LOGINHari itu, suasana kelas terasa lebih pengap dari biasanya. Kipas angin di langit-langit berputar pelan, bunyinya seperti orang batuk-batuk di ujung maut. Cahaya matahari siang menusuk lewat jendela yang kacanya sudah retak, menyinari debu-debu yang beterbangan seperti salju kotor. Di antara enam meja yang tersisa (yang lain sudah dipindah ke gudang karena rusak), Riley duduk di barisan paling belakang dekat tembok, kaki selonjor, tangan kiri menopang dagu, tangan kanan memutar-mutar pulpen hitam yang tintanya sudah mau habis.Wajahnya datar. Matanya setengah terpejam, seperti orang yang sedang menonton film yang sudah tahu ending-nya. Dingin. Bukan dingin karena marah, tapi dingin karena sudah terlalu sering kecewa sampai rasanya nggak ada lagi yang perlu diperjuangkan.Di depan, Bu Arin baru saja selesai menulis target dua minggu di papan tulis. Spidol merahnya masih dipegang, ujungnya menetes sedikit ke lantai. Dia menoleh ke belakang, matanya menyapu satu per satu wajah murid-murid
POV 3 Hari pertama masuk kelas, suasana sudah langsung berat. Kelas 3-7, kelas buangan resmi sekolah ini. Orang-orang yang dikumpulin di sini biasanya cuma nunggu kelulusan sambil ngitung hari. Guru muda yang baru ditunjuk jadi wali kelas berdiri di depan. kalau nggak salah. Masih kelihatan segar lulus, bajunya rapi, senyumnya lebar banget kayak lagi ikut seminar motivasi. Dia ambil spidol, nulis besar di papan tulis. STRUKTUR KELAS “Hari pertama aku jadi wali kalian,” katanya sambil nyanyi-nyanyi kecil, “kita harus punya ketua kelas, wakil, bendahara, sama yang lain-lain. Biar tahun ini beda!” Kira yang duduk di baris kedua langsung melotot. Matanya berbinar. Akhirnya ada yang masih percaya kelas ini bisa diselamatin. Tapi yang lain? Ada yang selonjoran, ada yang main HP, ada yang tidur beneran sambil ngorok pelan. Riley cuma nyenderin pipi ke telapak tangan, tatap kosong ke depan. Biasa. Tiap awal semester selalu gini. Dua minggu kemudian semua lupa. Bu Arin masi
beberapa saat kemudian seseorang memasuki kelas yang sudah dianggap hilang dari sekolah ini. tampak seorang perempuan pendek tetapi muda membawa setumpuk buku yang ada didepannya. semua orang dikelas ini tampak menatap sekilas perempuan itu sebelum akhirnya tidak memperdulikannya lagi. aku sangat mengetahui wanita itu adalah orang yang menabrakku sebelumnya karena ketidaksengajaan dan situasi yang diluar dugaan. "selamat pagi semuanya!" serunya. tapi aku mendengar ketegasan dibalik suaranya itu. semua orang reflek menghadap kedepan sesudah mendengar sapaan pagi dari orang baru yang berdiri didepan. "halo! saya akan memperkenalkan diri terlebih dahulu." katanya riang, tapi aku tahu jika itu hanya dibuat-buat olehnya saja. "perkenalkan nama saya adalan Arina. di sini tanggung jawab saya adalah sebagai wali kelas baru di kelas ini. kalian bisa memanggil saya Kakak Arin" setelah dia mengucapkan itu dengan penuh semangat, tampak semua siswa tidak menggubrisnya sama sekali. padahal
pagi itu aku sudah bersiap untuk berangkat kesekolah. setiap langkah perjalananku selalu berpapasan dengan orang yang sangat sibuk. beberapa menit kemudian akhirnya aku sampai disekolahan. aku hanya berharap tidak ada orang yang akan mengangguku, atau kuhabisi saja mereka? yah itu akan membuatku repot nantinya. saat aku memasuki kelas, di sana duduklah seorang laki-laki berambut keperakan tengah sibuk dengan dunianya. jari-jarinya memainkan layar ponsel setiap detik tanpa henti. aku tidak terlalu memperdulikannya, bahkan sepertinya tidak perlu untuk berkenalan dengannya. aku segera duduk di bangku yang sudah kupilih beberapa Minggu sebelumnya saat awal-awal masuk ke sekolah ini. oh benar, sepertinya kelas ini akan ada seorang wali kelas yang mengajar. aku tahu pihak sekolah ini mengirim guru amatiran untuk membimbing para siswa aneh ini. mungkin pihak sekolah ini berniat untuk membuat pengajar baru itu menyerah hingga mengundurkan diri dari sekolah ini... dunia ini memang tida
Aku mencoba menawarkan diri untuk mengantarkannya sampai kerumah. aku berpikiran dia akan menerima tawaranku. jika dia tidak bisa berjalan mungkin aku akan menggendongnya menggunakan punggungku. "Bagaimana jika kau kuantar pulang?" "tidak perlu, aku akan menelpon seseorang yang akan menjemputku," jawabnya dengan suara datar, aku sedikit kecewa karena tidak bisa mempraktekkan adegan yang kupikirkan seperti di novel romansa yang pernah kubaca dulu. "Seharusnya aku menggendongmu," ucapku spontan, membuat dia terlihat kesal setelah mendengar kalimatku. "Cepat pergi keluar. Sekarang!" bentaknya hingga membuatku kaget. ternyata ada orang sepertinya yang suka merubah perasaanya dalam sekejap. karena permintaanya akupun keluar tanpa pikir panjang, siapa juga yang peduli dengannya? ah... idiot ini memang tidak pernah peduli. aku pun berjalan melewati lorong bangunan sekolah dengan langkah yang santai. saat ini aku berniat untuk tidak pulang secara langsung, mungkin jalan-jala
Setelah aku membawa gadis itu ke ruangan UKS, sesegera mungkin aku mencari obat yang ada di kotak P3K. Aku kurang paham bagaimana cara mengobati luka, tetapi aku ingat beberapa orang yang pernah mengobati luka. "Oh benar, aku harus menggunakan es batu," ucapku pelan setelah teringat cara mengatasi kaki terkilir. Menggunakan es batu pasti akan meredakan rasa nyeri yang ada. Gadis itu sedari tadi hanya diam tanpa berbicara sepatah kata pun setelah kugendong paksa kemari. Tapi aku berpura-pura tidak melihatnya saat ia mencuri-curi pandang ke arahku. Karena di ruangan ini tidak ada es, aku berencana mencarinya di kantin sekolah untuk mendapatkannya. Aku akan meninggalkannya sebentar di ruangan ini. "Hei... mau ke mana kau?" Aku menoleh sedikit ke arahnya. "Ada hal yang perlu kuambil. Jangan ke mana-mana." Namun sebelum aku meraih gagang pintu, dia kembali berteriak dengan nada yang tinggi. "A-Aku! Akan melaporkan dirimu jika macam-macam denganku!" serunya. Dia bahkan memegangi bagia







