Setiap melihat Eric, Estelle merasa ada silet yang menggores hatinya. Pedih. Memori masa lalu muncul tiba-tiba dan ia sangat membenci hal itu. Ia merasa bahwa mengingat masa lalu bersama Eric merupakan kutukan buruk yang sulit dihilangkan.
Ketika Estelle sedang memilih gaun, secara tak sadar matanya melirik ke arah Sheryl yang sedang memilih gaun dengan Diana. Mereka terlihat begitu dekat. Melihat kedekatan mereka, Estelle berpikir dalam hitungan minggu, pesta pernikahan Eric dan Sheryl akan digelar.“Kamu cemburu?” bisik Lucas tepat di samping telinga Estelle.Estelle begitu terkejut. Siapa yang tidak akan terkejut jika sedang melamun dan tiba-tiba ada orang yang berbisik padanya? Dengan mata menatap tajam ke arah Lucas, Estelle menjawab, “Tentu saja nggak. Buat apa aku cemburu? Nggak guna!”Gadis itu berpindah posisi ke tempat kumpulan midi dress berwarna soft. Ia mengambil sebuah midi dress lengan pendek berwarna lilac polos. Lantas, ia menempelkannya ke depan tubuh.“Menurutmu yang ini gimana?” tanya Estelle dengan nada lumayan keras, sengaja agar Eric bisa mendengarnya.Lucas tersenyum. “Semua yang kamu pakai nggak ada yang kelihatan jelek sama kamu. Mau yang ini saja? Nanti aku beli dasi warna yang senada.”Dari jarak yang tak sampai lima meter, Eric mengamati kedekatan Lucas dan Estelle. “Estelle, kamu sedang mengujiku, kan? Aku tahu, kamu nggak benar-benar suka sama Lucas,” ucap Eric dalam hati.***Estelle tertidur di dalam mobil Lucas. Sudah berkali-kali Lucas membangunkan gadis itu. Namun, tak ada respons sama sekali dari Estelle. Estelle tertidur bak orang mati yang tak bisa merespons suara ataupun pergerakan.“Estelle, kita sudah sampai,” ucap Lucas untuk yang ke sekian kalinya.Lucas melihat benda berwarna hitam yang melingkar di tangan kirinya. Benda mewah yang tampak sederhana itu menunjukkan angka setengah sepuluh malam. Tak terasa, ia sudah satu jam di depan apartemen tempat tinggal Estelle dan gadis itu belum membuka matanya.“Aku belum pernah ke apartemen Estelle. Kalau aku bawa dia ke apartemen, masa iya aku harus ketuk pintu satu per satu buat mastiin,” gumam Lucas.Pria berambut cokelat yang duduk sejajar dengan Estelle terdiam. Ia memikirkan cara agar bisa membawa Estelle tidur di tempat yang nyaman. Setelah berpikir selama bermenit-menit, akhirnya ia menemukan sebuah ide.Lucas mengambil sebuah benda pipih di tas selempang Estelle. Lantas, ia menempelkan jari Estelle di tempat identifikasi sidik jari untuk membuka ponselnya. Setelah ponsel itu sudah memancarkan layar, Lucas segera membuka sebuah aplikasi untuk mengirim pesan kepada Isac.“Isac, ini teman Estelle. Estelle ketiduran di mobilku dan aku belum pernah masuk ke apartemennya. Bisa kamu beri tahu di mana apartemennya dan password buat masuk?” Itulah pesan yang ditulis Lucas untuk Isac.Untung saja Isac masih terjaga. Jadi, Lucas tak perlu waktu lama untuk menunggu pesan itu terbalas. Sepertinya Lucas harus sering melatih kekuatan otot tubuhnya. Menggendong Estelle dengan bridal style dalam waktu yang cukup lama ternyata membuatnya merasa lelah. Namun, ia harus mempertahankan posisi itu agar Estelle tak jatuh dari gendongannya.“Sebentar lagi,” gumam Lucas.Lucas berjalan dari lift menuju apartemen tempat Estelle tinggal. Sesampainya di depan pintu, ia langsung menulis enam digit angka dan pintu itu pun terbuka.“Akh! Tanganku terasa kebas. Bisa-bisanya kamu tidur sepulas itu,” lirih Lucas setelah berhasil mendaratkan tubuh Estelle di ranjang.Lucas menelan saliva kasar melihat sebuah pemandangan langka di depannya. Beberapa kancing kemeja Estelle terbuka sehingga menampilkan dadanya yang besar. Sebagai seorang pria normal, Lucas sungguh tergoda untuk merasakan sensasi dada Estelle.“Jangan gila, Lucas! Kamu nggak boleh ngelakuin hal itu!” gumam Lucas dengan darah yang berdesir di dalam tubuhnya.Segera, Lucas menyelimuti tubuh Estelle agar ia tak melihat pemandangan penggugah hasratnya lagi. Ia juga tak lupa melepas sepatu Estelle agar gadis itu bebas bergerak waktu tidur. Saat Lucas hendak pergi meninggalkan kamar Estelle, tiba-tiba ada yang menahan tangannya.Estelle meraih tangan Lucas dalam kondisi mata terpejam. Setelah itu, ia menempelkan kepalanya ke tangan Lucas. Sepertinya, Estelle sedang bermimpi baik karena ia menampilkan senyum dalam tidurnya.“Kamu lagi mimpiin aku, ya?” lirih Lucas, ikut tersenyum.Lucas mencoba melepas tangan Estelle. Namun, gadis itu justru menariknya dengan kuat sehingga Lucas hampir menindih tubuh Estelle. Untung saja pria itu bisa menahan tubuhnya agar tak menindih tubuh Estelle.“Ja-ngan per-gi!” Estelle mengigau.Lucas tahu bahwa Estelle mengigau. Namun, ia tetap membalas ucapan Estelle. “Iya, aku nggak bakal pergi. Aku tidur sama kamu malam ini.”Benda melingkar di tangan kiri Lucas dilepasnya dan ditaruh ke atas nakas. Lantas, ia menyelimuti tubuhnya, memeluk tubuh Estelle hangat. Tak lupa ia mencuri kesempatan untuk mengecup kening Estelle.“Tidur yang nyenyak, Estelle,” ucap Lucas pelan.Senyum kembali mengembang di wajah Lucas. Ini adalah pertama kalinya ia tidur satu ranjang dengan seorang gadis. Melihat wajah Estelle yang tertidur sedekat ini, Lucas tak ingin memejamkan mata. Ia hanya ingin mengamati wajah gadis yang dicintainya.Namun, keinginan ternyata berbeda dengan kenyataan yang terjadi. Setelah lebih dari lima menit mengamati wajah Estelle, Lucas justru memejamkan mata. Ia benar-benar terlelap dalam posisi memeluk Estelle.***Estelle membuka kedua matanya pelan. Ia melihat wajah Lucas di depan wajahnya. Namun, ia pikir itu hanyalah halusinasi. Tubuhnya belum seratus persen tersadar. Oleh karena itulah ia berhalusinasi.Setelah kembali memejamkan mata setelah beberapa menit, Estelle kembali membuka matanya. Lagi-lagi ia melihat hal yang sama, yakni wajah Lucas. Ia pun melebarkan pandangannya.“Aku pasti berhalusinasi. Nggak mungkin aku tidur sama Lucas,” batin Estelle.Tak percaya dengan apa yang dilihatnya, Estelle pun mencoba untuk memegang pipi Lucas dengan tangan kirinya. Siapa tahu sosok Lucas yang dilihatnya hanyalah bantal guling.Setelah tangan Estelle mendarat tepat di pipi kanan Lucas, tangan yang berukuran lebih besar dari tangan Estelle meraih tangannya. “Akh!” teriak Estelle.Lucas membuka matanya pelan karena terkejut dengan teriakan Estelle. Kini, ia dan Estelle saling bertatapan. Dan, Estelle membeku.“Nggak mungkin ... nggak mungkin aku sudah ngelakuin hal itu sama dia,” batin Estelle.
Tampak indah sebuah gelang manik buatan tangan. Perpaduan warna pastel yang indah membuat gelang tersebut cukup unik. Ditambah ada inisial huruf E di gelang itu. Sepertinya, si pembuat memang secara sengaja membuat gelang yang hanya ada satu untuk perempuan berinisial E itu. Estelle terkejut. Di dalam batinnya bertanya-tanya, siapa si pengirim gelang itu. Gelang sederhana, tetapi begitu indah. Warnanya ia suka, bentuk payung yang bersanding dengan inisial huruf E pun disukainya. "Wah, gelangnya lucu. Sepertinya orangnya sengaja bikin just for you deh, Es," celetuk salah satu rekan kerja Estelle. "Dari siapa tuh? Sepertinya bukan dari Lucas.""Entahlah," balas perempuan berambut gelung yang menerima paket gelang unik itu.Gelang unik dimasukkan kembali ke wadahnya. Tidak ingin ambil pusing, Estelle hanya meletakkan kotak berisi gelang itu di meja dan ia pun mulai kembali melakukan pekerjaannya. Namun, kehadiran gelang itu cukup mengganggu. Estelle penasaran dengan pengirim hadiah it
Tok-tok-tok!"Masuk!"Suara khas high heels terdengar dengan langkah yang anggun. Perempuan yang rambutnya digelung rapi mulai mendekat ke arah meja milik pria berjas warna navy. Terlihat pria itu sedang memainkan bolpoin di tangan dengan tatapan yang tak fokus."Anak perusahaan Red Group sedang mengelola hotel. Dan, ini proposal pembangunan hotel. Silakan dipelajari dulu isi proposalnya," ucap perempuan molek itu sambil meletakkan proposal ke meja.Perempuan dengan rambut digelung itu mengerutkan dahi karena si pria tak meresponsnya. Lantas, ia pun memanggil nama pria itu sampai tiga kali. Akhirnya, di kali ketiga ia memanggil, pria bernama Lucas itu pun menoleh. "Eh, iya, gimana?"Perempuan itu mengulang kembali kalimat yang disampaikannya baru saja. "Oke. Aku akan coba mempelajarinya," balas Lucas pelan. "Kalau begitu, permisi."Perempuan yang memakai rok span selutut itu mulai berbalik, hendak meninggalkan kantor anak direktur perusahaan Red Group. Baru beberapa langkah, namany
Sinar mentari tampak cukup terik hari ini. Setelah selesai bekerja di sebuah kafe, Eric pergi ke toko bunga. Dulu, sewaktu belum memutuskan hal bodoh pergi dari rumah, Eric bisa membeli buket bunga mawar merah yang besar. Namun, sekarang ia harus berhemat. Jadi, ia hanya bisa membeli buket kecil.Hidup mandiri tanpa fasilitas apa pun dari orang tua rupanya melelahkan. Perbedaannya begitu kentara. Eric merasakannya. Ia cukup menderita. Akan tetapi, ia harus bertahan demi memperjuangkan sebuah hal yang konyol. Ya, memperjuangkan cintanya yang pernah sirna.Kedua ujung bibir pria berkemeja kotak-kotak itu tertarik. Ia mencium mawar merah yang sudah ada di genggaman. Aroma bunga tersebut begitu menenangkan jiwa. Setelah melakukan transaksi pembayaran, ia pun pergi meninggalkan toko bunga tersebut.“Dia pasti suka.”Dengan kaki jenjangnya, Eric mulai melangkah. Dulu, ia bisa mudah bepergian dengan mobil mewah warna silver miliknya. Namun, sekarang ia hanya bisa mengandalkan kakinya. Sebuah
Lampu kamar masih menyala terang. Seorang pria sedang menatap layar laptop dengan tatapan kosong. Di layar tersebut, tampak judul laporan hasil penjualan bulan ini. Ia perlu mengeceknya kembali. Namun, sepertinya pikiran pria itu sedang cukup kacau. Sudah lebih dari lima menit ia hanya menatap layar tanpa menggeser kursor ke bawah untuk melihat isi laporan dengan rinci.Ucapan seorang mahasiswa di rumah sakit membuat pria itu teringat akan masa lalunya. Masa lalu berupa kesalahpahaman yang berujung membuat retak hubungan. Mengingat masa itu, rasanya cukup kekanakan. Namun, ia sendiri juga masih belum mendapatkan cara untuk mengembalikan hubungan baik yang sudah retak ini.“Hhh ...” Ia mengembuskan napas berat.***Sembilan Tahun yang LaluDua lelaki tampan dan satu perempuan cantik sedang menikmati es krim bersama. Senyum mereka tampak begitu cerah, secerah mentari siang ini. Dilihat dari kejauhan pun, hubungan mereka tampak begitu dekat. Sepertinya, mereka sudah menjalin hubungan pe
Di bawah langit senja yang begitu menawan, kedua sejoli yang terikat hubungan palsu itu masih mempertahankan posisi. Ya, wajah mereka masih saling bertatapan. Akan tetapi, mereka tidak langsung memuaskan nafsu yang sedang bergejolak di dalam hati.Bohong jika gadis yang mengenakan gaun motif bunga itu ingin menolak. Jauh di dalam lubuk hatinya, ia sangat menginginkan kejadian itu akan terjadi. Ini adalah kali pertama untuknya benar-benar menginginkan bibir Lucas mendarat lembut membasahi bibirnya.Secara pelan, kedua kelopak mata Estelle tertutup. Melihat hal itu, tentu Lucas yang sudah tidak kuat untuk segera memuaskan nafsunya langsung tersenyum. Dengan pelan, wajahnya makin didekatkannya menuju wajah Estelle. Ia akan melakukan hal yang romantis kali ini.Akhirnya aku bisa dapetin kamu, batin Lucas.Tring! Tring! Tring!Sial! Suara nada dering di ponsel Estelle langsung membuat gadis itu membuka mata. Ia juga langsung melepaskan tubuhnya dari tubuh Lucas. “Aku angkat telepon dulu,”
Embusan angin di sore hari begitu lembut. Dengan pelan, angin berembus menyapu helai rambut Estelle yang berkilau. Sayang sekali, di tempat yang seindah ini digunakan gadis itu untuk melamun.Bakso iga yang melimpah ruang di mangkuk dengan kuah hangat, kini telah mendingin. Bukan, bukan karena si pembeli telah menyantapnya. Namun, justru semangkuk bakso iga yang menggiurkan itu hanya ditatap dengan sendok yang berputar tak jelas. Melihat Estelle terus melamun, Lucas merasa bersalah. Gadis yang dicintainya itu ternyata benar-benar bersedih atas kejadian tadi. Sudah jelas jika Estelle masih menyimpan nama lelaki sialan itu di hatinya, pikir Lucas.Estelle terperanjat ketika ada tangan yang hangat menggenggam tangannya. Lamunannya pun seketika buyar. Kini, kedua manik indah itu menatap manis Lucas dengan penuh tanda tanya.“Estelle ...,” panggil Lucas lembut.“Hm?” balas Estelle singkat.“Berapa peluangku buat gantiin lelaki sialan itu di hatimu?”Mendengar pertanyaan itu, Estelle refle