Share

Bab 5

Author: HERI_NAYALBIL
last update Last Updated: 2022-12-16 17:47:24

Arumi memegang pelipisnya, lalu tiba-tiba ia jatuh lunglai ke lantai.

"Arumi!" Begitu keras teriakan Vito, ia melayangkan kakinya dengan cepat ke arah Arumi yang jatuh tersungkur di lantai.

Pria itu, memang sangat perhatian pada Arumi, jangankan Arumi pingsan, digigit serangga saja Vito segera menolongnya. Seharusnya Arumi bersyukur dicintai oleh pria yang sangat menyayangi dirinya. Bukan malah menggoda suamiku, tujuannya apa merebut suami sahabat sendiri? Apa ia merasa puas jika memiliki apa yang aku punya?

Dengan gagahnya Vito membopongnya ke depan, ia yang menggunakan motor ke sini sontak melempar kunci motornya ke arah Mas Lian.

"Yan, gue pinjem mobil, ini kunci motor gue, tolong anterin ke toko kue ya, tukar di sana nanti," pesannya dengan napas terengah-engah akibat tengah menggendong Arumi yang bobotnya kisaran 55kg itu. Permintaan Vito membuat Mas Lian tidak bisa menolak, ia langsung menyerahkan kunci mobil pada Vito.

Sementara itu, mamanya mengekor di belakangnya, namun ia berhenti di antara aku dan Mas Lian.

"Tuh kan, anak saya pingsan, kalian kan tahu kalau anak saya itu gampang pingsan!" Mama Asri justru marah-marah dengan kami. "Lian, Aya, urusan kita belum selesai, ya!" ancamnya lagi dengan jari telunjuk dibentangkan ke arah Mas Lian lalu berpindah ke arahku. Kemudian, ia pergi dengan menggunakan mobil Mas Lian yang dibawa oleh Vito.

Aku bergeming, masih kepikiran dengan kelanjutan ucapan Vito tadi, kenapa ia yakin bahwa Mas Lian tidak bersalah?

Mas Lian meraih punggung tangan ini lagi, lalu mengecup tampak sepenuh hati.

"Aku izinkan kamu untuk menenangkan diri, karena kalau izin tidak terlontar, kamu dosa," ucapnya membuatku terenyuh. Salahkah aku dalam menilai Mas Lian? Ia begitu sejuk dan tenang seraya tidak melakukan dosa. Bahkan suamiku itu takut istrinya berdosa jika aku melangkah keluar rumah tanpa izin darinya.

Hening, suasana tiba-tiba jadi sunyi ketika seorang suami memperlakukan istrinya dengan akal sehat. Ia terus memandangku dengan senyum manisnya, tanganku pun masih berada di ujung bibirnya.

"Aya, kamu baik-baik aja, kan?" tanya Mas Lian membuyarkan lamunanku.

Aku membasahi bibir ini, sekarang aku bimbang harus percaya siapa?

Kemudian, aku menarik tangan yang masih ia genggam. "Terima kasih atas izinnya, Mas," jawabku singkat sambil melengos dari tatapannya yang membuatku sangat mencintainya. Sesekali aku memejamkan mata ini untuk mendinginkan hati. 'Tuhan, berikan aku petunjukmu supaya tidak salah melangkah,' batinku berdoa.

"Aya, kamu jadi pulang ke Bekasi?" tanya Papa Irfan.

Kali ini aku ragu, mungkin karena kedatangan Vito tadi yang sedikit meyakinkan bahwa suamiku tidak melakukan apa-apa. Namun, ketika mengingat erangan suara sepasang manusia berzina tengah menikmati h4sr4tnya, aku enggan untuk mempercayainya.

"Menurut Mama dan Papa gimana?" tanyaku sekali lagi.

Mereka tersenyum sambil mengusap rambut ini. Beruntungnya diriku bisa memiliki mertua yang sangat menyayangi menantunya.

"Mama serahkan pada kamu, Aya, begitu juga dengan Papa, tapi pikirkan matang-matang, jangan sampai masalah yang belum jelas ini tercium oleh orang tuamu, mereka pasti sakit hati, dan tidak akan rela anaknya disakiti, ujungnya kalian akan pisah karena satu hal yang belum jelas," sahut Mama Anggi.

Aku mengembuskan napas panjang, kemudian memberikan keputusan yang sudah bulat kupikirkan. "Baiklah, Mas, aku akan tetap di sini sampai masalahnya benar-benar clear," jawabku membuat rona wajah Mas Lian berubah jadi berseri-seri. Kemudian kedua tangannya membentang lebar dan kepalanya mengangguk seraya memerintahkan untuk menghampirinya.

"Sini, Ay, peluk suamimu, rasakan detakan jantungku yang hanya menyebutkan nama Aya seorang," suruhnya hingga akhirnya membuatku luluh.

Kini ragaku berada didekapnya, detakan jantungnya yang sangat kencang membuatku nyaman dan yakin bahwa Mas Lian adalah orang baik.

"Kamu percaya padaku, kan?"

Di hadapan mertuaku Mas Lian bertanya.

"Percaya, Mas, tapi kenapa Arumi punya dar4h peraw4an? Terus erangan h4sr4t laki-laki dan perempuan yang saling bersahutan itu, apa bisa dimanupulasi?" Aku masih mencari kebenaran hal yang janggal.

"Kita cari sama-sama bukti yang dapat menjelaskan bahwa dalam rekaman itu bukan suaraku, aku akan buktikan itu padamu, Aya," timpal Mas Lian.

Akhirnya mertuaku pamit setelah memastikan kami sudah bisa ditinggalkan. Namun mereka berdua tetap meninggalkan pesan padaku. "Jika ada masalah lagi, kalau bisa jangan pulang ke rumah orang tuamu, rumah kami terbuka lebar untukmu, kalau anak kami salah, maka segera akan Mama dan Papa luruskan. Ingat pesan kami berdua, Aya," pesannya sambil membelai pipiku.

Aku hanya tersenyum dan mengangguk, setelah itu mereka masuk ke dalam mobil dan bergegas pergi.

"Aku malas antar motornya Vito, khawatir ada Arumi di sana. Jadi nanti nyuruh orang aja, aku kasih upah dua ratus ribu." Ucapan Mas Lian membuatku tersenyum dan bersyukur tidak salah ambil keputusan untuk tetap bersamanya.

Kami coba ke kamar tamu tadi, barangkali menemukan bukti yang tertinggal. Namun ketika hendak ke kamar, Mas Lian mendapatkan notifikasi pesan di aplikasi hijau berlogo gagang telepon. Dengan terang-terangan Mas Lian membuka isi pesannya di sebelahku.

[Lian, fotomu tersebar di sosial media bersama Arumi, sahabat istrimu.]

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pria Incaran Sahabatku itu, Suamiku   Bab 19

    "Ya sudah, bagaimana jika kita buktikan ke dokter saja," ajak Mas Lian. "Oke, kalau pemeriksaan terbukti bahwa kamu mendapatkan obat perangsang, aku takkan mau melanjutkan pernikahan kita Mas." Sebuah tantangan yang mengejutkan, mata Mas Lian terbuka lebar."Aku tidak tahu apa yang aku rasakan semalam, Aya. Kenapa kamu tidak memahami itu? Seharusnya kamu mengerti dengan kondisi ini." Aku tahu ini bukan kehendaknya. Rasanya jijik jika harus berhubungan lagi dengan pria yang sudah menyetubuhi perempuan lain. Meskipun dalam kondisi tidak sadar.Akhirnya kami bergegas ke rumah sakit. Keaslian sudah mendapatkan izin dari atasannya. Ini semua demi menjelaskan dan membuktikan padaku."Sebenarnya tidak habis pikir, hanya nila setitik kamu harus mengorbankan rumah tangga yang telah lama kita bina." Mas Lian bicara sambil mengendalikan mobil.Sementara aku, yang duduk di sebelahnya hanya menoleh, menatap Mas Lian yang tengah mengendalikan mobilnya."Aku nggak tahu, Mas. Rasanya nggak kuat teru

  • Pria Incaran Sahabatku itu, Suamiku   Bab 18

    "Aku nggak tahu, Ay. Tiba-tiba saja saat aku menunggumu di sini ada yang menyekap aku. Mendadak dan cepat sekali kejadiannya," terang Mas Lian.Aku sedikit kecewa. Mata ini berair ketika ia bicara seperti itu."Tiba-tiba kamu tengah tidur berdua dengan Mita, Mas? Bagaimana bisa aku percaya kalau itu bohong atau rekayasa?" Ada ditekan aku bicara kepadanya.Mas Lian memang tidak pernah berbohong, kenyataan juga telah membuktikan bahwa ia sering ditipu oleh orang. Lantas jika ia mengakui bahwa foto itu tengah melakukan hubungan suami istri aku mau bilang apa?"Aku juga nggak tahu soal itu, Ay, tolong jangan cecar aku. Bolehkah kita berpikir dulu, jujur aja aku shock," timpal Mas Lian."Tadi cukup lama Mas, tapi antara hilangnya kamu dengan foto tersebut itu hanya berbeda kisaran hitungan menit, kalau boleh tahu kamu itu berada di mana?" tanyaku padanya.Mas Lian terdiam ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan."Aku nggak tahu, aku pusing!" Suamiku mengeluh dan memegang kepalanya

  • Pria Incaran Sahabatku itu, Suamiku   Bab 17

    Foto itu ternyata Mas Lian dengan Mita, mereka datang tidur berdua setengah telanjang. Aku terkesiap melihatnya, berkali-kali mata ini aku tapi tidak berubah fotonya. Ini foto asli bukan settingan. Sebab di bawahnya ada foto Mili tengah selfie diantara keduanya. Mily adalah anak yang diberitakan buah cinta dari Mas Lian dan Mita.Aku menghela napas kasar. Berusaha tenang tapi aku rasa tidak perlu. Ini kedua kalinya gosip itu merebak. Tentu bukan bohong namanya jika terjadi dua kali. Aku rasa ini pun bukan settingan, sebab anak itu tengah berfoto di antara keduanya yang berpuasa tiduran telentang dan atasnya tanpa busana.Kenapa mereka tega melakukan itu di depan Mili? Setidaknya jaga sikap di hadapan anak kecil. Anak sekarang sudah begitu pintar, meskipun usianya tergolong balita, tapi menggunakan ponsel tentu sudah sangat lihai."Di mana rumah orang itu? Wanita yang tengah tidur bersama suamiku?" Aku bicara sendirian dan bertanya pada diri sendiri.Aku beranjak dari duduk, Kemudian A

  • Pria Incaran Sahabatku itu, Suamiku   Bab 16

    Aku jadi menyesal karena sudah merajuk darinya. Seharusnya tadi aku bicarakan ini baik-baik jangan seperti anak kecil. Sekarang aku sendiri tidak mengetahui keberadaan Mas Lian.Aku duduk sambil bersandar dan berpikir jernih. Mencari kontak yang bisa dihubungi, siapa tahu Mas Lian pergi ke rumahnya tanpa pamit.Aku tidak memiliki kontak Indri, salah satu teman kantor yang tadi sempat ada di foto. "Bagaimana caranya aku menghubungi Indri?" Aku bicara sendirian sambil mengetukkan jari ke samping sofa. Bibir ini aku gigit seraya cemas memikirkannya. Namun tiba-tiba ada suara orang memberi salam, aku segera membukakan pintu.Setelah membuka pintu lebar-lebar, ternyata Arumi yang datang. Aku mengenyitkan dahi ketika melihat wanita yang pernah mencoba memporak-porandakan rumah tanggaku datang. 'Nyalinya besar juga sampai nekat ke sini di saat aku dan Mas Lian lagi genting,' batinku menggerutu."Aya, kamu baik-baik aja, kan?" Wanita itu perhatian sekali padaku. Sampai rela datang ke rumah da

  • Pria Incaran Sahabatku itu, Suamiku   Bab 15

    "Ulah siapa, Mas?" tanyaku mendesak. Iya terlihat santai dan membasahi bibirnya."Siapa lagi kalau bukan Arumi," jawab Mas Lian. Matanya pun menyorot ke arahku, dengan pandangan menyipit.Aku terkejut mendengarnya, bukan karena nama Arumi yang menjadi tersangka, justru aku kesal dibuatnya karena ternyata sejauh itu hubungan Mas Lian dan Arumi.Sejauh ini aku pikir kami berteman wajar-wajar saja, Mas Lian juga dengan Arumi pikirku saling komunikasi biasa dan mereka tidak terlalu intens. Namun ternyata Arumi tahu cuti suamiku segala, apakah itu tidak mengerikan?"Tadi Arumi justru meyakinkan aku katanya kamu itu nggak mungkin foto dengan wanita lain," sambungku lagi."Bisa aja Arumi pura-pura baik depan kamu, kan sering begitu," sanggah Mas Lian justru berburuk sangka. Jadi apakah kami salah paham? Atau sebenarnya Mas Lian menutupi sesuatu?Aku terdiam lagi masih memikir dua kali apa yang dikatakan Mas Lian. Teringat pengalaman temanku juga, suaminya berselingkuh, selalu saja cari alasa

  • Pria Incaran Sahabatku itu, Suamiku   Ban 14

    Aku menelan ludah, mengatur napas yang sesak di dada supaya lancar kembali."Kamu nggak dengar apa yang tadi aku ucapkan? Pergi dari sini, atau kamu aku teriakin maling!" Mataku memerah saat mengatakan itu padanya. Wanita itu menggendong anaknya, kemudian ia mengeluarkan sebuah amplop coklat dari tasnya."Ini foto saya dan suamimu, Aya! Permisi!" Wanita yang mengaku bernama Mita itu melempar sebuah amplop coklat ke wajah ini. Kemudian, ia bergegas pergi meninggalkan rumahku.Aku duduk kembali di atas sofa, napas ini masih tak beraturan desahannya. Aku benar-benar shock dengan cerita wanita tadi, dan kini di tanganku ada amplop coklat yang katanya berisi foto mereka.Aku menenangkan diri dulu, setelah itu, barulah menghela nafas dalam-dalam."Aku buka atau buang aja?" Aku meragukan tindakan yang nyaris membuka amplop.Kemudian, tangan ini meletakkan kembali di atas meja, "Ah, nggak dibuka penasaran, dibuka takut sakit hati," ucapku sekali lagi.Bertahun-tahun aku berumah tangga, baru

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status