Randy semakin memperhatikan wanita yang sekarang mulai sulit dia lihat karena beberapa orang mulai bergabung untuk dansa megah itu. “Aku rasa bukan. Dia tidak akan bisa masuk kalau tidak ada yang membantunya. Dia juga menolak masuk, bukan?” suara lain menyahut. Membuat perasaan Randy yang tadi kaget, tidak percaya dan juga sedikit rumit, menjadi melega. Tapi, entah kenapa dia masih tetap saja penasaran tentang sosoknya. Avenna, sepertinya memang mirip wanita itu.Wendy sendiri tampak mengerutkan dahinya karena melihat bagaimana Randy menatap terus ke arah wanita yang sekarang jadi pusat perhatian. “Kakak ….” dia menarik jas di lengan Randy.“Eh? Ya?” Randy buru-buru menutupi ekspresi terkesimanya. Dia akui, dia juga terhipnotis, bukan hanya karena keindahan gaun dan kecantikan wajahnya yang sekilas tertutup topeng, tapi juga gerakan anggunnya.“Kita tidak ikut berdansa?” Wendy mencoba tersenyum semanis mungkin.“Kau sedang hamil. Nanti akan terlalu melelahkan. Lebih baik di sini sa
Hening menyergap udara di sekitar. Bahkan tamu lain yang baru datang pun tidak berani untuk menginterupsi keadaan ini. Avenna hanya menggenggam gaunnya. Dia akui itu sedikit menggoda. Siapa yang tak akan mau menjadi pasangan seorang Leander Steele. Tapi!Satu sisi egonya juga tidak bisa menerima hal itu. Lagipula dia tadi juga sudah mengaku sebagai nyonya keluarga Hazelton. Akan aneh jika ada yang menyadarinya.“Tidak.” Avenna memaksakan senyuman tipisnya. “Terima kasih untuk tawarannya, Tuan Steele. Tapi, saya akan masuk dengan cara saya sendiri.” Ada suara-suara terhenyak yang terdengar setelah penolakan yang terucap dari bibir Avenna. Tapi pria itu tak bereaksi apa pun, tatapannya kukuh, tajam, menusuk. Dan tanpa sepatah kata pun, pria itu berbalik dan berjalan meninggalkan Avenna. Untung saja, pikir Avenna lega. Sepertinya keputusannya untuk menolak sudah benar. Bisa-bisa dia pingsan akibat tercekik aura pria itu. Dan yang pastinya, dia takut memberikan harapan pada pria itu
“Apa yang sudah kau lakukan?!” Randy langsung memegang pipi Wendy yang tampak memerah. Wanita itu, seperti biasanya, berlagak lemah dan kesakitan. Dengan tingkahnya, dia langsung membenamkan diri di dada Randy. “Apa kau tidak bisa menahan dirimu? Kenapa emosimu gampang sekali meledak-ledak?” Avenna melipat tangan di depan dadanya. Matanya tampak berputar dan wajahnya tampak malas menanggapi drama ini. “Tidak. Aku tidak bisa menahan diri. Dan, ya! Emosiku memang jelek. Jadi, kau harus menjaga wanitamu untuk bertindak tahu diri. Jika dia duluan yang ingin menamparku, aku tidak akan melakukan ini.” Suara Avenna menyimpan amarah, tapi dia mencoba untuk mengatakannya dengan nada tenang. Dia tidak ingin mereka merasa berhasil memancing emosinya. Randy menatap ke arah Wendy dengan mata yang sedikit menyipit, tanda dia bertanya dan enggan percaya. Di matanya, tak ada wanita yang paling lembut kecuali kekasihnya. “Kak Randy, bukan begitu. Tadi aku refleks ingin melakukannya karena dia me
“Vena! Bagaimana bisa kau lupa!” Lula tampak begitu panik.Avenna hanya bisa menyengir kuda. “Aku kira dia bisa keluar sendiri,” ucapnya mencoba membela diri. “Bagaimana bisa? Kau membawa kunci apartemenmu. Dia tidak mungkin merusak pintumu. Jika lewat jendela, kau berharap apa? Apartemenmu itu tinggi sekali.”“Iya. Iya, maaf, aku tahu aku salah.” Avenna sedikit mencucurkan bibirnya. Andai Lula tahu seberapa ganas pria ini. Dan, ya, dia akui dia lupa dengan keberadaan pria ini. Tapi … bukan salahnya, ‘kan? Sebagai wanita, Avenna tak akan mau disalahkan.“Kalau begitu jangan banyak bicara, buka pintunya!” Lula mendelik melihat temannya. Sudah di depan pintu tapi Avenna sama sekali tidak bergerak. “Itu karena kau mengajakku bicara terus.” Avenna jadi kesal. Kenapa malah Lula yang begitu sewot sekarang?Bukan Avenna tidak ingin membukakan pintu untuk pria itu sekarang. Hanya saja dia sedang berpikir, kira-kira bagaimana dia harus menghadapi pria ini. Apakah dia harus bersikap sepert
“Lula, Lula?” suara Avenna terdengar berbisik. Dia menggoyangkan tubuh wanita yang sudah terlelap di sisinya.Lula berusaha untuk membuka matanya yang terasa sangat lengket. “Hmm?”“Aku boleh pinjam laptopmu, ya?” Avenna tidak mau menggunakan kata ‘tidak’ di belakang kalimatnya. Dia tahu orang yang setengah sadar seperti ini hanya akan mengikuti pengulangan kata paling akhir.“Ya,” singkat Lula dengan suara kantuknya yang begitu berat. Dia langsung menggulung tubuhnya dengan selimut. Terlihat sekali tidak ingin diganggu.Avenna tersenyum, memperbaiki selimut sahabatnya itu seperti seorang ibu yang mengasihi putrinya. Dia turun dari ranjang dan berjalan ke meja makan kecil yang bersatu dengan ruang tamu. Apartemen Lula walaupun bertipe studio tapi ini adalah tempat kedua yang paling nyaman baginya.Dia membuka laptop Lula. Mengutak-atik beberapa hal dengan wajahnya yang serius sebelum akhirnya dia membuat panggilan video melalui laptop itu.“Hai, bos!” suara ramah seorang pria terdeng
Tapi napas leganya tak berlangsung lama saat dia mendengar pintu yang terbuka dan derap langkah terdengar tegas terdengar di belakangnya. Benar saja. Sesaat setelah dia berbalik. Avenna merasa tubuhnya diraup sesuatu. Kokoh dan tak terelakan. Entah bagaimana, yang pasti, tiba-tiba saja dia sudah ada dalam gendongan pria itu, dia bagai balita yang digendong sang ayah. “Lean? Apa yang kau lakukan? Turunkan aku sekarang!” Avenna mau tak mau merangkul leher pria yang sekarang hanya memandanginya. Sorot matanya sulit diartikan. Sendu tapi tak kehilangan ketajamannya. “Menghabiskan malam denganmu.” Suara pria itu serak. Seolah ada dorongan kuat yang dia tahan. Avenna akui, spontanitas dan sedikit pemaksaan dari Leander ini, membuatnya tertarik. Seolah pria ini begitu menginginkan dirinya. Apalagi sorot matanya yang menenggelamkan itu. Ah! Avenna, sadar! Jangan terbawa suasana. Ini bukan saatnya kau mengikuti hawa nafsumu. “Tidak bisa.” Avenna menekan kedua lengan yang berotot keras,