Saketi adalah keturunan pertama dari Prabu Erlangga, buah pernikahannya dengan Arimbi putri angkat Ki Bayu Seta. Meskipun, ia seorang putra mahkota, Saketi tampak bersikap seperti rakyat biasa. Ia tidak membatasi dirinya untuk berbaur dengan rakyat tanpa pandang bulu. Saketi memiliki kesaktian sama persis dengan sang ayah, di usia dua puluh tahun, Saketi sudah menjelma menjadi seorang pendekar pilih tanding yang sangat disegani dan ditakuti oleh lawan. Sang raja mempercayakan, Senapati Lintang sebagai juru didik bagi putranya itu. Dengan penuh harapan, putranya bisa menjadi seorang pendekar berbudi pekerti baik, dan menjadi pemimpin yang bijaksana. *** "Bedebah! Kami tidak peduli dengan niat kalian. Pokoknya setiap yang datang ke tempat ini, itu tandanya mau setor nyawa," kata pria yang mengenakan ikat kepala merah sesumbar.. "Langsung serang saja mereka, Paman!" pinta Saketi, ia merasa geram dengan perkataan orang tersebut. "Baik, Pangeran." Senapati Lintang mengangkat tangan sebagai isyarat, agar para prajuritnya segera menyerbu empat pendekar tersebut. Para prajurit itu pun langsung menyerang dengan melontarkan senjata yang sangat mematikan. Tampak sinar-sinar merah melesat dari bagian depan dan belakang rumah tersebut.
View MorePada saat itu, Saketi sudah bersiap hendak menghadap Senapati Lintang, karena mereka akan segera melakukan perjalanan jauh atas perintah sang raja.
Baru beberapa langkah saja berjalan, tiba-tiba terdengar suara teriakan seorang wanita memanggil namanya.
"Kakang Saketi!"Sejenak, pemuda itu menghentikan langkahnya dan memalingkan wajah ke arah belakang. Dilihatnya seorang gadis cantik berlari kecil mendekat ke arahnya.
"Ada apa, Yunada?" tanya Saketi mengerutkan kening, dua bola matanya menatap wajah gadis itu yang sudah berdiri di hadapannya.
Yunada tidak langsung menjawab pertanyaan Saketi, ia menghela napas sejenak sambil tersenyum. Tangannya tampak memegang bungkusan kain, entah apa isinya?
"Kakang mau berangkat sekarang, 'kan?" tanya Yunada dengan suara lembut.
"Iya, memangnya kenapa?" Saketi balas bertanya sambil terus memandangi keindahan wajah Yunada.
"Aku sudah membuatkan makanan kesukaan Kakang dan ayahandaku, untuk bekal diperjalanan!" ucapnya lirih sambil menyerahkan cawan yang sudah dibungkus rapi menggunakan kain.
Saketi tampak semringah. Ia sangat bahagia dan senang dengan sikap Yunada yang sangat perhatian terhadap dirinya.
"Terima kasih, Yunada." Saketi melontar senyum sambil meraih bungkusan kain tersebut. "Kakang akan selalu merindukanmu," sambungnya meletakkan telapak tangan di atas kepala gadis itu, kemudian membelai rambutnya penuh kelembutan.
"Kakang harus berhati-hati!" desis Yunada tersenyum manis memandang wajah sang pangeran pujaan hatinya.
"Iya, Yuanda" jawab Saketi lembut. "Apakah ayahandamu sudah berangkat?" tanya Saketi menambahkan.
"Ayahanda sudah berada di pendapa istana bersama paman maha patih," jawab Yunada lirih.
"Baiklah, kalau seperti itu. Kakang berangkat sekarang, yah," ucap Saketi sedikit membungkukkan badan. Lalu, mendaratkan bibir di atas kening Yunada.
"Baik, Kakang. Nanti aku pun akan menyusul ke pendapa."
Yunada tersenyum, telapak tangannya menyapu permukaan wajah sang pangeran, lantas memeluk erat tubuh putra mahkota itu sambil berbisik mesra, "Semoga apa yang ditugaskan oleh paman raja, bisa Kakang selesaikan dengan mudah. Aku sayang, Kakang." Yunada langsung melepaskan pelukannya dan memandang wajah Saketi begitu lekat.
"Iya, Yunada. Kakang akan selalu mengingat pesanmu ini," pungkas Saketi. Setelah itu, ia langsung melangkah dan berlalu dari hadapan kekasihnya.
Tatapan penuh cinta dari seorang gadis cantik menyertai langkah sang pangeran yang sudah berjalan menuju pendapa istana.
Yunada adalah putri satu-satunya Senapati Lintang buah pernikahannya dengan Winiresti, Yunada merupakan gadis cantik, berbudi pekerti baik, dan pandai dalam ilmu bela diri.
Sang raja dan permaisuri sudah terpikat dengan sikap ramah dan sopan santun gadis tersebut. Mereka berencana akan menjadikan Yunada sebagai menantu istana dan menganugerahkan gelar permaisuri anom untuk Yunada.
* * *Setibanya di pendapa istana, Saketi langsung menjura kepada ayahandanya dan juga ibundanya yang sudah duduk bersama dengan Senapati Lintang dan para petinggi istana lainnya."Duduklah putraku!" pinta sang raja tersenyum menyambut kedatangan putra semata wayangnya.
Saketi kembali merangkapkan kedua telapak tangannya sedikit membungkukkan badan di hadapan ayahandanya. Kemudian duduk bersebelahan dengan Senapati Lintang.
Ada banyak hal yang diamanatkan oleh sang raja kepada Senapati Lintang dan juga Saketi sebelum mereka berangkat dalam melaksanakan tugas darinya.
Setelah itu, Saketi dan Senapati Lintang langsung pamit kepada sang raja dan sang maha patih, untuk segera menjalankan tugas yang diembankan oleh Prabu Erlangga kepada mereka.
Hari itu, mereka hendak menelusuri keberadaan Ki Wiradana di sebuah padepokan silat yang berada di tengah hutan di bawah kaki gunung Sanggabuana.
"Berangkatlah, dan berhati-hatilah di jalan!" ujar sang raja melepas kepergian putranya dan senapatinya.
Dengan demikian, keduanya pun langsung berangkat bersama sepuluh prajurit pilihan dengan menunggangi kuda masing-masing.
Menjelang sore, Saketi dan rombongannya sudah tiba di tempat tujuan. Tepatnya di sebuah hutan yang lebat dengan pepohonan.
Dengan demikian, Senapati Lintang segera memerintahkan para prajuritnya untuk berhenti sejenak, "Sebaiknya kita beristirahat dulu! Kita tidak boleh langsung mendekati bangunan itu!" ujar Senapati Lintang mengarah kepada sepuluh prajurit khusus yang ikut dengannya.
"Baik, Gusti Senapati," jawab para prajurit itu.
Tampak sebuah bangunan tua yang sudah tidak berpenghuni, berdiri kokoh di dalam hutan belantara dekat dengan sebuah lembah terlarang yang berada di bawah kaki gunung Sanggabuana.
"Aku rasa itu adalah tempatnya," desis Saketi mengarahkan pandangannya ke sebuah bangunan tua yang tidak jauh dari posisi tempatnya berdiri.
Keadaan di sekitar bangunan tersebut tampak sunyi, sehingga menimbulkan kesan menyeramkan. Tempat itu memancarkan aura keangkeran yang sangat terasa sekali bagi orang yang baru saja tiba dan menginjakkan kaki di tempat itu.
"Sepertinya tempat ini memang jarang sekali dijamah oleh manusia," kata Senapati Lintang. "Bangunan tua itu sangat menyeramkan. Paman rasa, bangunan itu merupakan tempat berdiamnya para jin dan siluman," sambung Senapati Lintang bergurau.
"Ah, Paman. Bisa saja," sahut Saketi.
Senapati Lintang hanya tersenyum dan menepuk pundak putra mahkota, seraya berkata, "Paman yakin, kau ini seorang pemuda pemberani dan tidak akan takut dengan suasana seperti ini," ujarnya lirih.
Setelah diamati, memang benar-benar menyeramkan. Suasana di bangunan tua itu tampak sunyi dan sepi, benar seperti apa yang dikatakan oleh sang senapati, bahwa bangunan tua tak berpenghuni itu sangatlah cocok menjadi hunian nyaman bagi bangsa jin atau siluman.
Senapati Lintang dan Saketi serta sepuluh pengawal pribadinya, terus mengamati rumah tersebut. Namun tiba-tiba saja, seperti ada beberapa bayangan yang berkelebatan, begitu cepat gerakan bayangan-bayangan tersebut. Sehingga mereka pun berpikiran bahwa itu merupakan bayangan iblis-iblis yang sedang sibuk mengadakan persiapan sesuatu di gedung kosong itu.
"Kau lihat itu, Pangeran!" bisik Senapati Lintang meluruskan jari telunjuknya ke arah gedung tua itu. Sorot matanya pun tajam mengamati pergerakan bayangan-bayangan tersebut.
Dengan cepat, Saketi menggulirkan dua bola matanya ke arah tempat yang ditunjukkan oleh Senapati Lintang. Lantas, ia pun berkata, "Aku perhatikan, sepertinya bayangan-bayangan itu bukanlah bayangan siluman, melainkan bayangan manusia."
Senapati Lintang hanya menganggukkan kepala, sambil terus mengamati pergerakan bayangan-bayangan tersebut yang kemudian tampak jelas bahwa mereka benar-benar manusia.
"Ya, mereka adalah manusia," bisik Senapati Lintang lirih.
Mereka merupakan manusia-manusia yang sangat menyeramkan, mereka merupakan empat orang pria bertubuh kekar, tinggi besar, dan mempunyai raut wajah sangar. Wajah-wajah mereka mirip sekali dengan wajah siluman atau bangsa demit lainnya.
Gerakan mereka memperlihatkan tentang jati diri mereka yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Keempat orang tersebut adalah para pendekar yang sudah syarat akan pengalaman.
"Mereka bukanlah orang-orang biasa, Paman," desis Saketi berbisik mengenai telinga sang senapati.
"Ya, Paman paham itu," sahut Senapati Lintang terus mengamati pergerakan empat orang pria bertubuh tinggi besar itu
Tiba-tiba saja, salah seseorang dari mereka berkata, "Aku merasa ada kehadiran orang lain di tempat ini."
Kemudian, orang tersebut maju beberapa langkah, dan berteriak keras, "Keluarlah dari persembunyian kalian!"
* * *Prabu Erlangga menarik napas dalam-dalam, lalu menjawab lirih pertanyaan putra mahkota dari kerajaan musuh itu."Kembalilah ke istanamu! Berbuatlah kebaikan, tunjukkan kepada ayahandamu bahwa apa yang kau lakukan sangat disukai rakyat kerajaanmu! Niscaya, ayahandamu akan menilai sendiri kebaikan yang ada padamu.""Mohon maaf, Gusti Prabu. Apakah hal seperti ini mampu merubah sikap dan pemikiran ayahanadaku?" tanya Jula Karna lirih."Bisa, tapi secara perlahan," jawab sang raja. "Karena semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, kau harus sabar! Niscaya, lambat-laun ayahandamu akan mengikuti jejakmu jika dia tidak ingin kehilangan kedudukannya," sambung sang raja penuh nasihat."Terima kasih, Gusti Prabu. Aku sangat berharap ayahandaku bisa berubah," ucap Jula Karna.Prabu Erlangga dan Mahapatih Randu Aji tersenyum lebar melihat sikap Jula Karna, mereka merasa kagum karena sikapnya sungguh berbeda dengan sikap ayahandanya.Demikianlah, maka Jula Karna pun paham dan sangat meng
"Dia adalah Prabu Serta Madya yang semasa menjadi prajurit kerajaan Sirnabaya lebih dikenal dengan nama Rintang Lingga Husaini," jawab Uluma.Pemuda itu menjelaskan sebagaimana yang ia ketahui dari berbagai sumber, karena semua rakyat di kerajaan tersebut sudah mengetahui bahwa pemimpin kerajaan Hoda Buana adalah seorang prajurit biasa yang menjelma menjadi seorang pahlawan kuat hingga berhasil membebaskan rakyat Hoda Buana dari jerat pemerintahan zalim kerajaan Sirnabaya."Sungguh aku sangat tertarik dengan cerita ini. Jika berkenan, apakah kau sudi menceritakan semua kepada kami?!" kata Jula Karna penuh harap.Dengan senang hati, Uluma pun langsung menceritakan tentang kisah perjalanan hidup Prabu Serta Madya atau Rintang Lingga Husaini. Semua berdasarkan pengetahuan dari ayahnya yang mengetahui keseluruhan perjalanan hidup Rintang Lingga Husaini sebelum menjadi seorang raja di kerajaan Hoda Buana."Terima kasih, Uluma. Kau sudah banyak memberikan keterangan untuk kami, dan kami san
Setelah selesai makan siang dan beristirahat sebentar, sang raja dan para punggawanya kembali melanjutkan perjalanan menuju sebuah desa yang berada di pinggiran kadipaten Kunadapa. Selanjutnya mereka akan meneruskan perjalanan tersebut kembali memasuki hutan agar segera sampai di kuta utama Randakala.Senapati Lintang merasa senang, bahwa dirinya sudah bisa menjadi bagian dari pasukan kerajaan Sanggabuana meskipun bukan tumpah darah nenek moyangnya, karena Randakala adalah tumpah darah dirinya yang sebenarnya."Terima kasih banyak Gusti Prabu, karena hamba sudah diajak dalam misi ini. Hari ini hamba bisa kembali melihat pemandangan indah di tanah kelahiran hamba," ucap Senapati Lintang tampak semringah."Apakah Senapati masih memiliki sanak saudara di kerajaan ini? Jika masih, alangkah baiknya nanti kita mampir saja terlebih dahulu.""Sudah tidak ada, Gusti Prabu. Keluarga hamba sudah tewas semua semenjak peristiwa agresi yang dilakukan oleh pihak kerajaan Tonggon," jawab Senapati Lin
Prabu Erlangga hanya diam menyimak perbincangan para pengawalnya dengan pemuda tersebut. Ia khawatir jika terlalu banyak bicara, Burama tentu akan mengetahui tentang penyamarannya itu, sehingga Prabu Erlangga lebih memilih diam dan menyimak dengan santai penuturan dari pemuda desa tersebut."Apakah raja tidak bertindak tegas terhadap pihak yang bersekutu dengan pemerintah kerajaan Kuta Waluya?" tanya Senapati Lintang."Sang raja hanya diam saja, entah kenapa? Aku pun tidak mengerti apa yang ada dalam pikirkan sang raja. Seakan-akan, dirinya seperti bersembunyi di dalam terang," jawab Burama lirih."Kau jangan berprasangka buruk terhadap pemimpin kerajaan ini. Bisa jadi, itu semua dikarenakan adanya kesimpangsiuran, karena aku yakin bahwa pemimpin kerajaan ini sungguh menyayangi rakyatnya," timpal Senapati Lintang.Burama hanya tersenyum menanggapi perkataan Senapati Lintang. Lalu berkata lagi, "Ketika terjadi pertentangan yang menabur benih perpecahan, aku sebagai rakyat kecil lebih m
Sembilan hari berikutnya ....Prabu Erlangga bersama ratusan prajurit pengawal, sudah berada di wilayah kerajaan Randakala. Hampir satu pekan lamanya, mereka melakukan perjalanan dari kerajaan Sanggabuana menuju wilayah kerajaan tersebut.Perjalanan itu dimulai dari istana menuju kepatihan Kuta Gandok, kepatihan Waluya Jaya, dan terakhir masuk ke wilayah kerajaan Randakala melalui jalur timur kepatihan Waluya Jaya."Kita ini sudah masuk ke wilayah kadipaten Kunadapa," kata sang raja sedikit memperlambat laju kudanya. "Di masa lalu aku pernah berkelana di tempat ini, dan itu berlangsung hampir dua tahun lamanya bersama Paman Landuka," lanjut sang raja berkata kepada Senapati Lintang dan para prajurit lainnya.Tempat yang indah dengan panorama alam yang sungguh menakjubkan, memukau pandangan. Tampak bukit-bukit menjulang tinggi dengan pepohonan lebat menghijau menambah warna bagi keindahan alam di kerajaan tersebut, yang sebagian besar dihuni oleh suku yang sama dengan yang ada di keraj
Di ruang utama istana, Prabu Erlangga sedang berbincang dengan Mahapatih Randu Aji dan juga para penasihat istana. Mereka sedang membahas tentang keamanan batas wilayah yang berbatasan langsung dengan wilayah kerajaan Kuta Waluya.Di wilayah tersebut setiap harinya sering terjadi penyelundupan barang-barang ilegal dari para penduduk kerajaan Kuta Waluya. Mereka masuk tanpa izin melewati jalur-jalur tikus yang ada di dalam hutan di sepanjang perbatasan.Mereka sangat cerdik dan pintar ketika melancarkan aksi mereka, sehingga pihak prajurit keamanan tidak dapat mendeteksi pergerakan mereka."Seharusnya, kita ini sudah membangun tembok raksasa sebagai pembatas wilayah kerajaan, agar para penyusup dari Kuta Waluya tidak mudah memasuki wilayah kerajaan ini!" ujar Prabu Erlangga di sela perbincangannya dengan para petinggi istana."Benar, Gusti Prabu. Saat ini memang sudah waktunya kita untuk membangun tembok raksasa di sepanjang perbatasan wilayah kerajaan Kuta Waluya," sahut Anggadita men
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments