ログインKanaya terkejut bukan main ketika tahu bahwa dosen tamu yang mengajar dikelasnya ternyata adalah pria yang tidur dengannya beberapa waktu lalu. Dan yang lebih membuatnya terkejut lagi ternyata dosen itu adalah orang yang akan dijodohkan dengannya!
もっと見る“Uhh … tolong pelan-pelan …”
Kanaya menggeliat ketika pria itu menjamah tubuhnya. Rasa geli sekaligus nikmat menyerang seluruh indera di tubuh Kanaya.
Beberapa menit yang lalu, gadis–tidak, wanita itu masih dalam keadaan sadar di pesta ulang tahun temannya. Namun, entah apa yang terjadi, tiba-tiba dia telah berada di kamar hotel ini dalam keadaan tanpa baju.
Terlebih, pria itu terus menghujani Kanaya dengan sentuhan-sentuhan yang memabukkan.
Kanaya ingin menolak karena dia tahu ini tidak benar. Namun, tubuhnya berkhianat dan justru menikmati semua itu.
“Ahh … sakit …” rintih Kanaya lagi ketika sesuatu yang asing menerobos tubuhnya.
“Sakit atau enak?” tanya pria itu dengan suara rendah. “Tubuhmu bilang sebaliknya.”
Kanaya menggelengkan kepalanya dengan mata setengah terpejam. Sementara pria itu mulai bergerak perlahan, tapi sangat pasti seolah ingin menikmati tiap inci dari tubuh Kanaya.
“Mhhh …” pria itu menggeram rendah, seperti merasa puas dengan apa yang diberikan Kanaya.
Rasa sakit dan perih yang semula menjalar di bagian bawah Kanaya, kini mulai hilang dan berganti dengan rasa nikmat yang candu.
Gerakan mereka semakin intim, semakin membuat lupa daratan.
Napas Kanaya memburu, dadanya berdetak tak karuan karena permainan gila itu. Sampai akhirnya—
“Naya, hey kok malah ngelamun!”
Suara itu langsung menyadarkan Kanaya. Dia mengedarkan pandangannya, menatap sekeliling.
Meja dan kursi, papan tulis putih, teman-teman kampus dan … pria itu.
“Dosen pengganti baru masuk, kenapa kamu malah ngelamun? Sampai keringatan gitu lagi,” gerutu Naira, teman sekelas Kanaya yang saat ini duduk di samping Kanaya.
Namun, Kanaya masih diam, berusaha mencerna apa yang terjadi. Pandangannya tertuju pada sang dosen pengganti yang masih berdiri di depan kelas dengan tatapan dingin. Wajahnya tampak tegas, auranya cukup dingin.
Namun, bukan itu masalahnya.
Dosen pengganti itu, jelas adalah pria yang tidur dengan Kanaya beberapa hari lalu!
Ya, Kanaya ingat betul!
Pantas saja saat pertama kali melihat pria itu masuk ke kelasnya, pikiran Kanaya langsung memutar kembali adegan panas mereka malam itu.
Tapi, kenapa bisa sekarang pria itu malah menjadi dosen penggantinya?
“Ra, serius dia dosen pengganti Pak Toni?” bisik Kanaya pelan, tapi pandangannya masih tertuju pada sang dosen.
“Iya, katanya dosen ini tuh dokter muda berbakat di Bardine Hospital. Ganteng banget gak sih? Tapi kata orang-orang dia dingin banget, jadi agak serem juga,” jawab Naira panjang lebar, seolah telah banyak tahu soal dosen pengganti itu.
Kanaya menganggukkan kepalanya pelan, lalu menelan ludahnya perlahan.
“Selamat pagi semua, saya Liam Wicaksana, dosen yang akan menggantikan Pak Toni untuk sementara,” sapa Liam, sang dosen, dengan nada tegas. Pandangannya menyapu seluruh penjuru kelas, hingga akhirnya berhenti pada satu titik, yaitu Kanaya.
Menyadari tatapan itu, Kanaya buru-buru menundukkan kepalanya. Tubuhnya seketika menegang. Dalam hati dia berharap sang dosen tidak menyadarinya dan tidak mengingat kejadian malam itu.
Ketika Liam akhirnya mulai mengabsen mahasiswa yang hadir satu per satu, Kanaya mengalihkan pandangannya kembali fokus kepada buku di tangannya. Hingga akhirnya perkuliahan dimulai.
Kanaya sangat tidak fokus kali ini saat Liam menjelaskan materi di depan, suaranya malah membuatnya kembali mengingat setiap moment yang mereka lakukan di hotel. Meskipun tampaknya Liam sama sekali tak menyadari itu, tapi bagi Kanaya ini seperti siksaan.
“Kanaya, coba jelaskan kembali secara singkat apa saja yang saya jelaskan dari tadi,” pinta Liam tiba-tiba.
“Hah ada apa?” tanya Kanaya celingukan.
“Itu kamu diminta sama pak Liam untuk jelaskan materi secara singkat yang tadi dijelaskan,” bisik Naira.
“Eh?” mata membulat refleks menatap ke arah Liam, lalu menundukkan kepalanya untuk menghindari tatapan itu. ”Maaf pak.”
“Sepertinya kamu bosan atau tidak tertarik dengan cara saya mengajar, ya?” Liam memperhatikan Kanaya dengan tatapan tajam.
“Tidak…tidak.” Buru-buru Kanaya menyanggahnya dengan menyilangkan kedua tangannya. “Bapak menerangkannya dengan baik, hanya saja saya tidak fokus, saya minta maaf.”
Kanaya kembali menundukkan kepalanya.
Liam tersenyum tipis, matanya tetap dingin.
“Lain kali, kalau tidak cocok dengan cara saya mengajar, bilang saja langsung. Atau tidak usah datang ke kelas saya.”
“Baik Pak,” seru semua orang yang berada di dalam ruangan.
“Dan kamu Kanaya, setelah selesai kelas temui saya di ruang dosen!” ucap Liam masih dengan tatapan tajamnya.
“Baik Pak.” Kanaya hanya bisa meringis dan menunduk pasrah.
“Baru pertama bertemu di kelas saja sudah seperti ini, apalagi kedepannya tamatlah riwayatku,” keluh Kanaya dalam hati. Sepertinya, pria itu memang menyadari siapa dirinya.
***
Kanaya saat ini sudah berada di depan ruangan dosen, sebelum mengetuk pintu dia menarik nafas dalam-dalam terlebih dahulu.
“Permisi Pak.”
“Iya silahkan masuk!” Liam memperhatikan Kanaya dari kursinya.
Kanaya bergegas menghampiri meja Liam dengan sedikit gugup.”Maaf pak saya Kanaya, yang sebelumnya diminta untuk menghadap bapak.”
Kanaya merasa, jika sang dosen benar-benar menyadari bahwa dia adalah wanita yang menghabiskan malam panas itu, mungkin ini adalah akhir masa perkuliahannya.
“Silahkan duduk.” Liam mempersilahkan Kanaya duduk di kursi yang sudah disediakan di depannya.
Liam bangkit dari tempat duduknya, lalu meraih air mineral botol dan memberikannya kepada Kanaya membuka tutup botolnya terlebih dahulu.”Minumlah dulu!”
“Tidak perlu pak saya tidak haus terima kasih,” ucap Kanaya menolak dengan halus.
“Minumlah, sepertinya kamu kekurangan minum,” sahut Liam tetap memberikan air mineral botol tersebut kepada Kanaya.
Mau tidak mau, dengan terpaksa Kanaya menerimanya dan mulai minum air mineral tersebut perlahan. “Terima kasih pak.”
Liam mendekat ke arah Kanaya, membuat wanita yang sedang minum tersebut terkejut.
“Kamu orangnya, kan?” tanya Liam dengan nada dingin dan tatapan menelisik.
Kanaya membulatkan kedua matanya, dan akhirnya tersedak mendengar apa yang diucapkan Liam. Dia berusaha bersikap biasa saja meski sebenarnya tahu arah pembicaraan Liam.
“M–Maksudnya, Pak?”
Liam semakin mendekat ke arah Kanaya, yang kini hanya menyisakan jarak beberapa senti saja diantara mereka berdua. “Jelas-jelas kamu yang bersama saya malam itu di hotel.”
Kanaya menelan ludahnya susah payah. Tamat sudah riwayat perkuliahannya!
Kanaya hanya bisa menunduk, tidak tahu harus menjawab apa. Sudah seperti maling yang tertangkap basah.
“Saya minta kamu tutup mulut soal kejadian itu,” kata Liam tiba-tiba, tatapannya lebih tajam, suaranya lebih tegas. “Kalau sampai ada yang tahu, itu berarti salah kamu. Dan saya tidak akan melepaskan kamu begitu saja.”
Pagi ini Kanaya bergegas menuju ruang dosen, beberapa saat yang lalu Liam telah mengirimnya pesan untuk segera mengambil formulir surat kepindahannya dari asrama.Begitu sampai di ruang dosen, Kanaya langsung disambut oleh tatapan dingin Liam yang duduk di kursi kerjanya.“Mau ambil formulir pindahan?” tanya Liam tanpa basa-basi.“I…iya pak.” Kanaya mengangguk cepat.Liam langsung berdiri menuju mesin printer dan mengambil kertas yang sudah tercetak sebelumnya disana.Sembari menunggu Liam, Kanaya hanya bisa diam dan memperhatikan punggung pria itu. Hingga tak lama, pria itu telah kembali ke hadapannya.Liam menyerahkan formulirnya kepada Kanaya. ”Tinggal kamu isi setelah selesai kamu berikan kepada pengelola asrama.”Kanaya menerima formulir tersebut dan membacanya sekilas. ”Baik pak, kalau begitu saya permisi sekarang, nanti saya berikan kepada kepala pengelola asrama setelah selesai kelas.”“Kabari jika sudah selesai semuanya, nanti saya jemput kamu di dekat asrama untuk bawa baran
Kanaya terdiam, terasa seperti baru ditampar kata-katanya sendiri.“Tidak … bukan begitu …”Mobil menepi perlahan.“Selesai. Silakan,” gumam Liam datar.Kanaya menghela napas, lalu buru-buru membuka pintu, menunduk dalam. “Terima kasih sudah mengantar. Selamat malam.”Dia melangkah cepat pergi tanpa berani menoleh kembali, berusaha menahan air mata yang hampir jatuh.****Beberapa hari berlalu. Siang itu Kanaya berlari tergesa menembus kerumunan orang di trotoar. Waktu hampir habis dan sekarang dia terjebak macet dalam perjalanan menuju kantor catatan sipil.Padahal hari ini adalah jadwal Kanaya dan Liam menandatangani berkas akhir pembuatan akta nikah setelah semua proses online selesai.“Tadi kenapa nggak naik motor saja…” gumam Kanaya pelan sambil memijat betis yang mulai kram. Namun dia kembali berlari, menuruni tangga dengan hampir saja terpeleset karena terburu-buru.Sebelumnya, Liam sempat menghubunginya untuk menjemput di dekat asrama, katanya permintaan Nenek Riana. Kanaya me
Kanaya membuka mulutnya, namun tak satu kata pun keluar. Jantungnya berdegup begitu keras hingga terasa menyakitkan.“Saya…” suaranya nyaris tidak terdengar, tenggorokannya seakan terkunci.Liam menatapnya lebih dalam, lalu berkata, “Katakan nanti saja di pertemuan keluarga.”Setelah itu, Liam langsung melangkah pergi, meninggalkan Kanaya yang masih kebingungan.Kanaya mematung beberapa detik setelah punggung Liam menghilang dari pandangannya. Nafasnya tercekat, batang tenggorokannya terasa mengering. Ia memejamkan mata sesaat, mencoba menenangkan dirinya yang hampir limbung.Tanpa benar-benar sadar, kakinya melangkah kembali ke perpustakaan. Langkahnya terdengar terburu-buru di antara derit kursi dan suara ketikan keyboard. Naira sempat menoleh ketika Kanaya muncul dengan wajah pucat.“Eh, Nay—”“Aku pulang dulu, ada urusan” ucap Kanaya cepat, berusaha terdengar tenang meski suaranya bergetar. Naira hendak bertanya, namun Kanaya hanya tersenyum tipis sebelum meraih tasnya, memasukka
Tiba-tiba saja, potongan ingatan soal kejadian di ruang dosen itu kembali terputar di kepala Kanaya, ketika Liam menyinggung sikap Kanaya dengan menyebutnya sebagai wanita yang dijodohkan dengannya.Saat itu, Kanaya sama sekali tak paham dengan maksud ucapan Liam. Dia pikir, Liam mungkin salah bicara atau asal sebut.Namun, sekarang semua terasa masuk akal. Mungkin saat itu Liam memang sudah tahu semuanya.“Jadi… Naya akan dijodohkan, Bu?” tanya Kanaya lirih setelah selesai membaca surat tersebut.“Ibu tidak akan memaksamu jika kamu tidak mau dijodohkan, Kanaya. Ibu bisa bicarakan baik-baik dengan keluarga teman kakekmu,” jawab Tania lembut. “Lagi pula, perjanjian itu sudah lama. Jika kamu menolak, tidak apa-apa.”Kanaya menggigit bibir, menunduk.‘Tapi jika aku menolak… Ibu akan diperlakukan lebih buruk lagi oleh Ayah. Dan aku tidak sanggup melihat Ibu menderita hanya karena aku egois tidak ingin dijodohkan…’ pikirnya.Suara teriakan dan perlakuan kasar ayah sambungnya masih terngian
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.