsung dengan wilayah kerajaan Kuta Waluya.Di wilayah tersebut setiap harinya sering terjadi penyelundupan barang-barang ilegal dari para penduduk kerajaan Kuta Waluya. Mereka masuk tanpa izin melewati jalur-jalur tikus yang ada di dalam hutan di sepanjang perbatasan.Mereka sangat cerdik dan pintar ketika melancarkan aksi mereka, sehingga pihak prajurit keamanan tidak dapat mendeteksi pergerakan mereka."Seharusnya, kita ini sudah membangun tembok raksasa sebagai pembatas wilayah kerajaan, agar para penyusup dari Kuta Waluya tidak mudah memasuki wilayah kerajaan ini!" ujar Prabu Erlangga di sela perbincangannya dengan para petinggi istana."Benar, Gusti Prabu. Saat ini memang sudah waktunya kita untuk membangun tembok raksasa di sepanjang perbatasan wilayah kerajaan Kuta Waluya," sahut Anggadita men

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status